Helmy Yahya
Golongan Bawah, Teruslah Bermimpi
Minggu, 25 Sep 2005 09:59 WIB
- - Mereka yang pernah menonton acara kuis Siapa Berani di televisi, pasti tahu siapa laki-laki yang akrab disapa Helmy Yahya ini. Penampilannya selalu necis, berjas, dan berkaca mata (belakangan matanya sudah dioperasi sehingga kaca matanya sudah ditanggalkan-red). Kiprahnya di dunia production house (PH) melaju sangat cepat dari perkiraan banyak orang. Hanya dalam tempo lima tahun bergelut di dunia entertainment, dari tangan suami dari Harfansi (Aci), ayah dari Rendy (18), Digo (12), dan Rachell (8) itu, telah lahir lebih dari 60 program mata acara televisi, baik variety show maupun reality show yang memperoleh sambutan baik. Sebut saja, Siapa Berani, Nikah Gratis, Penghuni Terakhir, Tolong, Uang Kaget, Bedah Rumah, Lunas, Renovasi Sekolah, Mimpi Kali Yee, Asal, Warisan, dan lain-lain.Untuk sengaja bertemu laki-laki kelahiran Palembang, 3 Maret 1963 ini, sungguh sulit. Dia hampir tak punya waktu senggang. Jadwal kegiatannya padat, tetapi dijalaninya dengan enjoy. Seperti saat "PR" menjumpainya di sebuah taman di Kota Bandung, Agustus lalu. Tepatnya, di kawasan Taman Pramuka Bandung, Helmy Yahya hadir di tempat itu untuk melihat dari dekat bagaimana proses pencarian calon-calon peserta "Penghuni Terakhir 3" yang terkesan santai. Tapi, begitu memasuki wilayah pekerjaan, ia langsung berubah serius. Kerja keraslah yang mengantarkan dirinya, untuk mencapai apa yang sudah dilakukannya hingga saat ini.Di balik sukses itu, jatuh bangun ia mempersiapkan dan membekali dirinya dalam menunjang pengetahuan intelektualnya. Ia mengaku, memperoleh gelar Master of Professional Accounting (M.P.A.) dari University of Miami, Florida, USA. Alumnus Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) dan SMA 1 Palembang ini adalah bungsu dari lima bersaudara. Dia mengaku telah melampaui mimpi dan cita-citanya, sehingga ia kini berpikir ingin merentang masa pensiunnya di usia 46 tahun atau 47 tahun yaitu sebelum berusia 50 tahun."Mimpi saya ke depan adalah ingin pensiun di umur 46 tahun, atau 47 tahun, mungkin hanya jadi MC saja, atau juru bicara publik untuk memberi inspirasi orang, terutama untuk golongan bawah, bahwa mereka harus bermimpi tapi juga kerja keras. Jangan hanya mimpi, tapi tidak ngapa-ngapain," ujarnya.Helmy adalah adik kandung Tantowi Yahya, selebritis yang juga segala bisa dan sedinamis Helmy. Mimpi tertingginya, sebagaimana anak kecil lainnya, adalah jadi dokter. Tetapi keinginan itu tidak tercapai, karena orang tua tidak bisa menyekolahkan. "Orang tua bilang, sudah saja cari sekolah kejuruan, Tanto (Tantowi,red) di STM. "Saya mulanya diplot untuk sekolah di SMEA, tapi nilai pelajaran bahasa Inggris dan matematika saya sepuluh," ujarnya. Melihat nilai itu, seorang pamannya yang polisi memberi masukan supaya dia masuk Akabri saja. "Akhirnya saya masuk SMA. Di kelas satu saya pakai kacamata, ya sudah, Akabri gagal ha... ha... Untung juga tidak jadi polisi ha... ha... tidak jadi dokter, lepas semua, inilah rahasia Tuhan. Kalau jadi dokter, paling bisa ngalahin dokter Boyke ha... ha...," ujar Helmy tertawa derai menyebut nama dr. Boyke Dian Nugraha yang pakar seksologi itu.Keterbatasan ekonomi inilah jalan yang harus dia lalui. Akhirnya di tahun 1981, Helmy masuk Institut Pertanian Bogor (IPB). Tetapi, tidak sampai dua bulan di IPB, dia masuk STAN Jakarta. "Di situ (IPB-red) saya tidak merasa aman juga, akhirnya saya ke STAN yang bisa sekolah gratis ha... ha...," kata Helmy mengenang.Saat ini, Helmy Yahya dikenal sebagai pengusaha PH. Di bawah bendera PT Triwarsana, dia meluncurkan berbagai program acara. Acara atau program yang dia buat selalu bertahan lama di sebuah stasiun televisi. Padahal, jarang ada orang lain yang mampu mempertahankan acara selama yang dibuat Helmy. Menurut dia, tidak mudah untuk membuat acara agar tetap ditunggu, ditonton, dan dibicarakan khalayak pemirsa televisi. Helmy mengaku sebagai murid "Ratu Kuis" Ani Sumadi. Ani Sumadi memang dahulu dikenal sebagai pencipta dan pencetus acara-acara kuis di TVRI tahun 1970-an ketika belum ada stasiun televisi swasta. Mengikuti jejak Ani, akhirnya Helmy pun kemudian digelari sebagai "Raja Kuis" Indonesia ini.Dia mengatakan, hanya mereka yang mau bekerja keraslah yang akan bisa maju dan sukses merebut kesempatan itu. "Ada orang yang talent (bakat-red)-nya biasa-biasa saja, tetapi memiliki spirit luar biasa. Mungkin saya termasuk kategori orang yang seperti ini. Saya orang biasa yang tertolong oleh spirit dalam dada yang 'gila'. Tapi kegilaan spirit saya, mudah-mudahan tidak merugikan orang lain. Saya hanya menyimpan baik-baik spirit saya dan memupuknya. Karena saya pikir, itulah andalan saya untuk bisa eksis di dunia entertainment," ujar Helmy Yahya.Berikut petikan wawancara wartawan "PR" Ratna Djuwita dengan Helmy Yahya, yang berlangsung kadang ditingkahi tawa renyahnya dan nada bicaranya yang sesekali meninggi penuh makna penekanan.Selintas orang menilai Anda sudah sukses meraup apa yang diinginkan sekarang ini, tetapi bisa diceritakan bagaimana Anda bisa seperti sekarang ini?Tidak mudah membangun ini semua, saya tidak pernah bisa melupakan sejarah, setelah lama bergabung dengan guru saya, Ibu Ani Sumadi, saya kemudian memutuskan untuk keluar dan harus bisa menjadi sesuatu. Acara yang saya kerjakan waktu itu adalah kuis Siapa Berani, Mimpi Kali Ye, Asal, Penghuni Terakhir, Uang Kaget, Bedah Rumah. Lebih setahun aku bisa melakukannya. Saya juga tahu betul apa yang harus dicari agar acara itu tidak bosan. Tantangannya itu berbeda satu sama lain, saya tidak membuat atas permintaan penonton, tapi bagaimana memenuhi keinginan penonton. Dari semua mata acara, kini jumlahnya 60-an dan yang diputar ada sekitar 10 acara.Sejauh mana Anda terlibat pada setiap mata acara yang dieksekusi?Tim kreatif setiap acara selalu ada. Saya ikut campur selalu di awal acara saja, selanjutnya dilepas. Pada awalnya saja saya berada di antara mereka. Misalnya, bagaimana mendesain sebuah karya, tetapi eksekusinya oleh "anak-anak". Untuk membuktikan bagaimana dikerjakan dengan baik, setiap acara memang sempat ditunggui karena sebuah karya yang baik, bukannya hanya desainnya yang bagus, tetapi eksekusinya juga menjadi faktor yang sangat menentukan. Dengan semakin banyaknya acara yang ditampilkan, saya harus bisa memberi kepercayaan pada bawahan. "Penghuni Terakhir" saya hampir lepas tangan, paling supervisornya tinggal lapor. Bentuk kreatif dan kepercayaan juga bisa membuat bawahan bekerja maksimal dan nyaman.Ada yang mengatakan acara-acara yang dibuat Anda ada kemiripannya dengan acara-acara yang di luar negeri, bagaimana menanggapi itu?Oh ya, saya menghargai kritik. Semua acara ini terinspirasi dengan acara-acara di mana pun, bukan hanya di AS, tetapi bisa saja dari Singapura, Malaysia, India. Kadang-kadang punya ide tertentu yang formatnya di sana bukan reality show tapi saya eksekusi menjadi reality show. Terkadang saya banyak juga dapat ide dari film, dari buku-buku. Saya pikir sah-sah saja karena persoalan paling besar adalah bagaimana mendomestikasi sebuah karya, karena tidak semua reality show atau kuis yang diambil dari luar, setelah dibuat di dalam negeri bisa meledak. "Penghuni Terakhir" bisa orang bilang meniru, tapi saya bilang tidak, karena content Indonesia-nya. Seperti Anda bicara "PR", itulah bedanya koran daerah, dengan koran nasional, kan sama penerapannya, bisa sama ukuran, isi, tapi so what? sudah punya penggemar masing-masing. Kalau kita bicara Jabar, orang mungkin akan baca "PR" daripada yang lain. Karena local content "PR" itu Jawa Barat. Jadi kalau mau tahu kandungan lokal Jawa Barat, ya "PR". Itulah yang saya lakukan, karena yang paling mengerti kita, kan kita sendiri.Di Indonesia sistem tiru-meniru cukup dikenal. Persaingan ini memang tidak bisa terelakkan di dunia televisi. Bagaimana menyikapinya?Terus terang, hanya mengelus dada kalau karya saya ditiru habis-habisan. Ada salah satu acara --janganlah saya sebutkan namanya-- etikanya nggak benar, makin ke sini makin mirip, jadi kita bicara sebuah etika. Kenapa sih tidak mau membuat kreasi sendiri? Kita sempat komplain karena acara "Uang Kaget" itu kami sempat beli haknya dari Jepang, dan saya dengar Jepang itu sempat menegur pihak televisi yang menyiarkannya. Sebenarnya selama ini saya nggak pernah komplain, saya ikhlas, Acara Siapa Berani begitu booming, semua kuis pakai yel, sekilas saya ikhlaskan. Tapi kalau begini terus dibiarkan, sudah nggak benar juga. Seharusnya kita bersaing sehat, kreatif, kalau mau meniru mbok jangan terlalu sama lah. Saya juga terinspirasi dari luar, tapi waktu saya buat kan tidak sama. "Uang Kaget" saya beli tidak murah, saya beli 750 dolar AS per episode ke Jepang, dan itu ditiru begitu saja, saya pikir they are not fair (mereka tidak jujur,red), dan saya harus mengedukasi juga. Tidak haruslah membayar ke saya, tapi sedapat mungkin carilah sesuatu yang berbeda.Kesuksesan Anda tentu didukung lingkungan dan kinerja yang bagus, bagaimana melihat makna sukses, menurut Anda?Ketika saya merekrut pegawai, tidak pernah bertanya sekolahnya apa, tamatan dari mana, IP (indeks prestasi,red) berapa, tidak. Ada satu pertanyaan saja, apakah mau bekerja keras dan mau belajar atau tidak. Saya juga melihat apakah mereka bisa bekerja dalam satu team work. Pada jajaran level 2 dan 3 di kantorku, ada yang dari office boy, sopir, operator telefon, tetapi mereka mau belajar. Masalah ilmu televisi, tidak saya utamakan, wong saya sebagai bosnya saja nggak belajar televisi kok, ha... ha ... S-2 saya akuntan, tapi ketekunan yanag luar biasa dan semangat belajar sekarang perlu dihadirkan. Jadi yang penting asal mau belajar. Inilah yang saya inspirasikan ke bawah. Ini penting karena dulu saya pernah serentak membuat 14 program. Kalau semuanya minta saya ada di tempat acara, mungkin dianggap nggak tidur barangkali. Memang, orang sering melihat sukses ini dikaitkan dengan materi. Tetapi, saya melihat sukses tidak hanya bisa diukur dari materi. Sebaliknya, orang melihat saya termasuk salah satu entertainer yang sukses. Saya melihat sukses yang saya raih lebih pada pengakuan yang muncul dari bagaimana program saya bisa menginspirasi, memotivasi dan menjadi bagian dari bagaimana mereka memandang kehidupan ini dengan lebih optimis.Di tengah kesibukan Anda, masih punya waktu untuk mengajar? Apa kesibukan Anda di luar televisi?Awalnya saya seorang dosen, sekarang nggak punya waktu, kalau jadi dosen bisa-bisa jadi dosen "favorit" karena banyak nggak masuk. Biasanya, kita mahasiswa kalau dengar dosen nggak masuk senang banget, ha... ha... Jadi saya tidak mau jadi dosen "favorit". Tetapi saya tahu jiwa saya seorang pengajar, ayah saya seorang guru. Saya menikmati betul, ada kebahagiaan yang luar biasa. Ada kejadian saya bicara di sebuah seminar, lalu orang-orang mendatangi saya mengucapkan terima kasih karena telah memperoleh pencerahan, aduh peristiwa itu yang membaut saya melayang. Nilainya sangat tinggi sekali bisa meng-influence (mempengaruhi) orang lain. Dalam hal jadi MC (master of ceremony,red)juga demikian. Filosofinya sama, karena secara fisik saya tidak mungkin bisa menjadi sebagai seorang selebriti. Wajah, tinggi tubuh, dada saya tidak bidang. Saya dikenal karena perjuangan saya dari bawah, dan saya pikir ada area yang bisa menginspirasi orang. Dan itu saya mengisinya melalui forum-forum seminar, bahkan ada rencana di waktu mendatang, mulai dari Bandung ini saya akan menggelar seminar keliling untuk 12. Ini kegiatan non broadcasting. Saya bahagia kalau bisa menginspirasi banyak orang untuk menjadi pengusaha.Dari semua acara yang diciptakan, tampaknya Anda suka dengan pekerjaan yang selalu mengandung tantangan?Mungkin Anda benar, karena saya suka dengan tantangan dan melakukan sesuatu yang menurut keyakinan saya bisa. Mungkin orang menyebut saya sebagai orang yang berambisi. Akan tetapi itu yang membuat saya terus menghasilkan karya karena bagaimana kita bisa meyakinkan orang lain jika diri kita sendiri saja tidak yakin. Bidang entertainment membuat saya tidak bisa bekerja sendirian. Karena itu keterlibatan orang yang tepat dan terampil untuk mewujudkan karya menjadi sebuah keharusan. Dengan keyakinan bahwa karya yang saya hasilkan memiliki bobot, maka saya harus memilih orang dengan bakat yang tepat untuk menampilkan kepada pemirsa. Contohnya figur Taufik Savalas, Alya Rohali. Beberapa acara yang dipandunya sangat menyatu dengan acara yang dibawakannya.Melihat kesibukan Anda yang tinggi, kapan Anda bersama keluarga? Pernahkah diprotes karena waktu untuk mereka jadi sedikit?Oh ya, akhirnya mereka harus bisa mengerti. Dan saya tahu betul, di balik sukses seseorang, pasti ada istri yang setia mendukung, saya tahu itu. Tidak mungkin saya bisa begini tanpa dukungan istri saya Aci, saya orang Piesces kelahiran 6 Maret 1963. Watak orang Piesces, bila ada persoalan selalu lari ke rumah. Dan itu saya. Kalau ada masalah, akan kelihatan pada performa yang tidak maksimal di televisi. Saya orang yang tidak bisa berpura-pura, nggak bisa bohong. Jadi untuk tampil terbaik, kondisi harus baik. Kebetulan anak juga mendukung, dan punya kesibukan masing-masing. Randy kuliah di bidang broadcast, Rigo kelas 2 SMP, Rachel kelas 3 SD. Anak kedua tekuni komputer. Anak ketiga...nggak tahu, belum kelihatan. Tetapi mereka akan tumbuh sesuai kemampuannya saja. Tentang anak-anak, saya tidak peduli apa mau ikut saya atau tidak. Saya saya hanya mau mereka bisa berkembang apa adanya sesuai pilihannya. Anak saya yang kedua Rigo, malah mau jadi pengusaha karena dia punya warnet. Yang pertama malah mau punya kafe, karena dia suka campur-campur minuman. Dan itu inisiatifnya dari mereka. Menjadi entrepreneur itu memang mahal karena tidak ada sekolahnya. Kalau mereka rugi saya ikhlas, karena kita tahu orang-orang sukses itu kadang-kadang bakatnya bukan dari sekolah, tapi yang diperoleh dari luar sekolah.Hidup di antara perempuan-perempuan cantik, bagaimana mengatasi itu dari gosip?Sayalah yang harus membatasi diri. Yang jelas saya punya image yang harus dijaga. Jualan saya itu image. Lebih dari 20 tahun saya bangun image, tidak mungkin dengan konyol saya runtuhkan begitu saja. Godaan pasti ada dan banyak, insya Allah dengan dukungan istri cukup banyak yang menjaga saya. Gosip? Biarin sajalah, saya pernah digosipkan dengan Alya, dan tidak terbukti kan. Lalu yang belakangan dengan mantan sekretarisku. Kadang-kadang media tidak fair, saya tahu betul ada gosip yang dibuat. Mereka kadang-kadang bilang, siapa lagi yang mau digosipin? Tapi karena media juga mereka tahu bagaimana saya bersikap. Saya tahu saya besar karena mereka.Apakah semua ini berarti mimpi Anda sudah tercapai?Bukan lagi tercapai, saya orangnya bukan ambisius, tetapi kenyataannya, mimpi saya itu sudah jauh terlampaui. Karena dulu, saya ingin jadi pegawai negeri. Dengan pangkat kepala bagian (kabag) saja sudah bahagia sekali. Alhamdulillah saya lampaui, dibanding saudara saya, ha... ha... Saya pikir, bila sudah mendapat reward, imbalan dari hasil yang dikerjakan, terus terang apa yang saya dapatkan dan kerjakan sekarang ini, sudah jauh melampaui yang saya impikan itu. Apalagi bila dibandingkan dengan ayah saya, hanya seorang pedagang kaki lima, dan guru. Ini suatu quantum leap (lompatan besar,red) yang luar biasa dalam hidup saya. Apa pesan Anda bagi yang ingin sukses?Terakhir, teruslah kerja keras. Bagi golongan bawah, teruslah bermimpi
(/)