Kisah Erwin Purba, Penambal Ban yang 'Terselip' di Balik Gedung DPR

Wong Cilik

Kisah Erwin Purba, Penambal Ban yang 'Terselip' di Balik Gedung DPR

- detikNews
Selasa, 22 Apr 2014 10:21 WIB
Jakarta -

Siapa tak kenal dengan gedung yang mirip tempurung kura-kura di pinggir Jalan Gatot Subroto, tempat para anggota dewan berkantor. Di sana itu, para anggota dewan kerap dikritik tak tahu masalah rakyat, ibarat katak dalam tempurung.

Menengok dari balik pagar belakang, seseorang terduduk pada tumpukan tripleks berpayung terpal. Kausnya lusuh seperti terlumur setetes pelumas, nama dia Erwin Purba (32) seorang tukang tambal ban yang sehari-harinya tidur di situ pula.

“Pekerjaan nambal ban itu nggak kenal waktu, di mana dibutuhin pasti harus ada. Bukan berarti langit gelap waktunya istirahat, justru biasanya banyak yang butuh waktu malam. Karena kan siapa yang bisa tahu kalau bannya bocor malam-malam?” ujar Erwin di tepian jalan Palmerah, Jakarta siang hari Selasa (15/4/2014).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jalanan lebar mulus tepat di seberang Stasiun Palmerah selalu ramai dari pagi hingga datang lagi pagi. Tapi ketika rembulan menampakkan kecantikannya, saat itulah tak disangka jasa Erwin dibutuhkan.

“Biasanya sih yang ramai kalau siang atau jam pulang kerja, apalagi cuaca panas itu ban gampang bocor. Kalau malam sih jarang, tapi kalau ada orang yang ban bocor malam-malam gimana? Jalan sepanjang ini nggak ada tukang tambal ban kan kasihan orang yang kena ban bocor,” ucap Erwin.

Laju lantang mesin sudah jadi irama sehari-hari yang didengar Erwin baik sedang tidur, makan, dan bekerja. Siang itu juga sama seperti siang kemarin dan kemarinnya lagi. Jangankan televisi, radio saja ibarat kawan jauh bagi Erwin.

Hanya sesekali dua sampai tiga motor mampir ke lapak Erwin. Menambal kebocoran ban yang bisa berbahaya, Erwin diganjar Rp 5000 tiap satu lubang.

Diperiksanya sebuah ban dengan teliti di mana letak kebocoran itu. Bagai seorang tim penyelidik aparat penegak hukum, dia sisir segala lini sehingga ketahuan mungkin tak hanya satu kebocoran.

“Pernah saya tidak nemu bocor sama sekali, saya ulangi lagi karena penasaran. Tapi karena memang tidak ada yang bocor ya saya kembalikan ke yang punya dan bilang tidak ada yang bocor. Saya bilang tidak usah bayar kalau memang tidak ada yang bocor, tapi orangnya malah kasih Rp 50.000. Katanya kejujuran lebih mahal daripada cuma nambal ban,” kata Erwin.

“Menambal ban di sini sih saya sudah empat tahun dari tahun 2010. Memang tidur juga di sini, tapi empat hari sekali pulang ke kontrakan sekamar saya di Jakarta Timur. Dari awal menikah sampai sekarang memang saya belum punya rumah sendiri dan harus ngontrak di kamar kost,” tutur Erwin.

Tak mengapa hanya mengantongi Rp 50.000 sehari untuk dia tabung bawa pulang di hari keempat. Ketimbang dia harus bergelut kusut sampai benjut dengan masa lalu yang boleh dibilang segelap warna ban kendaraan.

(bpn/trq)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads