Abdul Rahman Saleh: Soeharto Meninggal, Pidana Gugur, Perdata Tetap Jalan

Abdul Rahman Saleh: Soeharto Meninggal, Pidana Gugur, Perdata Tetap Jalan

- detikNews
Jumat, 18 Jan 2008 14:44 WIB
Jakarta - Abdul Rahman Saleh mengeluarkan Surat Ketetapan Perintah Penghentian Penuntutan (SKP3) untuk kasus pidana mantan Presiden Soeharto. Langkah pria kelahiran pekalongan 1 april 1941 kontan banyak menuai kritik pedas.

Banyak yang menilai SKP3 merupakan bentuk tekanan dari Presiden SBY. Namun dengan tegas Abdul Rahman Saleh menjawab semua pernyataan miring mengenai kebijakan yang diambil saat menjabat sebagai jaksa agung. .

Ditemui di rumahnya yang berpagar coklat di bilangan Pejaten - Jakarta Selatan, Abdul Rahman Saleh , dengan berpakaian santai usai salat maghrib menjelaskan duduk perkara kasus Soeharto yang sebenarnya. Berikut petikan hasil wawancara reporter detikcom, Ronald Tanamas dengan Abdul Rahman Saleh :

Bagaimana anda melihat perkembangan kasus Soeharto sekarang ini terkait kondisi kritisnya?

Saya melihat banyak orang asal bicara dan tidak mengetahui duduk perkara dari kasus Soeharto sebenarnya.

Seperti apa anda menilai kasus Soeharto pada saat anda menjadi Jaksa Agung?

Jadi pada saat saya masuk ke kejaksaan agung kasus Soeharto memang sudah ruwet ya. Karena setelah saya cek di file-file kasus Soeharto sudah disidangkan pada tahun 2000. Tapi ternyata setiap kasus ini dibawa ke pengadilan itu selalu dikembalikan. Dengan alasan orang ini sakit. Ada surat keterangan dari dokter yang menjelaskan sakit Soeharto. Jika di bahasa Inggris kan namanya home sick distance trail itu. Di perkirakan dalam beberapa tahun itu sudah 3 kali minimal kasus ini dikembalikan dari pengadilan.

Kemudian saya sebagai jaksa agung harus bersikap karena sudah berlarut-larut kan ditambah ada dukungan dari mahkamah agung yang mengatakan, kalau selama dia sakit, itu tidak bisa diadili. Jadi memerintahkan kepada jaksa agung untuk melaksanakan pemeriksaan setelah sembuh dulu.Tapi karena ada surat dari tim dokter independen yang 4 orang itu, dengan didukung teknologi yang modern sampai saat ini mengatakan kalau penyakit ini tidak bisa disembuhkan. Karena nama penyakit Soeharto adalah kerusakan otak yang permanen.

Jadi karena bolak-balik terus saya harus bersikap dong sekaligus memenuhi standar hak asasi universal (berlaku untuk siapapun).Saya berprinsip kalau orang sakit itu tidak bisa dibawa ke sidang pengadilan. Di situ pula saya tidak mengerti orang selalu bilang in absentia, lama-lama orang mati pun dibilang ini absentia kan? Dokter yang menangani ini ada berpuluh-puluh, ditambah semua profesor yang ada di negara ini mengatakan dia sakit. Dia hanya memahami perintah-perintah yang sederhana dengan dakwaannya 60 halaman lebih yang minimal 1 saksi dan 1 pasal.

Lantas apa yang anda lakukan setelah mengetahui ?

Saya mengambil langkah SKP3 ( Surat Ketetapan Perintah Penghentian Penuntutan ).

Alasan anda mengeluarkan SKP3 ?

Karena kasus ini selalu dikembalikan oleh pengadilan. Bahkan saya dengar terakhir oleh pengadilan Jakarta Selatan berkasnya disuruh di bawa. Kok malah sebagian orang mengatakan ini surat perintah penghentian penyidikan (SP3), ya salah. Kenapa salah ? Karena perkaranya sudah pernah disidangkan, namun Pak Harto tidak pernah hadirkan. Jadi sudah lewat masa penyidikan. Masalahnya tidak bisa dilanjutkan sidangnya karena berita perkaranya tidak bisa di bacakan. Kenapa tidak bisa dibacakan karena orangnya tidak ada, sedang sakit. Jadi saya perintahkan kepada kejaksaan Jakarta Selatan untuk mengeluarkan SKP3 itu.

Didalam KUHAP SKP3 ini nanti bisa dibuka lagi, kalau orangnya sembuh. Setelah saya keluarkan itu ternyata dimakan oleh LSM dibilanglah macam-macam sehingga muncul pra peradilan. Pra peradilan itu dikabulkan dan di anggap tidak sah. Kemudian saya banding ke Pengadilan Tinggi. Pengadilan Tinggi membatalkan keputusan dari pengadilan Jakarta Selatan dan menyatakan sah. Maksudnya adalah Soeharto tidak mungkin untuk disidangkan.

Lantas bagaimana jika Soeharto meninggal ?

Gugur perkara pidananya dan ini sudah menjadi ketetapan hukum yang berlaku.

Kabarnya anda mengeluarkan SKP3 karena ada tekanan dari SBY ?

Omong kosong semuanya. Karena esoknya Pak SBY melihat respon masyarakat yang begitu luas saat berpidato dan sebagai penaggung jawab politik tertinggi minta untuk di endapkan. Tapi yang saya maksudnya tidak putus, nyambung perkaranya. Karena perkara adalah wewenang pengadilan dan Pak SBY patuh pada pengadilan.

Seharusnya seperti apa sikap jajaran dari pemerintah dan lapisan masyarakat lainnya terhadap kasus hukum Soeharto ini ?

Semua harus patuh hukum. Kasus ini bisa dibuka kembali jika ada keterangan dari tim dokter yang mengatakan Soeharto sembuh. Sekarang kenyataannya apa bisa sembuh? Malah makin bertambah parah.

Banyak orang yang mengeritik anda di dalam mengambil sebuah kebijakan,
apakah anda merasakannya ?


Saya akan bersifat fair dan profesional jika ada yang tidak suka dengan saya di dalam mengeluarkan SKP3 , silahkan ambil langkah hukum . Sudah diambil kan, yang menentukan pengadilan sehingga keluar praperadilan yang akhirnya diputuskan oleh pengadilan tinggi. Sekarang orang banyak ribut untuk cabut, apa yang musti dicabut? Kan pengadilan sudah bilang sah.

Bagaimana pendapat anda mengenai komentar Hendarman Soepandi yang menawarkan win-win solution untuk kasus perdata Soeharto ?

Hedarman jaksa agung sekarang bisa apa. Ini kasus perkara perdata. Setiap perkara itu ada 2 aspek pidana dan perdata. Jadi setelah saya mengeluarkan SKP3 saya juga langsung proses perdatanya karena saya sudah dapat surat kuasa dari pak SBY. Namun karena belum sempat saya bawa ke pengadilan dan kebetulan ada pergantian jaksa agung maka dia langsung membawa kasus perdatanya ke pengadilan melalui surat kuasa dari SBY untuk saya.

Kalau Soeharto meninggal kasus pidananya gugur, bagaimana dengan perdatanya ?

Perdatanya tetap jalan terkecuali ada perdamaian untuk mencabut perkaranya.

Artinya Tap Mpr no 11 tahun 1998 yang diributkan dicabut sebenarnya tidak berfungsi untuk kasus ini ?

Iya, kalau kroninya mau diusut silahkan saja. Tapi tidak untuk kasus Soeharto karena sudah disahkan oleh Pengadilan Tinggi.
(/)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads