Berakhir Pekan dengan Tora Sudiro
Bingung, Kalau Istri tak Cemburu
Minggu, 03 Apr 2005 15:41 WIB
- - Seorang laki-laki tinggi tegap duduk di sebuah sofa. Kakinya yang panjang sedikit ditekuk agar menemukan posisi duduk yang nyaman. Pria itu baru saja usai menyelesaikan wawancara di sebuah radio swasta di Bandung. Tanpa disadarinya sudah berkumpul lebih dari lima perempuan usia muda dan cantik-cantik menyerbunya minta foto bersama.Sejenak ia terusik dan tenggelam dengan kesibukan melayani permintaan penggemarnya itu. Laki-laki yang dimaksud tak lain "bintang muda" yang lagi jadi buah bibir saat ini, Tora Sudiro.Mengenakan kemeja kotak-kotak warna merah marun dipadu jeans, penampilannya terkesan semiformal namun tetap santai.Tora -- demikian akrab disapa -- bicaranya seperti tidak pernah diam, ada saja topik pembicaraan yang bisa melahirkan tawa orang-orang yang bercengkerama dengannya. Dia memang sangat gemar bergurau dan tidak bisa berdiam diri. Dalam bahasa Sunda bisa disebut teu daek cicing. Ada lagi julukan yang paling pas buatnya, tidak merasa terkenal sebagaimana kalangan selebrits lainnya yang selalu menjaga image. Dengan tidak menjaga image begitu, justru ia melahirkan kekaguman tersendiri pada pribadinya yang familiar.Kehadirannya di peta hiburan Indonesia saat ini, telah mampu menyegarkan khasanah entertainment dan dunia acting kita. Simaklah bagaimana Tora mampu memainkan lakon yang diembannya di setiap kemunculannya di Extravaganza yang ditayangkan Trans TV selama ini. Kekuatan acting dan banyolannya yang segar mampu membuat banyak orang menyukai Tora.Di dunia acting, ia buktikan dirinya sebagai pemain terbaik melalui film "Arisan" sehingga diganjar "Piala Citra" pada Festival Film Indonesia (FFI) 2004 Desember lalu, di mana saat yang sama untuk pemeran wanita terbaik diperoleh Dian Sastrowardoyo berkat permainan cemerlangnya di film "Ada Apa Dengan Cinta?" (AADC). Sebuah loncatan prestasi yang amat istimewa, karena mampu mengalahkan para pekerja seni yang sudah lama berkecimpung di dunianya. Tora memang datang pada waktu yang tepat.Tora lahir pada tanggal 10 Mei 1973 dengan menyandang nama lengkap Taura Danang Sudiro. Menikahi perempuan yang akrab disapa Anggi pada 14 Maret 1999 dan sekarang sudah punya anak satu bernama Azzahra Nabila (5) dan istrinya kini tengah hamil jalan delapan bulan. Laki-laki yang banyak digemari lawan jenisnya ini menimba pendidikan di School of Audio Engineering, Perth, Australia.Dalam merebut kesempatan untuk tetap hidup survive, Tora mencoba berbagai pekerjaan sebagai pekerja kantoran. Itu sebabnya ia pernah kerja sebagai account executive di sebuah biro iklan di Jakarta, bidang kreatif. Pernah pula menjadi sales sebuah asuransi dan kartu kredit. Semua dijalani dengan suka cita meski bertentangan dengan latar belakang pendidikannya.Saat ini, Tora mengaku tidak punya banyak waktu lagi untuk bercengkrama dengan rekan-rekannya seperti dulu. Sedikit keteter membagi waktu, terutama setelah menerima tawaran main di sinetron "Bunda" dan harus promo film ke daerah-daerah dan shooting Extravaganza pada hari-hari tertentu di Trans TV. Pemilik tinggi badan 183 cm dan berat 83 kg ini, berusaha sedapat mungkin meluangkan perhatiannya pada keluarga yang terpaksa dilakukan di waktu malam hari setelah pulang shooting. Itulah pengorbanan yang harus dijalaninya tanpa ada pilihan lain.Dari tiga kali wawancara melalui handphone-nya ketika berada di Medan, Jakarta, dan Surabaya, serta sekali pertemuan secara eksklusif dengan "PR" di Bandung dua pekan lalu, Tora banyak berkisah perihal perjalanan kariernya yang katanya cukup berliku. Ia juga mengungkapkan kekhawatirannya terhadap keluarga, terutama istrinya Anggraini Kadiman yang telah memberinya satu anak dan kini tengah hamil lagi memasuki bulan kedelapan untuk anak keduanya.Seharusnya ia tidak perlu khawatir, tetapi istri dan anak adalah hartanya yang harus dijaga melebihi harta-harta lainnya. "Merekalah kekayaan saya satu-satunya," kata Tora kali ini sedikit serius nembuka dialog. Berikut rangkaian wawancara itu:Anda tiba-tiba mengundang simpati banyak orang, terutama kalangan wanita, apa sesungguhnya yang mendorong Anda untuk terjun ke dunia hiburan? Saya tidak tahu mengapa langkahku sampai ke sini, tapi lingkungan pergaulanlah yang mendasari ini semua. Dalam hidup ini saya tidak berani berangan-angan, membuat obsesi hidup pun masih nggak berani, karena saya masih mencarinya, tetapi dulu ibu saya juga pernah terjun di dunia acting, ketika zamannya Okky Asokawati masih aktif. Ibu saya dulu seorang model dan pernah ikut main film "Jangan Biarkan Mereka Lapar". Saya lupa tahunnya.Terjun di dunia kesenian saat ini memang menjadi angan-angan banyak orang, Anda sendiri bagaimana prosesnya hingga seperti sekarang ini? Sesungguhnya jauh sebelum saya di Extravaganza itu, saya pernah ikutan casting dan main untuk film layar lebar berjudul "Tragedy" di tahun 2000. Ini berkat diajak teman, itu pun untuk menggantikan seseorang yang tiba-tiba nggak bisa ngikutin film itu. Itu awalnya. Di film itu, saya bukan pemeran utama, usai shooting kembali kantoran, lagi asyik-asyik kerja, ada tawaran lagi main untuk film "Arisan" garapan sutradara Nia DiNata. Awalnya aku di-casting memainkan peran yang ditokohkan Surya Saputra, jadi Nino, tapi di lapangan ada perubahan karena saya dinilai enggak cocok jadi Nino, makanya dipasang jadi Sakti seperti di film itu. Ini diajak Teh Nia (Nia DiNata-red) karena sebelumnya saya menjadi karyawan bidang marketing untuk garapan film "Ca Bau Khan".Tahu enggak, jauh sebelum "Arisan" itu dibuat, saya sudah casting untuk film "Banyu Biru". Ini lucu kan? Tetapi mungkin sudah jalannya seperti ini. Saya juga punya pengalaman ketika selepas SMA tampil untuk cerita drama lepas di TVRI bersama Lola Amaria. Selang beberapa lama dari "Arisan", saya kemudian diundang Trans TV, itu pun dibohongin mau ngobrol aja katanya. Ternyata tiba di sana ada casting Extravaganza yang tengah berlangsung. Saya lalu disuruh secara spontan untuk mengisahkan masa lalu saya, disuruh ngarang, lalu saya juga disuruh baca skrip ternyata mereka suka, akhirnya ditarik untuk jadi salah satu pendukung inti Extravaganza sampai sekarang.Lawakan Anda tersaji segar, tidak monoton, bisa mengaktualisasikan diri sebagai pelawak? Sesungguhnya banyolan atau lawakan saya itu sudah pernah dilakonkan para komedian sebelumnya, bahkan terus terang saya penggemar lawak Srimulat. Setiap ada penampilan Srimulat sebisanya saya nonton. Terutama tokoh Gepeng dan Tarzan, dua figur kegemaran saya di dunia lawak. Selain Gepeng juga lawakan Kasino Indro suka banget deh, ini barangkali yang melatarbelakangi banyolan saya.Dan bicara komedi saya suka banget, banyolan kita di Indonesia ini kan bagus ya, dikaitkan dengan konsep Extravaganza yang ditampilkan itu seperti ada sesuatu yang baru. Tetapi formulanya aja yang baru, karena kalau dulu mungkin ada skrip tapi tidak panjang, lalu dikembangkan sesuka orang itu di lapangan. Pada Extravaganza, semuanya pakai skrip sehingga alur ceritanya sudah terbentuk, tinggal kita improvisasi. Lawakan saya itu adalah mengangkat kehidupan kita sehari-hari, mungkin karena dekat dengan kehidupan ini membuat orang menerimanya cepat.Konsekuensi profesi yang diterjuni saat ini tentu akan melahirkan keterkenalan nama, Anda sudah siap menghadapi semua ini? Kalau dibilang siap? Enggak tahu juga ya. Kadang saya suka ragu menghadapi masa depanku sendiri. Jadi, saya menerjuni ini prinsipnya coba-coba aja, lalu dijalani kok cocok juga. Hidup ini kan harus dijalani, harus dilewati, sehingga saya membiarkan mengalir aja, karena jauh di dasar hati saya, hanya satu yang saya dambakan, ingin menjadi ayah yang baik ha...ha...Oleh sebab itu, ketika sudah menjalani profesi seperti sekarang dan meninggalkan dunia kantoran, yang pertama saya minta izin itu pada mertua saya, lalu istri, dan orang tua saya sendiri. Kenapa mertua? Karena saya mengawini anak mereka, di mana nantinya saya menafkahi anak dan istri dari pekerjaanku sebagai pekerja seni ini. Jadi, saya harus memberi pengertian yang dalam. Di luar dugaan, mertuaku mendukung langkahku. Enak juga nih, baru deh izin ke istri, terakhir ke orang tua sendiri yang sudah dibayangkan enggak ada masalah. Kalau kemudian dikatakan saya siap, ha...ha...saya jalani saja, mudah-mudahan enggak sulit.Apakah kehadiran Anda di dunia hiburan dapat dikatakan hanya secara kebetulan? Mungkin saja begitu. Bayangkan saja, saya terjun di semua aktivitas sekarang ini karena kebetulan bantuan teman, di mana lingkungan keseharian saya juga masih di seputar itu, sehingga rasanya bisa klop. Dan semua ini enggak bisa saya lupain, saya terjun ke dunia hiburan enggak muda lagi, sudah berkeluarga pula. Pokoknya separuh berumurlah ha...ha... Dan saya percaya sekali ini sudah jalannya dari Tuhan. Makanya, saya tidak punya obsesi, karena ketika terjun ke dunia hiburan saya tengah mencari obsesi, sampai sekarang saya mencarinya belum panggih-panggih (ketemu-red).Melihat dua pijakan yang Anda rebut sekaligus, yakni menekuni dunia lawakan melalui Extravaganza dan dunia peran, yakni film dan sinetron jika disuruh memilih, berani menentukan sikap? Hari gini menentukan sikap? Jangan dulu deh. Jalani aja dulu semuanya. Yang terpenting, jangan saya yang membuat pengkotakan itu. Saya ingin menjalaninya beriringan. Karena seperti yang saya katakan tadi, saya ini tengah mencari, mencari terus apa sih obsesi saya? Belum jelas kan? Meski jauh di dasar hati saya pengin juga nantinya menentukan bidang tertentu, misalnya menjadi pelawak sejati, tetapi di Indonesia tampaknya belum ya. Kita masih bisa kerja nyambi ha...ha... Dulu juga begitu, ketika saya masih kerja kantoran, ikut nyambi main iklan dan main di filmnya Rudi Sudjarwo "Tragedi".Itulah perjalanan hidup ini, begitu berliku. Kita jangan pernah menyerah, mencoba terus sehingga suatu saat keadaanlah yang akan mengantar kita pada satu titik yang akhirnya bisa menentukan, inilah dunia yang kita dambakan sesungguhnya. Kalaupun tidak menyamai keinginan nggak apa, terus saja berusaha, jangan pernah menyerah.Anda termasuk pekerja keras ya? Buktinya tahun lalu Anda mampu membuktikan sebagai peraih Piala Citra pada FFI 2004, tanggapan Anda? Ha...ha... memperoleh Piala Citra bangga sih, meski dari dulu enggak terpikirkan untuk menang. Boro-boro, kan pendatang baru lagi. Pokoknya yang terpenting bagaimana main enak aja. Enak dilihat penonton, enak bermain bersama lawan dan partner kerja. Kalau menang, itu saya maknai hanya sebagai bonus dari sebuah pekerjaan. Prinsip saya adalah bekerja sebaik mungkin, tidak terpikirkan kalau kemudian mampu meraih penghargaan, meskipun kata orang-orang Piala Citra adalah sebuah lambang supremasi tertinggi di dunia film. Tentu prestasi itu saya syukuri. Yang terpenting lagi, setiap menghadapi apa pun pekerjaan itu saya berusaha maksimal, berbuat semampu saya.Hidup di dunia entertain akan berimbas dalam kehidupan berumah tangga Anda. Tidak khawatir istri Anda cemburu misalnya? Itulah masalahnya, justru sebaliknya, saya akan menjadi bingung jika kemudian ternyata istri saya tidak cemburu kepada saya. Saya justru menginginkan, istri saya harus bisa cemburu, itu berarti dia masih sayang dan mencintai saya. Coba Anda bayangkan kalau hidup dalam sebuah rumah dan tinggal saling cuek! Semoga saja tidak terjadi.Apabila istri saya masih suka cemburu justru saya selalu mensyukurinya, asal tidak cemburu buta ya. Karena di lingkungan kerja kesenian yang tidak mengenal waktu ini, kita memang harus pandai-pandai mengatur waktu sehingga keluarga tetap tertangani, meski untuk sekarang ini terus terang banyak di luar rumah. Tetapi dengan Anggi masih sering berkomunikasi, suka mengontrol, meski sesibuk apa pun saya di luar rumah. Coba kalau dicuekin enggak nyaman kan? Dan itu saya tidak mampu menanggulanginya.Terpikirkan sebelumnya bahwa akan menjadi seperti sekarang ini? Terus terang enggak. Meskipun sudah pernah mencoba tampil di film televisi bersama Lola Amaria, tetapi tidak terpikirkan akan terjun di dunia hiburan seperti sekarang ini. Tetapi setelah berjalan, dan lingkungan pergaulan serta pekerjaan saya membentuk ke arah itu, dan mulai menekuni dunia hiburan, dengan sendirinya saya bisa menyimpulkan sementara, bahwa sesungguhnya apa yang saya lakukan sekarang ini sesuai dengan batin saya, meski pun saya sendiri tidak terlalu yakin ha...ha...Di tengah kesibukan rutin, Anda masih mampu mempertahankan karakter demi karakter, padahal dalam sehari Anda harus memainkan peran yang berbeda, yakinkah "acting" Anda tidak saling memengaruhi satu sama lain? Itu yang paling sulit. Untungnya ketika shooting di "Banyu Biru" belum sesibuk sekarang ini, jadi saya masih bisa total, masih bisa menghayati peran sesuai yang diinginkan Mas Teddy, sutradaranya. Misalnya di "Arisan" saya main mengikuti acting-acting orang lain, sedangkan di "Banyu Biru" benar-benar dasar-dasar teaternya kental, cara memahaminya susah banget itu hasil gemblengan Mas Didi Petet selama sebulan.Tetapi pernah mengalami ketika harus shooting seharian di sinetron "Bunda" lalu sorenya ke Extravaganza, kadang baur terbawa emosi sinetron yang melo. Dan itu seharusnya tidak boleh terjadi. Menyadari hal ini, setiap jadwal Extravaganza shooting, saya sengaja kosongkan otak saya jadi saya tidak ke sinetron. Sengaja suasana diisi untuk ceria, ngebanyol, atau apa saja.Sedikit demi sedikit sudah mulai mencintai dunia hiburan terutama dunia "acting", tanggapan Anda? Meskipun belum yakin betul akan menjadi sandaran hidup, tetapi akhirnya memang fakta menunjukkan saya mulai jatuh hati pada dunia ini meskipun saya masih baru, sehingga banyak pembelajaran yang saya raup dari satu tokoh dan cara para sineas mengarahkan di lapangan. Sebagai orang baru, saya memang harus terus banyak belajar dan mudah-mudahan akan banyak karakter yang akan mampir dalam kehidupan saya.Sebagai orang film, bagaimana kondisi perfilman kita saat ini?Dunia film? Lagi benar-benar booming, masa yang dikatakan tengah bangkit dan berkembang saya pikir sudah lewat. Karena tahun ini saja 40 judul film yang akan dipasarkan, booming dong! Jumlah ini tidak sedikit untuk kondisi perekonomian yang saat ini. Tetapi apakah bisa diterima di masyarakat, saya enggak tahu. Aku sih kepenginnya, kalau sekarang booming jangan sampai dunia perfilman kita ini menjadi industri seperti dulu. Maksud saya kalau masuk pada penafsiran industri ya akan gitu-gitu aja enggak berkembang. Sekarang, saya kepengin dunia film ini lebih maju dengan segala peralatan yang lebih canggih juga diimbangi dengan kualitas yang lebih bagus. Dengan demikian penonton banyak diberi apresiasi yang benar-benar sesuai harapan kita ke depannya.
(/)