Berikut wawancara detikcom dengan Jaksa Agung Prasetyo di sela-sela peresmian Pusat Sejarah Konstitusi oleh Presiden Jokowi, di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Jumat (19/12/2014):
Mengapa eksekusi mati belum dilakukan?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kata MA, PK tidak menghambat putusan?
Itu (Kalau) putusan biasa, kalau (terpidannya) mati mau bagaimana? Kalau pidana mati harus ditunggu sampai tuntas. Beda misalnya orang dipidana 20 tahun, bisa langsung dilaksanakan tanpa menunggu putusan PK-nya.
Tapi kalau hukuman mati nggak (bisa langsung dieksekusi). Kalau mati, terus putusan lain, siapa yang bisa kembalikan (nyawanya)?
Kejagung bukannya akan mengeksekusi lima terpidana yang sudah inkrah?
Semuanya inkrah, tapi kan ada upaya hukum lagi, PK.
Kejaksaan sampai kapan menunggunya?
Nah itu, belum ada batasan waktu. Saya sudah katakan ke MA mereka bisa menilai novum apa yang diajukan, benar nggak. Atau sekadar mengulur waktu. Sekarang belum ada. Putusan MK itu PK bisa diajukan beberapa kali, nggak ada batasannya. Kita ingin ada pembatasan, sedang diusahakan.
Lima orang atau 64 orang yang mengajukan PK?
Tampaknya mengajukan semua karena sesuai hak mereka.
Seskab Andi Widjajanto bilang, Pak Jokowi akan mengeluarkan Keppres penolakan grasi gembong narkoba. Bagaimana?
Presiden hanya memberikan grasi, permohonan grasi diterima atau ditolak. Kalau eksekusi urusan kejaksaan, presiden tidak dilibatkan.
(mpr/asp)