Bersama Suciwati (4)
Tak Terpikir Bersuami Lagi
Selasa, 15 Mei 2007 09:00 WIB

Jakarta - Kalau boleh memilih, Suciwati ingin nyawanyalah yang diambil. Bukan nyawa Munir. Maka ia akan terus berjuang agar kematian si suami terungkap. Kini setelah hampir 3 tahun kematian itu, tidak terpikir bagi Suci untuk menikah lagi. "Nggak kepikir," kata Suci menjawab pertanyaan detikcom tentang kemungkinan ia akan menikah lagi.Suciwati ditemui detikcom di Gedung Tifa, Jalan Jaya Mandala, Jakarta Selatan. Di kantor inilah, Suciwati bekerja untuk membiayai hidup buah cintanya dengan Munir, Soultan Alif Allend dan Diva Syuuki.Berikut petikan perbincangan dengan Suciwati:Mbak Suci kan pernah menghadap Kapolri, Presiden, bahkan sampai ke PBB untuk pengungkapan kasus ini. Namun ada sebagian orang yang memandang negatif langkah anda. Ada yang menuduh Suciwati menjual kasus tewasnya Munir ke lembaga-lembaga politik dan lembaga hukum asing. Bagaimana Mbak menyikapi hal ini?Kalau saya menjual apa yang saya dapatkan dari itu? Ketenaran? Buat apa ketenaran? Kalau saya boleh memilih lebih baik saya berada di rumah dengan anak-anak saya. Itu pilihan saya.Kalau orang berpikiran seperti itu saya pikir picik sekali. Saya hanya kasihan. Kalau itu bagi saya sangat menyakiti hati saya. Apa yang saya dapatkan dari mereka (orang-orang yang Suci temui)? Saya minta keadilan kok.Apa sih yang mesti dicari di dunia ini? Bagi saya dan Munir adalah kebahagiaan. Kalau kita mau ketenaran, kita mau kaya, sebenarnya bisa. Jual diri. Dia (Munir) bisa jadi lawyer. Menjual hati nurani. Tapi persoalannya kami tidak bisa melakukan hal itu.Ada orang yang ngomong begitu itu kasihan sekali. Apa perlu suami atau istri mereka dibunuh dulu, sehingga mereka bisa merasakan. Itu hal yang sangat menyakitkan bagi saya. Mereka harus tahu bahwasanya saya harus pergi kemana pun. Kalau ada keadilan di sini ditegakkan, kemudian secepatnya dipenjara para pelaku itu, saya tidak akan pergi ke mana-mana.Apakah sejauh ini ada orang yang datang akan memberikan jaminan atau bantuan?Jaminan apa? Tidak ada. Terus terang saya akan menolak. Yang saya harapkan kebenaran dan keadilan.Apa yang paling Mbak Suci harapkan agar kasus ini segera bisa terungkap?Yang saya harapkan sejak awal kenapa saya berbicara kemana-mana, harus pergi meninggalkan anak saya meskipun dengan berat hati, ya keadilan. Keadilan buat saya, keadilan buat anak-anak saya. Ya, seperti janji presiden sendiri. Komitmen terhadap kasus ini, kasus ini terbongkar apa tidak itu sama halnya negara kita berubah atau tidak.Sampai kapan anda akan terus berjuang untuk pengungkapan kasus suami Anda?Ya sampai keadilan ini didapatkan. Mungkin sampai saya mati. Ya mungkin saya akan tetap melakukan apakah saya hanya berbicara kepada publik. Apakah saya akan menulis surat atau apapun saya akan terus meminta keadilan ini.Sejak awal Mbak mungkin sudah bersiap bahwa hidup dengan Munir sudah merupakan sebuah risiko?Saya pikir saya dengan dia punya idealisme yang sama. Makanya saya sama dia bisa nyambung. Kenapa saya memilih dia dan kenapa dia memilih saya. Itu soalnya. Dan tidak banyak orang yang memiliki garis apa yang kita yakini. Ya itulah hidup. Hidup kan soal pilihan. Apakah kita akan memilih hidup menjadi seorang yang rendah atau orang yang memang dipilih oleh Tuhan. Tentang kematian Munir, anda menganggapnya seperti apa? Apakah sebagai takdir?Sejak awal, (kematian Munir) ini saya yakini sebagai takdir. Mati hidup manusia itu Tuhan kok yang menghidupi. Kalau kemudian jalannya seperti itu itu ya kekuasaan Tuhan. Tuhan menyatakan kau sudah harus beristirahat. Sudah. Kalau ada orang bilang bahwasanya sayalah yang membunuh itu hanya orang yang sombong. Saya pikir itu. Kalau Tuhan tidak berkehendak, bisa dia selamat. Artinya itu.Anda sudah ikhlas atas kematian Munir?Saya ikhlas menerima semua hal. Tapi bagi saya ada hal yang lebih penting. Ada kebusukan di sana yang harus diungkapkan. Persoalan mati hidup itu milik Tuhan. Tapi persoalan keadilan kebenaran yang dibuat oleh manusia itu bisa. Kita harus minta itu.Orang suka lupa, suka salah menafsirkan dan menyatakan anda tidak ikhlas, anda tidak ikhlas. Bukan itu. Saya ikhlas menerima kenyataan bahwasanya suami saya sudah meninggal. Tapi bahwasanya harus pasrah tidak. Bahwasanya tugas saya sebagai manusia hidup adalah mencari kebenaran. Dan itu tugas saya.Untuk ke depan bagaimana?Saya pikir mengalir apa yang saya rencanakan dengan alharhum. Tetap saya lakukan. Jadi yang pasti prioritas bagi saya dalam hidup saya ya terus. Saya sih kadang-kadang kalau boleh memilih lebih baik nyawa saya kok yang diambil, daripada dia. Karena memang dia masih diperlukan oleh negeri ini. Tapi itulah takdir. Maka saya harus realistis menerima apa adanya. Dan saya harus menjalani kehidupan ini ke depan. Yah, saya ingin mengumpulkan kepingan-kepingan yang sudah rusak. Kebahagiaan kami yang sudah rusak. Untuk masa depan anak-anak ingin mengarahkannya ke mana? Saya sih saya serahkan kepada mereka. Apapun pilihannya. Yang penting saya selalu berusaha memberikan lebih banyak pengetahuan. Saya berusaha mengajari mereka untuk saling membuka dialog tentang pilihan-pilihan. Saya ajak mereka itu persoalan proses berpikir. Mulai saya bangun itu. Berdiskusi mana yang buruk, mana yang jelek. Apapun persoalan hidup.Mereka tidak protes dengan kegiatan yang selama ini Mbak lakukan. Apakah mereka bisa mengerti dengan perjuangan anda? Ya pasti protes ya. Nggak mungkin tidak. Kenapa sih bukan orang lain saja. Kenapa sih bukan Mbak Rena saja, keponakan saya, saja yang kerja. Makanya itu saya mulai mengajarkan pada anak mulai membiasakan diri mereka agar tahu ada hal yang tidak menyenangkan.Ada rencana yang lain, misalnya berkeluarga lagi? Nggak kepikir.Anak-anak tidak pernah tanya tentang ayahnya lagi?Iya bertanya. Seringkali mereka kangen. Bagi saya saja sebagai orang dewasa ketika mengingat itu menyakitkan. Apalagi buat anak kecil. Tapi itu hal yang wajar bagi kita. Manusiawi sekali.Awalnya itu harus diajari. Bagaimana wong itu realitas. Makanya sering saya bilang banyak hal yang kita tidak suka harus kita terima. Tidak ada manusia yang abadi. Bisa saja kapan-kapan saya meninggal. Itu hal yang biasa. Kejagung akan mengajukan PK untuk kasus Pollycarpus. Harapan Mbak Suci bagaimana?Saya sih, baik apakah dia melakukan PK atau membuat dakwaan tersangka yang baru, harus lebih hati-hati dan jeli. Bukan seperti dakwaan yang dulu dipakai buat Polly yang sumir banget. Jadi harusnya kejaksaan belajar dari pengalaman kemarin.Saya sih berharap mereka berhasil melakukan PK, memberikan novum baru, memberikan bukti-bukti baru. Saya sih akan mendukung dan saya sih sangat yakin sekali bahwa dia terlibat. Harapan-harapan lainnya masih ada?Tentang gugatan-gugatan perdata itu yang ditulis oleh detikcom cukup ya kemarin saya baca. Ada hal yang lain lagi yang tidak disebut kemarin itu adalah sebenarnya pemindahan tempat duduk itu melanggar konvensi Warsawa. Itu tidak disentuh oleh hakim.Ada tiga hal yang kemarin tidak dikabulkan. Pertama permintaan maaf. Sudah diputus salah biasanya kan orang minta maaf. Tapi itu tidak dilakukan. Kedua soal audit di Garuda, investigasi di situ. Agar ke depan tidak mudah dipergunakan oleh pihak-pihak yang tidak berkepentingan. Dalam hal ini intelijen bisa masuk.Kan selama ini itu sudah diakui oleh Indra Setiawan sendiri bahwasanya bisa saja siapa pun bisa masuk. Dia hanya owner. Bagi saya luar biasa itu. Sebuah BUMN yang notabene itu uangnya dari rakyat, itu bisa diobok-obok begitu. Dan yang ketika, pemindahan tempat duduk itu. Itu sebetulnya sangat sangat krusial sebetulnya. Itu sebetulnya kan tidak bisa. Itu saja sebetulnya.Tentang upaya bandingnya?Ya kita akan tetap banding. Tuntutannya masih sama. Saya pikir berapa pun nilainya tidak sebanding dengan Munir hidup. Tidak bisa dibandingkan dengan apapun. Tidak tergantikan apapun. Itu saja. Saya sih berharap pemerintah serius menanganinya. Polisi, kejaksaan jadi sebuah tim. Jadilah sebuah tim untuk sebuah kebenaran dan keadilan. Saya pikir itu para penjahatnya mencari lubang-lubang mencari kelemahan itu. Kenapa kita tidak memperkuatnya dengan kerja sama untuk meramu menjadi lebih baik? (iy)
(/)