Benjamin Mangkoedilaga: Jangan Buka Luka Lama RI-Timor Leste

Benjamin Mangkoedilaga: Jangan Buka Luka Lama RI-Timor Leste

- detikNews
Jumat, 18 Jul 2008 09:46 WIB
Jakarta - Setelah Komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP) Indonesia-Timor Leste bekerja sejak Agustus 2005, sebuah rekomendasi dikeluarkan. Laporan tentang berbagai peristiwa yang terjadi sebelum, saat, dan setelah penentuan pendapat di Timor Timur tahun 1999 itu tertulis di sebuah laporan yang tebalnya 350 halaman, dan dibuat dalam bahasa Indonesia, Inggris, Portugal, dan Tetum.
 
Namun rekomendasi itu dipertanyakan beberapa kalangan. Terutama dari kalangan aktivis HAM. Mereka menganggap rekomendasi KKP yang ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Ramos Horta di Bali, mandul. Sebab tidak mengungkap secara tegas siapa yang harus bertanggung jawab dalam masalah tersebut.
 
Soalnya dari rekomendasi tersebut dikatakan yang sangat berperan dalam peristiwa kekacauan di Timor Leste saat itu adalah pemda, polisi dan TNI. Namun tidak ada satu pun petinggi dari institusi itu yang secara tegas dinyatakan harus bertanggung jawab, atau dinyatakan sebagai pelaku.
 
Tapi menurut Benjamin Mangkoedilaga, Ketua KKP dari Indonesia, dengan penandatanganan rekomendasi oleh dua pemimpin negara terkait RI-Timor Leste, masalah hukum dari kasus di Timor Leste sudah tertutup. Begitupun dengan upaya menyeret persoalan ini ke Mahkamah Internasional. Apala alasannya? Berikut petikan wawancara Deden Gunawan dari detikcom dengan Benjamin Mangkoedilaga:
 

Dengan ditandatangani rekomendasi KKP oleh pemimpin RI-Timor Leste, apakah berarti kasus pelanggaran HAM di Timor Leste sudah selesai?
 
Secara hukum, masalah tersebut sudah selesai. Tidak ada lagi pintu untuk membentuk peradilan baru. Apalagi membawa persoalan ini ke Pengadilan Internasional.
 
Bagaimana sikap tokoh-tokoh Timor Leste terhadap rekomendasi KKP?
 
Inilah yang tidak pernah disampaikan ke masyarakat. Tentang bagaimana sikap dan pendirian para pemimpin Timor Leste sendiri. Ramos Horta pada saat Januari 2008, mampir ke Denpasar saat ingin pergi ke New York. Saat itu  dia mengatakan, kalian jangan peduli terhadap suara-suara yang akan membawa masalah ini dibawa ke Mahkamah Internasional.
 
Kemudian Xanana Gusmao, pada 10 September 2007, juga menyatakan kalau Timor Leste tidak tertarik untuk membawa masalah ini ke Mahkamah Internasional. Alkatiri juga punya pendirian serupa.
 
Saya kebetulan bertemu sebanyak dua kali dengannya. Pertama, saat berbuka puasa. Dan yang kedua, saat menghadiri pelantikan Ramos Horta sebagai presiden.
 
Dalam dua kali pertemuan, dia mengatakan tidak tertarik untuk membawa masalah ini ke Mahkamah Internasional. Kalau ketiga tokoh Timor Leste sudah menyatakan demikian. Kita mau apa lagi?
 
Apakah dengan sikap ketiga tokoh tersebut praktis  masalah pelanggaran HAM pascajajak pendapat di Timor Leste tidak bisa dibawa ke Mahkamah Internasional?
 
Di sini masyarakat harus tahu tentang bisa tidaknya suatu persoalan dibawa ke Mahkamah Internasional. Selama ini masyarakat Indonesia diberikan informasi yang sepotong-sepotong.
 
Untuk membawa suatu masalah pelanggaran HAM ke Mahkamah Internasional tentu memakan biaya. Lalu siapa yang membiayai? Untuk membawa sebuah perkara ke Mahkamah Internasional, juga harus ada rekomendasi dari DK dan PBB.  Kita tahu posisi Indonesia sekarang di DK PBB.
 
Ada kabar yang menyebutkan para tokoh Timor Leste sepakat dengan rekomendasi KKP akibat tekanan dari pemerintah RI?
 
Tidak. Tidak ada itu. Kita saat membahas merasakan nuansa persahabatan. Tidak ada saling intimidasi.
 
Proses pembahasan KKP ini sendiri berjalan cukup lama. Bisa diceritakan prosesnya?
 
Memang mandat kita waktu itu 1 tahun. Tapi  karena ingin hasil yang kredibel akhirnya diperpanjang hingga dua kali. Perpanjangan waktu itu merefleksikan betapa alotnya perdebatan.
 
Tapi saya tidak akan membuka-buka luka lama dalam persoalan itu. Di mana saya sendiri pernah walk out ada yang pernah gebrak meja. Jadi pembahasan itu betul-betul alot. Kita menghadapi perjuangan yang tidak mudah. Seringkali pembahasan mengalami dead lock.
 
Saya sebagai ketua sidang tentu harus berpikir untuk menyelesaikan kebuntuan tersebut. Kita hentikan, cooling down dulu, kemudian kita konsultasikan dengan pemerintah masing-masing. Inilah prosesnya mengapa lama pembahasannya.
 
Salah satu yang paling alot dibahas apa?
 
Saya tidak mau membahasnya. Kan saya sudah bilang tidak mau mengangkat luka lama dalam pembahasan tersebut. Tapi kalau dari segi akademis, masalahnya kita mengkaji dari dua sudut pandang hukum. Di mana sistem hukum yang berlainan. Yang sulit menyatukan persepsi hukum itu sendiri.
 
Jadi dengan rekomendasi tersebut para jenderal yang diduga terlibat dalam kasus pelanggaran HAM di Timor Leste aman-aman saja?
 
Aman. Mereka tidak akan disentuh atau ditindaklanjuti. Selain itu pihak Timor Leste juga sangat apresiatif terhadap langkah polisi kita membongkar orang-orang yang mencoba membunuh Ramos Horta dan Xanana.
 
Beberapa kalangan LSM maupun aktivis HAM dari kedua negara, RI dan Timor Leste, tidak suka dengan rekomendasi KKP. Sebab rekomendasi tersebut dianggap mandul karena tidak  bisa menyeret jenderal-jenderal ke pengadilan. Tanggapan anda?
 
Mereka kurang memahami. Tolong dibaca secara seksama apa isi rekomendasinya. Sebab rekomendasi itu juga berstandar internasional dan akademik dan tidak boleh ditanggapi secara emosional. Tapi harus rasional.
 
Tapi bila mereka tetap ngotot membawa masalah ini ke Mahkamah Internasional bagaimana? Apakah bisa?
 
Jawabannya tadi, Ramos Horta, Xanana Gusmao dan Alkatiri sudah mau menerima. Kalau mereka sudah meneken rekomendasi itu mau apa lagi? Kita harap semua pihak jangan ngerecokin lah. Kita tidak usah melihat ke belakang, kita lihatnya ke depan saja. Tinggal melihat implementasinya saja.
 
Implementasinya rekomendasi itu seperti apa?
 
Kemungkinan rekomendasinya suatu komite atau lembaga yang akan memantau dijalankan atau tidaknya rekomendasi yang kemarin diumumkan tersebut. Penggabungan antara dua personalia dalam rangka memantau pelaksanaan dari rekomendasi.
 
Titik berat rekomendasi tersebut arahnya kepada kesejahteraan masyarakat kedua negara. Misalnya mengupayakan di perbatasan atau lintas batas bebas visa dan sebagainya. Sebab banyak keluarga yang tinggal di dua wilayah bisa saling berkunjung dan tidak menghadapi hambatan.
 
Kemudian lintas perbatasan yang bisa menghidupkan perekonomian masyarakat di kedua wilayah. Misalnya orang Timor Leste mau jual sapi atau orang Indonesia mau jual mie instan ke sana.
 
Kendala segi keamanan perbatasan bisa dikendorkan atau diperketat. Misalnya mempertemukan para keluarga yang sudah tercerai berai. Ada yang anaknya ikut ke Indonesia atau sebaliknya karena diadopsi. Dan yang menyentu, banyak istri yang kehilangan suaminya, banyak anak yang kehilangan bapaknya. Yang mereka tidak pernah bisa menjenguk makam. Paling tidak mereka diberikan kesempatan untuk berziarah ke makam keluarga atau orang tua. Atau kalau memungkinkan bisa memindahkan makam tersebut supaya dekat dengan keluarga.
 
Biodata Singkat:
 
Nama: Benjamin Mangkoedilaga SH
Lahir: Garut, 30 September 1937
Agama: Islam
Isteri: Roosliana
Anak: Dua putri
 
Pendidikan :
- SMP dan SMA Kanisius
- Fakultas Hukum Universitas Indonesia
 
Riwayat Pekerjaan:
. 1962-1967,Asisten Dosen FH UI
. 1967-1974,Hakim PN Rangkas Bitung
. 1974-1979,Hakim PN Denpasar
. 1979-1982,Hakim PN Jakarta Utara
. 1982-1987,Wakil Ketua PN Bale Bandung Kab.Bandung
. 1987-1991,Ketua PN Cianjur
. 1991-1993,Ketua PTUN Surabaya
. 1996-1998,Hakim Tinggi PTTUN Medan
. 1998-1999,PTTUN Jakarta
. 1999-Anggota Komnas HAM
. 1999-Anggota/Arbiter Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI 2000)
. 2000,Anggota Dewan Pers Indonesia
. 2000,Anggota/Member of The Partnership to Support Governance Reform In Indonesia
. 2000-2002,Hakim Agung pada MA RI
- Pengajar pada sejumlah perguruang tinggi.
(ddg/iy)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads