Meski begitu, menurut Kepala BNPT Saud Usman Nasution, peraturan yang ada tak memungkinkan aparat keamanan untuk bertindak tegas. Langkah antisipasi, seperti pemblokiran situs bermuatan konten negatif, kemudian dianggap sebagai upaya pembungkaman terhadap kebebasan berpendapat.
"Kami bukan menghambat syiar Islam, tapi kadang-kadang kesan seperti itu yang dimunculkan. Seolah kami memberangus syiar Islam," kata Saud saat ditemui majalah detik di sebuah hotel di kawasan Gunung Sahari, Jakarta Pusat, Kamis (2/4/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Benarkah Indonesia sudah menjadi surga terorisme?
Tidak juga. Berbagai negara sekarang resah dalam menghadapi ISIS. Di Indonesia belum seberapa. Di Arab Saudi sudah berapa ribu yang bergabung ke sana. Di Yaman, Australia, Inggris. Ini merupakan permasalahan global.
Bagaimana persisnya potensi di Indonesia yang terpengaruh ISIS?
Kalau kita lihat perkembangan ISIS di Indonesia pada Juni lalu, itu baru belasan orang. Data kami sekarang mencatat ada 286, yang belum terklasifikasi 514 orang. Belum lagi mereka yang pura-pura berangkat dengan tujuan Malaysia, Bangkok, Jeddah, atau berangkat dengan kunjungan keluarga ke Yordania, Amman, Doha.
Kami lihat, tahun kemarin unjuk rasa ISIS di Bundaran HI, ada 16 organisasi pendukungnya. Kita tak bisa berbuat apa-apa. Apa dasar hukum untuk memprosesnya? Tapi, kalau ini dibiarkan, apakah tidak semakin berkembang? Kami bukan menghambat syiar Islam, tapi kadang-kadang kesan seperti itu yang dimunculkan. Seolah kami memberangus syiar Islam. Padahal saya ini Islam, sudah haji pula pada 2006.
Dari ratusan orang itu, mereka direkrut lewat dunia maya?
Kami belum bertemu dengan mereka. Kami (baru) tahu data paspornya, nama-namanya. Sekarang mereka di mana, kami tidak tahu. Kami dapatkan data itu dari Imigrasi, yang diperkirakan masuk Irak dan Suriah. Mereka berasal dari Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Mataram, dan daerah lainnya.
Dari 12 orang yang dipulangkan pekan lalu, misalnya, ada yang berangkat dari Jakarta ke Bangkok, Rusia, Istanbul (Turki). Ada yang dari Surabaya ke Kuala Lumpur lalu ke Istanbul. Mereka minta dipulangkan ke sana, ke Irak dan Suriah. Anak-anak yang kecil itu sudah radikal dan keras.
Motivasi mereka?
Ada yang “berjihad”, mengikuti suami. Ada yang suaminya sudah tertembak, lalu anak-anaknya dibawa ke sana. Ada juga yang untuk mencari pekerjaan karena gajinya besar.
Dari kajian BNPT, mereka yang mendukung ISIS itu karena alasan teologis atau politis?
Akar masalah mereka macam-macam. Ada yang memang faktor ideologi karena sudah di-brain wash melaksanakan “jihad”, berbaiat. Berangkat ke Suriah atau Irak karena sudah merasa bagian dari ISIS, bukan NKRI lagi. Ada juga faktor ketidakpuasan, ketidakadilan, dendam. Faktor kesenjangan sosial, kemiskinan, ekonomi. Jadi sangat kompleks.
Ada ormas yang selalu mengkampanyekan Daulah Islamiyah, kok tak ditindak?
Kan ada Undang-Undang Kebebasan Menyampaikan Pendapat. Kategorinya baru ingin membuat negara dalam negara, jadi tidak bisa (masuk kategori makar). Semua orang boleh ngomong apa saja. Tak bisa dilarang karena ada ancaman hukum dua tahun penjara bagi yang menghambat. Undang-Undang Organisasi Kemasyarakatan juga cuma mengatur ormas yang terdaftar. Tapi ormas yang tidak terdaftar ya tak ada sanksinya bila melakukan sesuatu. Ormas yang terdaftar pun, kalau melakukan pelanggaran, izinnya cuma dibekukan.
Terkait pemblokiran situs-situs yang direkomendasikan BNPT?
Jadi begini, posisi kami sebetulnya sama saja dengan masyarakat. Bilamana menemukan konten bermuatan negatif di dunia maya, bisa menyampaikan informasi atau keluhan ke Kementerian Komunikasi supaya itu dihapus. Itu yang ditempuh BNPT. Untuk berkembangnya paham-paham (radikal) ini, yang paling banyak sekarang melalui dunia maya. Sangat sulit kita untuk mengontrol, bahkan untuk memonitor. Apalagi dunia maya itu diakses masyarakat global, tidak ada batas lagi. Diperlukan rasa tanggung jawab dari pengelola web atau situs.
Kami sudah mencoba berdialog dan menginformasikan, tolonglah kita sama-sama bertanggung jawab. Masyarakat yang melihat tulisan yang ada sifatnya bertentangan dengan hukum Islam yang sebenarnya, seperti implementasi jihad yang sebenar-benarnya dalam Islam atau ada penyimpangan, tolong diluruskan, berilah tanggapan di situ. Berikan counter pemahaman yang lebih baik, sebenarnya.
Klasifikasi konten negatif seperti apa?
Berdasarkan Undang-Undang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik), bilamana konten itu bisa menimbulkan suatu permusuhan dan mengakibatkan permasalahan SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan). Kedua, yang ditampilkan sadistis, seperti bagaimana membakar tahanan dalam kerangkeng hidup-hidup. Ketiga, ajaran-ajaran pengkafiran orang lain. Pemerintahan yang tidak mengadopsi Daulah Islamiyah disebut kafir. Memang tidak semua ada di konten, ada yang hanya mengkafirkan, ada yang mengangkat isu SARA, ada yang menonjolkan kesadisan. Ada juga tulisan yang bagus.
Semua situs yang diusulkan BNPT disetujui Kementerian Komunikasi untuk diblokir?
Itu urusan mereka. Bila merujuk Pasal 16 Ayat 1 Undang-Undang ITE, pengelola situs atau masyarakat dapat mengajukan normalisasi. Lalu, kepada pemerintah, masyarakat, atau lembaga yang mengajukan, bilamana ternyata penilaian mereka tidak negatif, tinggal diberitahukan kepada si pelapor, selesai.
Total berapa banyak situs yang diteliti BNPT?
Ada banyak sekali. Dari 26 situs yang kami informasikan ada bermuatan negatif itu, ternyata dua dobel. Kemudian lima ada yang sudah ditutup atau tidak aktif. Jadi sisa 19. Semua situs itu (menggunakan) domain luar negeri. Artinya, diblokir pun paling di Indonesia saja yang tidak bisa buka. Di luar negeri (situs) tetap bisa dibuka.
Ada yang berpendapat pemblokiran seharusnya atas izin ketua pengadilan?
Ini aturan sudah jelas. Baik di dalam undang-undang maupun peraturan pemerintah, tidak ada satu pasal pun yang mengatakan itu. Izin pengadilan cuma di Pasal 43 UU Nomor 11 Tahun 2008 bahwa dalam rangka penangkapan atau penahanan, penyidik melalui penuntut umum harus minta izin pengadilan negeri dalam jangka 1 x 24 jam. Jadi itu sudah law enforcement. Tapi yang ini kan tidak. Ini dalam rangka (langkah) preventif dan persuasif. Bukan untuk menahan, cuma memblokir.
Dari aturan tadi, seharusnya Kementerian Komunikasi menyurati dulu pengelola situs?
Pertama, dia harus teliti dulu kontennya betul negatif atau enggak. Kalau ada yang negatif, surati per e-mail supaya ditutup atau dihapus. Itu seharusnya. Masyarakat atau kami tidak bisa langsung ke pemilik situs.
Sebagai langkah preventif, pemblokiran itu efektif karena membuat situs kan gampang sekali?
Sebetulnya langkah paling efektif itu dialog, dan pemilik situs harus bertanggung jawab. Tetapi itu sulit karena tiap orang berbeda pemikiran. Mereka bisa bilang, “Menurut kami, ini tidak radikal atau tidak berbahaya. Ini ajaran Islam.” Sehingga kami sulit menjawab apakah efektif atau tidak. Menurut yang awam agama, isinya berbahaya, tapi yang lain bisa bilang biasa-biasa saja.
Pemblokiran ini dinilai menghambat kebebasan berekspresi?
Betul itu. Menurut undang-undang, semua orang bebas ngomong. Tetapi, kalau dibiarkan, seperti apa jadinya. Sekarang tinggal kesadaran, rasa tanggung jawab pemilik situs. Kalau situs porno yang ditutup, tidak banyak yang protes. Tidak seperti ini, mungkin karena malu.
Bagaimana rekam jejak para pengelola situs ini?
Kami sebetulnya tahu siapa-siapa mereka, tapi ini data intelijen untuk memonitor, bukan untuk konsumsi publik.
Ada hubungannya dengan para alumnus Afganistan?
Saya tidak bilang seperti itu, tapi yang bilang seperti itu silakan saja, kan bebas berpendapat. Nanti kan lama-lama, (setelah) lihat pengelola itu, (masyarakat) tahu sendiri dari kelompok mana saja.
Sebelum diblokir, apakah sudah melakukan pendekatan, dialog, atau peringatan?
Pada pengelola situs sebaiknya diberi pemahaman, di-warning terus. Kan belum jelas betul apakah situs-situs itu benar produk pers dan ter-cover Dewan Pers. Kalau bukan, ini perlu dipikirkan pemerintah. Siapa yang bisa mengawasinya, apakah Kementerian Komunikasi? Kalau mengabaikan peringatan, apa sanksinya? Ini kan enggak ada (aturannya). Siapa yang mencabut juga enggak jelas. Ini tidak ada dalam PP.
Seharusnya para admin atau editor masing-masing web menyeleksi semua tulisan sebelum tayang. Betul-betul yang pantas tayang. Okelah, kalau sudah telanjur tayang, ya tinggal dihapus.
Karena merekomendasikan penutupan situs, Anda dan BNPT banyak dihujat....
Biar saja. Itu kan karena mereka tak mengerti duduk perkaranya, tak baca aturan. Kalau saya dizalimi, ya alhamdulillah... biar dosa saya berkurang.
*) Wawancara ini sudah dimuat di di majalah detik Edisi 176, 13-19 April 2015
(alx/alx)