Menjadi Obat Atau Duri Dalam Daging

Menjadi Obat Atau Duri Dalam Daging

- detikNews
Kamis, 08 Sep 2005 19:01 WIB
Jakarta - PBI mengenai penilaian kualitas aktiva produktif tujuannya bagus. Tapi, kalau diberlakukan seketika dikhawatirkan para penerima kebijakan akan sock dan tidak aplicable. Kenapa kalangan perbankan gelisah dengan PBI ini? Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 7/2/2005 mengundang perhatian masyarakat, khususnya kalangan perbankan. Meski ada pro dan kontra, BI tetap bersikeras menjalankan peraturan tersebut. Tapi, BI berjanji akan me-review kembali peraturan ini pada tahun depan.     Hal krusial apa sebenarnya yang ada di dalam PBI ini hingga membuat kalangan perbankan merinding? Apa implikasinya bila peraturan ini tetap dijalankan? Inilah komentar Elvyn Gahadi Masassya, Direktur Kepatuhan PermataBank, kepada InfoBank, pertengahan bulan lalu. Petikannya: Menurut Anda, apa yang menjadi kontroversi dalam PBI No. 7/2/2005, khususnya tentang kolektibilitas aktiva produktif?    Sebenarnya PBI itu tidak hanya memuat tentang kolektibilitas aktiva produktif. Masih banyak hal yang dimuat PBI itu dan pantas untuk mendapat perhatian serta concern buat praktisi. Misalnya, tentang surat berharga, penempatan atau pinjaman antarbank, dan agunan yang diambil alih. Tapi, karena aspek kredit lebih menonjol, maka itu yang ramai diperbincangkan.     Secara umum, PBI ini filosofinya memang bagus. Tujuannya agar bank-bank menjadi prudent, konservatif, dan in the long run akan menjadi rambu-rambu yang bagus buat perbankan. Tapi, kalau itu diberlakukan seketika di mana pelakunya tidak siap, bisa jadi akan terjadi shock dan menjadi tidak aplicable karena masalah teknis. Artinya, kalau dipaksakan, akan sulit untuk diimplementasikannya.    Hal teknis apa yang menjadi masalah dalam menyesuaikan kolektibilitas aktiva produktif?    Pertama, perlu waktu bagi bank mencari informasi ke BI tentang kolektibilitas debitor di bank lain. Katakan, suatu bank punya debitor 100.000, berarti, harus ada 100.000 informasi yang diperlukan. Nah, kalau bank mengurus itu terus, bisnis dia ’kan bisa terganggu dengan debitor bersangkutan.     Kedua, dalam konteks adjustment (penyesuaian) yang ada tiga approach, yaitu one debtor concept, one project concept, dan one obligor concept. Esensi pengertian one debtor concept adalah bank harus memberlakukan kolektibilitas yang rendah atau sama terhadap suatu debitor yang memiliki rekening di beberapa bank.     Misalnya, si Badu punya kredit di bank A untuk membiayai engineering yang berlokasi di Jakarta. Sedangkan, kredit di bank B untuk membiayai perkebunan di daerah. Nah, kalau kredit di bank A kolektibilitasnya dua, tapi di bank B kolektibilitasnya tiga, maka bank A harus meng-adjust kolektibilitasnya menjadi tiga.     Yang menjadi debatable dan pertanyaan, bagaimana bisa dua proyek, dua cash flow, dua kondisi, dan dua kolateral yang terpisah tapi dimiliki satu debitor kolektibilitasnya harus sama?     Kenapa debatable?     Karena, PBI ini ’kan tidak men-declare secara spesifik. Nah, suggest saya agar bank lebih mudah menerapkan harusnya ada contoh kasus atau industrinya seperti apa. Kalau sekarang, menurut saya, isi pasal itu lebih bersifat umbrella. Artinya, belum mendetail. Meski detail itu harusnya ada di surat edaran (SE), tapi di SE itu sendiri ’kan belum sampai ke sana.     Saya bisa paham dan bisa menerima one debtor concept kalau misalnya debitor itu melakukan side screenning atau untuk proyek sindikasi. Side screenning artinya, kredit dari sini untuk dipakai proyek sana atau kredit dari sana untuk dipakai proyek sini.     Sedangkan, kalau diterapkan untuk proyek sindikasi yang artinya proyek dan cash flow-nya sama, tapi karena jumlah kreditnya besar, bank bisa patungan. Jadi, dalam konteks one debtor concept, menurut saya, masih perlu untuk didiskusikan lebih lanjut, apakah perlu persamaan kolektibilitas.    Hal apa lagi yang menarik dalam kualitas aktiva produktif?Yang menarik adalah penyesuaian kolektibilitas bank yang dikaitkan dengan periode keterlambatan bayar. Sebelumnya, kredit dianggap macet kalau dia menunggak 270 hari. Sedangkan, sekarang menjadi lebih pendek, yaitu 180 hari.     Implikasinya, kalau bank punya debitor dengan kolektibilitas golongan tiga, dengan peraturan ini, mungkin akan bergeser ke golongan empat. Implikasi selanjutnya akan mengakibatkan bank harus membentuk provision lebih besar untuk setiap kolektibilitasnya. Dan, pada gilirannya akan mengakibatkan kemampuan bank untuk memupuk laba menjadi berkurang.     Memang, bagi bank yang sudah membentuk provision lebih besar dari peraturan BI tidak akan mengalami implikasi yang terlalu dahsyat. Karena, implikasinya cuma kelebihan provision, yaitu menjadi lebih sedikit dibandingkan dengan sebelum PBI ini diimplementasikan.     Tapi, kalau bank yang provision-nya pas-pasan, mau tidak mau, dia harus siapkan provision tambahan. Nah, buat bank-bank yang seperti ini, potensi dia untuk menaikkan profit agak berkurang.    Bagaimana dengan penyesuaian kolektibilitas one projek concept?     Untuk hal yang satu ini, saya bisa terima karena cash flow dan pengelolaannya sama. ’Kan tidak mungkin suatu proyek sebagian bagus, sebagiannggak. Itu make sense.    Kalau one obligor concept?    One obligor concept ’kan belum diberlakukan di sini dan tidak disebutkan dalam PBI. Yang baru berlaku adalah one debtor concept dan one projeck concept. Menurut saya, one obligor concept kalau diimplementasikan harus lebih berdasarkan pada masing-masing perusahaannya.     Misalnya, si Badu punya tiga perusahaan di bidang yang berbeda, kredit dari bank yang berbeda, kondisi usahanya berbeda, dan badan hukumnya berbeda. Tapi, tentunya tidak terlalu fair kalau disamakan kolektibilitasnya.     Bagaimana dengan aspek perlakuan terhadap surat berharga dalam PBI ini?     Di dalam PBI itu disebutkan bahwa bank-bank hanya boleh memiliki surat berharga yang dikategorikan golongan lancar. Dalam artian, jika surat berharga itu diperdagangkan di pasar modal dan juga memiliki rating investment grade minimal dalam satu tahun terakhir.     Namun, dalam praktiknya, tidak semua bond atau surat berharga mendapatkan rating dalam satu tahun terakhir. Biasanya, surat berharga atau bond di-rating pada saat mau dilepas ke market atau pada saat perusahaan meng-issue. Nah, kalau surat berharga sudah masuk pasar modal, sedangkan dari Bapepam (Badan Pengawas Pasar Modal) tidak ada persyaratan untuk me-rating setiap tahun, tentu si issuer tidak akan melakukannya.    Nah, masalahnya, bond tadi sudah dibeli bank dan jumlahnya cukup banyak. Kalau dia tidak di-rating setiap tahun, maka tidak boleh dianggap lancar dan bank harus membentuk provision terhadap itu.     Tapi, kalau bank tidak mau membentuk provision, berarti harus jual surat berharganya. Kalau bank harus jual surat berharga seketika, sedangkan demand-nya nggak ada di market, ’kan bisa jual rugi (cut loss).     Kalau masalah dari aspek penempatan atau pinjaman antarbank?    Di perbankan itu sangat mungkin terjadi risiko sistemik. Kalau pinjaman yang diberikan kepada suatu bank dan bank itu kemudian masuk dalam pengawasan khusus, maka bank yang memberikan pinjaman harus menyiapkan provision. Masalahnya, kita nggak tahu bank mana yang nanti akan masuk pengawasan khusus atau bermasalah. Yang tahu cuma BI karena bisa setiap saat melakukan pemeriksaan pada setiap bank.     Dalam kaitan ini, mungkin bisa sebagai suatu wacana yang dipertimbangkan, yaitu BI membuat rating bank secara resmi tapi tidak dipublikasikan kepada masyarakat dan khusus ditujukan kepada bank-bank. Karena sifatnya rahasia, bank tidak boleh membocorkannya kepada masyarakat. Memang, ini bisa menimbulkan pro dan kontra. Tapi, setidaknya, BI bisa memberikan clue atau sinyal bahwa ada bank-bank yang berpotensi untuk bermasalah sehingga informasi ini bisa ditangkap oleh pelaku di industri perbankan.     Ada saran agar PBI ini lebih disempurnakan?    BI bisa me-review kembali kalau memang PBI ini tidak applicable. BI bisa melakukan koordinasi dengan Bapepam atau industri lain yang tidak ada di domain industri perbankan. Sehingga, regulasi yang dikeluarkan itu inline dan saling men-support.     Selain itu, BI bisa memberi kesempatan kepada perbankan untuk meng-extend implementasinya lebih panjang dari yang sekarang, tidak seketika dan tidak serta merta. Saya kira, satu tahun waktu yang cukup buat bank untuk melakukan preparation menjalankan PBI ini.     Khusus tentang penyesuaian kolektibilitas agar menjadi lebih mudah diimplementasikan, sebaiknya infrastruktur makro kita lebih disiapkan lagi seperti adanya pusat informasi yang disebut dengan biro kredit atau sistem informasi debitor. Saat ini ’kan biro kredit itu belum terealisasi. Yang ada adalah pola untuk mencari informasi debitor secara one on one. Ini ’kan membutuhkan waktu dan belum bisa seketika.     Memang, PBI ini mengacu kepada Basel II Accord dan no wonder bahwa substansinya bagus. Perubahan itu ’kan ada dua approach, yaitu secara radikal atau secara gradual. Secara radikal bisa efektif kalau pelakunya ready dan infrastrukturnya mendukung. Tapi, perubahan radikal bisa menjadi kontradiktif kalau pelakunya tidak ready dan bisa mengganggu stabilisasi.     Maka, sebaiknya perubahan dilakukan secara gradual. Ini ’kan bukan merupakan hal yang baru karena cukup banyak PBI sebelumnya dalam penerapannya juga tidak serta merta atau seketika.     Sebagai pelaku apakah Anda akan mematuhi peraturan ini?    BI memiliki otoritas sebagai regulator dan pelaku di industri perbankan wajib untuk mematuhi itu (peraturan). Tapi, bukan berarti tidak ada room untuk me-review berdasarkan kondisi di lapangan yang aktual. Tujuannya agar BI bisa mengimplementasikan dengan baik dan bagi bank bisa bermanfaat. Jadi, filosofinya bukan mau menghindari dan bukan tidak mau melaksanakan, melainkan bagaimana pelaksanaannya smooth dan semua tujuan tercapai. (/)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads