Harmoko: Kita Ingin Menyelamatkan Rakyat

Harmoko: Kita Ingin Menyelamatkan Rakyat

- detikNews
Kamis, 22 Mei 2008 08:53 WIB
Jakarta - Ruangan itu begitu temaram. Hanya cahaya dari lampu meja  yang menyinari seisi ruangan yang lumayan luas itu. Beberapa buku  tampak menumpuk di atas meja tamu. Sementara di meja kerja tergolek sebuah mesin ketik manual.
 
Itulah ruang kerja Harmoko. Soal mesin ketik manual, itu merupakan barang penting bagi mantan Ketua DPR yang melengserkan Soeharto itu. Dengan alat inilah ia menulis kolom "Kopi Pagi" yang diterbitkan  sebuah harian ibukota.
 
"Dari dulu sampai sekarang saya menulis pakai mesin ketik ini. Walaupun saya sudah punya komputer. Sebab suara tik..tik..nya itu bisa mengundang inspirasi," ujar Harmoko, yang sempat menjabat sebagai Menteri Penerangan selama tiga periode, 1983-1997.
 
Bekas orang dekat penguasa Orde Baru, Soeharto ini mengaku, sejak lengser dari panggung politik 10 tahun lalu, dirinya lebih sering menyibukan diri membaca dan menulis, selain mengurus pesantren di kampung halamannya, Nganjuk, Jawa Timur. Adapun perkembangan politik yang terjadi di tanah air, katanya lagi,  cukup ia pantau dari sebuah televisi berukuran 21 inci yang ada di ruang kerjanya.
 
Tapi belakangan tokoh yang disebut-sebut sebagai biang keladi lengsernya Soeharto serta morat-maritnya kondisi bangsa Indonesia 1997-1998, muncul kembali ke publik saat Deklarasi Nasional Partai Kerakyatan Nasional (PKN), pertengahan April lalu di Gedung Joeang, Cikini, Jakarta Pusat.
 
Sebulan berselang, pria kelahiran  7 Februari 1939 tersebut juga meluncurkan sebuah buku yang  berjudul "Berhentinya Soeharto, Fakta dan Kesaksian Harmoko". Dalam buku setebal 298 halaman itu,  ia mengungkapkan  peristiwa pengunduran diri mantan Presiden Soeharto, 21 Mei 1998, versi dirinya.
 
Ada apa dengan kemunculan Harmoko ke publik? Berikut petikan wawancara Deden Gunawan dari detikcom dengan Harmoko di rumahnya, Jl Taman Patra XII No 12, baru-baru ini:
 
Sejak reformasi bergulir anda seakan menghilang. Tapi sekarang kembali muncul dan meluncurkan sebuah buku. Apa tujuannya?
 
Buku itu bukan saya yang meluncurkan. Karena buku itu hanya berisi wawancara. Saya hanya bercerita secara wajar tentang peristiwa berhentinya Soeharto dan ditulis oleh Firdaus Syam. Buku tersebut sebenarnya sudah lima tahun yang lalu ingin diluncurkan. Tapi karena beberapa hal, buku tersebut baru sekarang bisa diterbitkan.
 
Apakah buku itu untuk menjawab tudingan "Brutus' dari orang dekat Soeharto. Sebab anda saat menjabat Ketua DPR waktu itu (Mei 1998) meminta Soeharto untuk mundur?
 
Saya tidak ada maksud apa-apa dengan buku itu. Saya hanya ingin menyampaikan peristiwa yang terjadi seputar berhentinya Pak Harto, yang saya ketahui. Makanya buku itu diberi judul. "Berhentinya Soeharto, Fakta dan Kesaksian Harmoko".
 
Sebenarnya apa yang terjadi menjelang pengunduran diri Soeharto?
 
Kita tahu, kondisi sosial, politik dan ekonomi waktu itu sedang mengalami krisis. Kita waktu itu ingin menyelamatkan rakyat dari pertumpahan darah. Kepentingan utamanya di situ. Dan Pak Harto juga tahu. Dan pada hari Sabtu,  16 Mei 1998, saya menyampaikan tiga hal saat bertemu beliau di Cendana.
 
Pada kesempatan itu saya menyampaikan beberapa data, baik yang datang dari lapisan masyarakat maupun mahasiswa yang sudah memenuhi gedung DPR.
 
Tiga permintaan kami yaitu; "Bapak harus melakukan reshuffle kabinet". Lalu beliau jawab "Ya saya akan melakukan reshuffle".
 
Kedua "Bapak harus melakukan reformasi". Lalu beliau jawab "Ya saya akan melakukan reformasi". Dan yang ketiga, "Rakyat memohon bapak untuk mengundurkan diri". Dan beliau menjawab "Silakan. Terserah fraksi-fraksi di DPR".
 
Lalu saya menyela apakah tidak sebaiknya meminta persetujuan MPR? Beliau menjawab, "Tidak perlu. Karena DPR yang beranggotakan 500 orang itu sudah mencerminkan anggota MPR."
 
Adapun soal permintaan pengunduran dirinya, Presiden menyatakan, "Kalau memang fraksi-fraksi DPR menilai Presiden sudah tidak dipercayai dan harus mundur, bagi saya tidak ada masalah dan saya rela untuk mundur." Itu dikatakan Presiden. Selesai konsultasi, kami memberikan pernyataan pers.
 
Selanjutnya apa yang dilakukan DPR?
 
Nah,  Senin, 18 Mei, pimpinan dewan konsultasi dengan semua fraksi.  Kami ingin menyerap apa yang telah dilakukan fraksi-fraksi dalam menghadapi aspirasi rakyat. Ternyata semua fraksi menerima banyak aspirasi yang menginginkan pengunduran diri Presiden dilakukan secara konstitusional. Rapat juga membahas berbagai perubahan yang terjadi begitu cepat, khususnya di gedung DPR.
 
Hasil pertemuan pimpinan dewan dengan fraksi-fraksi itulah yang kami sampaikan dalam jumpa pers keesokan harinya, 19 Mei 1998. Intinya, demi persatuan dan kesatuan bangsa, kami mengharapkan agar Presiden secara arif dan bijaksana sebaiknya mengundurkan diri. Kami juga menyerukan kepada seluruh masyarakat agar tetap tenang, menahan diri, menjaga persatuan dan kesatuan, serta mewujudkan keamanan, ketertiban, agar segala sesuatunya berjalan dengan tenang.
 
Tapi beberapa jam kemudian Menhankam/Pangab Jenderal TNI  Wiranto kepada wartawan bilang kalau pernyataan itu adalah pandangan pribadi?
 
Tidak benar. Itu pernyataan kolektif berdasarkan keputusan fraksi-fraksi di DPR, termasuk fraksi Golkar  dan fraksi ABRI.
 
Mereka semua ikut tanda tangan. Jadi kalau waktu itu Wiranto bilang permintaan itu pendapat pribadi, mungkin dia tidak tahu kalau pernyataan itu merupakan persetujuan semua fraksi di DPR, termasuk fraksi ABRI. Jadi secara tata tertib di DPR permintaan mundur itu sudah sah. Sebab itu keputusan kolektif. Semua datanya terdokumentasi di DPR.
 
Kalau fraksi ABRI setuju kenapa pihak Mabes tidak mengakui?
 
Saya tidak tahu. Karena urusan saya di fraksi-fraksi DPR, termasuk fraksi ABRI. Dan Pak Syarwan Hamid (wakil ketua DPR dari F-ABRI)  waktu itu mengatakan, pernyataan itu kolektif kita. Dengan artian fraksi ABRI menyetujui. Kan ada tanda tangannya  (Syarwan Hamid) sebagai tanda setuju.
 
Keesokan harinya, hari Rabu 20 Mei 1998, kami menunggu jawaban Presiden. Sementara itu, senat-senat mahasiswa dari seluruh Indonesia mendesak untuk bertemu dengan pimpinan DPR. Keinginan itu kami penuhi. Sekitar 100 mahasiswa menanyakan, kapan konsultasi dengan Presiden. Saya jawab, "Kita tunggu saja, karena surat sudah dilayangkan". Waktu itu saya jelaskan, "Kalau sampai hari Jumat tidak ada jawaban dari Presiden tentang permintaan konsultasi itu, pimpinan DPR/MPR akan mengundang fraksi-fraksi MPR untuk membahas kemungkinan diadakannya Sidang Istimewa (SI) MPR. Tapi ternyata, belum hari Jumat, Pak Harto sudah mengundurkan diri.
 
Soal keinginan mundur Soeharto kapan Anda ketahui?
 
Sekitar pukul 23.00 WIB, saya menerima telepon dari ajudan Presiden, yang mengemukakan, pimpinan Dewan akan diterima konsultasi dengan Presiden di Istana Negara tanggal 21 Mei, pukul 09.00 WIB pagi. Segera, malam itu, saya mencari informasi apa yang akan terjadi pada tanggal 21 Mei. Saya telepon kediaman Wakil Presiden B.J.Habibie.
 
Saya peroleh informasi, Presiden akan berhenti tanggal 21 Mei, dan Wakil Presiden akan mengucapkan sumpah jabatan sebagai presiden. Saat itu juga saya menelepon sekjen DPR/MPR, wakil ketua DPR, agar pukul 07.00 WIB keesokan paginya,  mengadakan pertemuan di kediaman saya waktu itu (Kompleks Pejabat Tinggi Widya Chandra). Soalnya, waktu sangat mepet jadi tidak mungkin bertemu di  DPR, karena 21 Mei 1998 hari libur (Kenaikan Isa Al Masih).
 
Selanjutnya, pukul 08.45 WIB kami tiba di Istana Merdeka, di ruang Jepara dan langsung ditemui beliau. Presiden waktu itu mengatakan," Baiklah, sesuai Pasal 8 UUD 1945, dan Pasal 2 Tap MPR No. VII/1973, dan dengan memperhatikan sungguh-sungguh saran dan pendapat pimpinan DPR dan pimpinan fraksi, saya berhenti sebagai presiden". Sebenarnya, sejak detik itu secara konstitusional beliau berhenti sebagai presiden.
 
Setelah menyampaikan hal itu, Pak Harto menyatakan, "Saudara-saudara di ruangan ini saja. Saya akan mengumumkan kepada rakyat, dan nanti Wakil Presiden akan mengucapkan sumpahnya sebagai presiden di depan Mahkamah Agung". Kami tetap di ruang
 
Jepara, karena di luar sudah ada Ketua MA. Begitu selesai acara penyerahan kekuasaan itu, Pak Harto kembali ke ruang Jepara.
 
Kami, pimpinan DPR, berdiri di depan Pak Harto, yang dengan santun dan sikap ngapurancang langsung menyatakan, "Saudara-saudara, sejak sekarang saya sudah tidak jadi presiden lagi. Saudara-saudara selaku pimpinan DPR/MPR semoga ikut menjaga bangsa dan negara ini, terima kasih." Setelah bersalaman dengan kami, beliau meninggalkan ruangan.
 
Tapi tetap saja anda dianggap sebagai pengkhianat karena sebelumnya anda menyatakan kalau rakyat masih mendukung Soeharto?
 
Itu diucapkan Pak Harto pada ulang tahun Golkar di Senayan. Waktu itu beliau mengatakan coba dicek apa rakyat betul masih mendukung saya. Nah karena saya sebagai Ketua Umum Golkar saya langsung mengecek kepada kader Golkar. Dan seluruh kader mendukung Soeharto. Sedangkan untuk partai lain (PPP dan PDI), saya tidak melakukannya karena secara etika politik hal itu bisa disebut intervensi.
 
Bagaimana hubungan anda dengan keluarga Cendana setelah mundurnya Soeharto?
 
Baik-baik saja. Ini buktinya (Harmoko memperlihatkan tanda tangan Soeharto di buku berjudul "The Life and Legacy of Indonesia's Second President". Selain tanda tangan Soeharto, di buku itu  juga tertera tulisan tangan Soeharto yang berbunyi "untuk saudara Harmoko" tertanggal 27 November 2007).
 
Tapi kenapa  anda saat membesuk Soeharto  di RSPP anda tidak ditemui keluarga Cendana dan tidak diperkenankan menemui Soeharto?
 
Siapa bilang? Saya dan istri menjenguk langsung dan diterima Ibu Sudwikatmono. Ia bilang Soeharto sedang dirawat di ruang ICU jadi tidak bisa menjenguknya. Anak-anaknya kebetulan tidak ada waktu itu.
 
Setelah sepuluh tahun menghilang dari dunia politik anda tiba-tiba muncul dalam deklarasi Partai Kerakyatan Nasional. Apakah ingin ke arena politik lagi?
 
Bukan itu tujuan saya. Lagi pula saya di PKN hanya sebagai parampara, yaitu hanya sebagai penasihat saja. Awalnya mereka datang ke saya dari segala lapisan, mahasiswa dan cendekiawan, yang umurnya di bawah 40 tahun, anak muda semuanya. Mereka datang mengeluh kepada saya tentang kondisi bangsa. Lalu saya bilang kalian negarawan semua tidak seharusnya mengeluh harus cari solusi. Misalnya dengan membuat partai. Kan itu dibenarkan undang-undang.
 
Tapi beberapa bulan kemudian mereka datang lagi dan bilang ke saya kalau mereka sudah membuat partai. Mereka lalu meminta saya untuk menjadi ketua umum. Lalu saya bilang "tidak mau sebab saya sudah pernah menjadi ketua umum, lagi pula saya sudah tua". Lalu mereka juga bilang "bagaimana kalau dicalonkan jadi presiden?" saya bilang lagi tidak. Lalu saya tegaskan saya hanya bersedia  jadi parampara.
 
Lalu keanggotaan anda di Golkar bagaimana?
 
Di dalam Golkar orang sudah masuk ke partai lain sudah gugur keanggotaannya. Tidak benar kalau saya dibilang tidak etis. Sebab saya terakhir di Golkar bukan di struktural. Di semua partai begitu juga karena perkembangan demokrasi. Sebelumnya kepada para anak muda itu saya sudah bilang sebaiknya menyalurkan aspirasinya ke partai yang sudah ada. Tapi mereka bilang tidak ada partai yang sesuai dengan aspirasi mereka.
 
Kenapa tidak diarahkan ke Golkar. Kan anda merupakan sesepuh di sana?
 
Mereka tidak mau.
 
Golkar sendiri menurut anda saat ini seperti apa?
 
Saya tidak masuk lagi dalam struktur jadi tidak tahu. Tapi yang harus dilihat adalah kinerjanya.
 
Bagaimana kinerjanya?
 
Bisa dilihat dari hasil Pemilu 1999 dengan Pemilu 2004. Angka perolehan suaranya kan rendah sekali. Jadi harusnya itu dikaji ada apa ini. Makanya pengkajian harus tepat sekali, di sana kita harus mengukur terhadap diri kita sendiri. Mereka harus introspeksi. Kalu hanya bersandar pada retorika saja sulit untuk membesarkan Golkar.
 
Jadi anda ingin mengatakan Golkar jauh lebih sukses saat dipegang anda?
 
Ini bukan menepuk dada ya. Kaderisasi itu penting. Saya di manapun akan saya kedepan an soal bidang organisasi kader dan keanggotaan. Dan itu ada formulanya. Satu partai politik yang tidak punya kader itu nggak mungkin. Misalnya dulu ketika saya menjadi Ketua Umum perolehan suara Golkar sebanyak 74,52% tahun 1997. Waktu itu saya ke daerah-daerah sampai sekarang saya ke daerah-daerah
 
Pernah saya datang ke Yogyakarta. Saat di sana saya disapa seseorang. Dia mengatakan kalau dulu dia sempat mengawal saya waktu berkunjung ke Jawa Tengah dan Yogyakarta. Lalu saya bilang sampean sekarang di mana? Dia lalu menjawab, Siap! Saya sekarang jadi Bupati. Tapi bukan dari partai Golkar melainkan dari PKB. Saya tertawa saja mendengar keterangan bekas kader saya itu. Saya bangga berarti kader Golkar dipakai kan?
 
Kenapa sekarang banyak kader Golkar yang lompat pagar?
 
Karena mereka merasa cita-cita mereka tidak tersalurkan. Apalagi UU membolehkan membentuk partai. Saya kira itu wajar karena sekarang eranya demokrasi. Hak politik seseorang dijamin oleh UU. Tapi apakah kiprahnya kemudian mampu menyerap aspirasi itu nomor dua.
 

BIODATA
Tempat,Tanggal Lahir : Nganjuk, Jawa Timur, 7 februari 1939
Agama                         : Islam
Istri                               : Sri Romadhyati
Anak                            : 3 (tiga) orang
 
Karier
  • Ketua Umum PWI Jaya, 1970-1972
  • Ketua Umum PWI Pusat, 1973-1983
  • Menteri Penerangan, 1983-1997
  • Menteri Negara Urusan Khusus, 1997
  • Ketua DPR/MPR, 1997-1998. (ddg/iy)
(Deden Gunawan/)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads