Ayah Ace, Kolonel Sus Mardoto, menyatakan tidak ada masalah besar yang menyebabkan putranya putus asa lantas memilih bunuh diri. Ia curiga Ace dibunuh dan pelakunya kini masih berkeliaran.
βDiduga ada pelaku yang harus dikejar dan ditangkap karena dia berbahaya. Bisa jadi ada potensi (ia) berkeliaran dan mencari korban lain,β kata Mardoto kepada majalah detik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikut ini wawancara Bahtiar Rifai dari majalah detik dengan ayah Akseyna, Kolonel Sus Mardoto.
Bagaimana keluarga mengetahui Ace meninggal?
Tidak ada yang memberi tahu kami. Ini yang saya sesalkan. Jadi pihak yang ada di sana, entah itu UI, kenapa tidak bisa segera mengidentifikasi, kerja sama dengan polisi. Jadi Kamis jenazah ditemukan, ini yang ironis, itu harusnya bisa cepat dideteksi. TKP (tempat kejadian perkara) masih baru, (jadi) bisa dilacak, (kalau polisi tidak segera ke TKP) kamar kosnya bisa saja diacak-acak oleh orang lain.
Jadi, saya hanya (mengandalkan) naluri orang tua.
Kami lost contact dengan Ace selama seminggu. Terus kami berencana ngecek ke kos dan berencana melapor ke polisi, sebenarnya. Terus tantenya (yang di Jakarta) memberi tahu ada berita ditemukan orang meninggal di danau UI. Baru saya terus ke RS Polri melihat. Intinya, tidak ada yang ngasih tahu kami.
Apakah ada barang Ace hilang setelah kematiannya?
Kami kan sampai sekarang tidak bisa mengakses kamar kos karena diberi police line. Terus barang-barang pokok yang masih di tempat masih dijadikan barang bukti, seperti handphone dan dompet.
Informasinya, di dompet hanya ada Rp 50 ribu. Itu agak janggal juga. Kita tiap bulan memasukkan (uang) di rekeningnya, Ace kemudian menggunakan ATM. ATM yang kemarin kami print masih ada sekitar Rp 8 juta.
Jadi tidak ada masalah dengan uang. Tapi kenapa di dompet hanya ada Rp 50 ribu? Itu janggal karena saya sudah pesan sama anak saya, paling tidak di dompet ada cadangan Rp 250 ribu. Jadi, kalau ada apa-apa, ada cadangan.
Apakah Ace pernah mengeluh punya musuh?
Dia kan sejak awal mendalami biologi. Itu sejak SMP bakatnya kelihatan dan saat SMA muncul kemampuannya. Jadi, kalau dikatakan ada musuh atau tidak, secara detail saya tidak tahu persis. Tapi kelihatannya tidak ada. Cuma, dia anaknya kritis dan tangguh. Jadi mungkin ada debat atau diskusi, dia orang yang rigid dalam ilmiah dan agama. Itu apakah bisa jadi sesuatu yang memicu, saya tidak tahu.
Apakah ada perubahan sikap Ace?
Tidak ada. Normal saja seperti biasanya. Kalau libur, ketemu teman-temannya. Dengan keluarga juga begitu, dengan adik-adiknya. Sopan santunnya tidak berubah. Kalau pergi kadang kan juga pamit. Jadi ini kan menunjukkan anak saya normal saja. Tidak berubah sejak dari Jogja.
Apakah benar Ace sempat dipanggil oleh pembimbing akademiknya karena nilainya buruk?
Iya, ceritanya kan seperti itu. Anda cek dan telusuri.
Apakah keluarga tahu nilai akademik Ace turun sehingga terancam di-DO?
Begini, jadi satu sisi akademik dari yang dimunculkan fakultas atau jurusannya, kita tahu semuanya, prestasinya menurun. Tapi di satu sisi dilihat bahwa saat dia semester III, dia mencapai prestasi olimpiade regional. Jadi, kalau prestasi akademik yang dikembangkan dari sisi kampus, dikeluarkan informasi itu, apakah relevan dengan kejadian ini?
Kalau dihubung-hubungkan, ya bisa saja. Tapi keluarga sudah tahu, dan kami sudah bicara soal (nilai) akademiknya yang menurun. Wong kami orang akademis semuanya, kami orang kampus semuanya. Kami berkomunikasi terus dengan baik. Jadi, kalau masalah akademis, itu terlalu dicari-cari dan dihubungkan dengan (kondisi) psikologis. Wong dia kembali tidak ada masalah. Sampai hari Senin masih ikut aktivitas kampus dengan baik, kan begitu.
Jadi sebenarnya tidak ada persoalan yang korelasinya dari kondisi akademis terus menciptakan situasi dia mengambil keputusan (untuk bunuh diri). Itu enggak ada. Jadi dibuat-buat saja. Jadi saya tahu dan paham pola itu.
Maksudnya?
Ya, untuk memperkuat argumen saja. Kami sudah berbicara, bagaimanapun kondisi akademik, anak saya sudah bicara dengan orang tua. Kami sebulan kemarin sudah liburan, di Januari-Februari. Jadi saya paham, itu hanya untuk memperkuat argumentasi secara psikologis sehingga terjadi (bunuh diri) itu.
Apakah keluarga biasanya memberikan hukuman kalau prestasi Ace turun?
Kami tidak terlalu ke situnya. Jadi kami biasa, pokoknya belajar gitu. Pencapaian itu kan bisa naik dan turun. Kalau dikatakan prestasi secara sepenuhnya turun, ya tidak betul. Di satu sisi, IP (indeks prestasi) memang turun, tapi kan dia juara regional olimpiade di provinsi. Jadi siapa yang menyatakan dia turun prestasi total? Kalau gara-gara turun prestasi terus dia putus asa, pasti dia tidak akan ikut olimpiade.
Apakah keluarga tahu Ace hobi main online game bahkan sampai pagi?
Soal online game itu, keluarga tahu. Tapi tidak terlalu melihatnya sampai pagi. Jadi kita kadang ngecek, telepon malam. Kadang jam sebelas malam masih di warnet dan kami ingatkan. Jadi mulai SMA biasa main game, baca cerita, dan baca jurnal. Itu mulai SMA. Jadi bukan sejak di UI (dia) main online game itu.
Soal pesan terakhir di surat, apakah keluarga meyakini itu tulisan tangan Ace?
Seratus persen tidak.
Mengapa tidak yakin itu tulisan Ace? Perbedaannya apa dengan tulisan lama Ace?
Perbedaannya, tulisan anak saya agak miring. Terus di situ, tulisan itu tidak terlalu beraturan, ada yang tegak dan miring, terus ada coret-coretan.
Terus yang saya tekanin itu, di tulisan ada kata "FO" (for, surat dalam bahasa Inggrisβred). Di situ ada tiga "FO". Tiga kata "FO" saja berbeda. Jadi ada kontradiksi di tiga kata itu sendiri sebelum dibandingkan dengan tulisan anak saya. Jadi itu dari sisi materialnya.
Dari sisi munculnya kan juga ada kejanggalan. Itu (surat) bukan ditemukan polisi. Temannya menyerahkan ke saya dan saya serahkan ke polisi. Terus beredar di berita itu dalam bentuk tempelan, dipaku. Dari mana (cerita) surat itu ditempelkan, dipaku?
Apakah benar surat tersebut diserahkan Jibril (teman dekat Ace) kepada Anda?
Iya, tapi dalam bentuk lembaran. Bukan dalam bentuk tempelan, dipaku. Tapi foto surat yang beredar di media massa adalah surat yang ditempel, dipaku. Ada apa ini? Ada kepentingan apa ini? Harusnya (yang muncul di media massa) dalam bentuk lembaran. Tidak dalam bentuk tempelan. Terus ini tempelan dari mana? Apa tendensinya?
Benarkah ketika keluarga dan polisi datang ke kos (setelah jenazah di danau UI teridentifikasi adalah Ace), ada sejumlah teman Ace sedang berada di kamar kos Ace?
Iya, betul. Tapi bukan saya yang ke sana, tapi adik saya menginformasikan. Terus, yang aneh, Minggu malam, yang sudah masuk di kamar kos (Jibril) itu tidak menginformasikan bahwa ada surat itu. Seandainya sudah ada di kamar, dia seharusnya menginformasikan. Aneh kan jadinya. Logikanya tidak masuk. Dan dia (Jibril) tidur di situ. Jadi, kalau sudah ada sejak sebelumnya, seharusnya dia (Jibril) menginformasikan.
Apakah benar laptop Ace dibuka oleh teman-temannya sebelum polisi datang?
Iya. Coba kamu cek kalau itu bongkar HP dan laptop.
Jadi, kalau saya cek, kami (keluarga) kontak terakhir itu tanggal 19 Maret. (Saat itu kami cek) WA (WhatsApp)-nya aktif sampai 5 Maret. Saya cek berikutnya ternyata WA-nya aktif pada 30 Maret. Jadi dari 19 sampai 30 Maret itu ada yang menggunakan. Begitu.
Terus kemudian, kalau teman-temannya mencari Ace, misalnya, kenapa kemudian laptop dibongkar-bongkar? Dibuka-buka? Ini mau nyari apa? Mau masang apa atau mau delik (menyembunyikan) apa?
Polisi masuk, (kamar kos Ace) kan sudah acak-acakan. Kalau bukti ini kan (seharusnya) formal. Nah, munculnya surat ini tidak normal (diberi oleh Jibril, teman Ace, bukan ditemukan polisi).
Apa harapan keluarga untuk kasus ini?
Kami berharap penyidik, dalam hal ini kepolisian, betul-betul menuntaskan sampai terungkap. Karena kami tidak yakin dengan apa yang dilakukan anak sendiri (bunuh diri), diduga ada pelaku yang harus dikejar dan ditangkap karena dia berbahaya. Bisa jadi ada potensi (ia) berkeliaran dan mencari korban lain.
*) Wawancara ini sudah dimuat di majalah detik Edisi 180, 11-17 Mei 2015
(iy/nwk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini