Djarot Saiful Hidayat: Menata Jakarta Butuh 10 Tahun

Djarot Saiful Hidayat: Menata Jakarta Butuh 10 Tahun

Isfari Hikmat - Majalah Detik - detikNews
Senin, 08 Des 2014 16:07 WIB
Djarot Saiful Hidayat: Menata Jakarta Butuh 10 Tahun
Jakarta -

Siapa yang akan mendampingi Gubernur Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok akhirnya terjawab. Sebelumnya Ahok berniat meminang birokrat senior di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Sarwo Handayani. Namun sejumlah elite PDIP berkeras menyorongkan Ketua PDIP DKI Jakarta Boy Sadikin, yang juga pernah memimpin tim sukses pasangan Jokowi-Ahok saat pemilihan gubernur 2012 lalu. Ahok tegas menolak didampingi putra mantan Gubernur DKI Ali Sadikin itu.

Sebagai kompromi, mantan Bupati Belitung Timur itu menyebut Djarot Saiful Hidayat, Ketua Bidang Organisasi Dewan Pimpinan Pusat PDI Perjuangan. Djarot mencuri perhatian saat 10 tahun menjadi Wali Kota Blitar. Pria berkumis ini mendulang banyak penghargaan.

Ketika bersama-sama dengan Ahok mengunjungi Tiongkok pada 2006, Djarot sudah bercerita panjang lebar soal reformasi birokrasi yang dijalankan di Blitar. Dalam pandangan Djarot, agar kerja pemerintahan bisa efektif dan efisien, yang perlu diubah pertama kali adalah pola pikir para birokrat yang biasanya justru ingin dilayani.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Birokrasi itu makhluk yang tidak boleh tidur. Harus tanggap, harus cepat,” ujar Djarot kepada majalah detik, yang mewawancarainya di sebuah restoran di kawasan Tebet, Rabu lalu.

Sejauh mana kesiap-sediaan dia untuk mendampingi Ahok? Bagaimana pembagian kerja dengan Ahok dan juga sikapnya terhadap aksi-aksi FPI? Simak petikan perbincangannya berikut ini.

Bagaimana proses penentuan Anda sebagai calon wagub DKI?

Kalau kepastiannya itu hari Sabtu (29/11) kemarin, melalui rekomendasi partai diajukan sebagai calon pendamping Pak Basuki. Sebelum mengerucut ke nama saya, saya tahu persis Pak Basuki bertemu Bu Mega, berdiskusi. Karena, di dalam Perpu Nomor 1 Tahun 2014 itu jelas, yang mempunyai kewenangan untuk menentukan calon wakil gubernur adalah gubernur.

Pak Ahok dan Bu Mega itu kan hubungannya dekat sekali. Hubungan sudah lama. Di situ mungkin Bu Mega dan teman-teman di DPP berpikir bahwa memang sejak dari dulu Pak Ahok itu menginginkan saya mendampingi beliau. Tetapi saya ini adalah kader partai dan pengurus di Dewan Pimpinan Pusat PDIP. Tentu saja ada mekanisme dan aturannya. Saya tentu tidak bersedia mendampingi Pak Ahok tanpa ada rekomendasi dari partai.

Seberapa dekat Anda dengan Ahok?

Pak Ahok itu kenal saya sudah sejak 2006. Ketika sama-sama belajar ke China tentang bagaimana pola pembangunan di China, belajar birokrasi di China, belajar bagaimana mengorganisasi partai. Jadi, sudah lama banget. Kita sama-sama punya idealisme yang meluap-luap.

Pak Ahok baru memulai di Belitung Timur, saya sudah memulai di Blitar selama lima tahun. Saya sampaikan beberapa hal, terutama yang terkait bagaimana mereformasi birokrasi. Saya katakan bahwa, ketika saya menjadi wali kota (periode) pertama, apa yang kami lakukan adalah bagaimana mengubah mindset birokrasi.

Birokrasi itu punya budaya, dan harus dibangun menjadi budaya baru. Misalnya birokrasi ini kan paling suka dilayani, padahal fungsi dia itu melayani. Birokrasi itu pelayan masyarakat. Lalu birokrasi itu terikat dengan jam kerja. Datang jam tujuh, tidak ada kerjaan, baca koran, bla-bla, lalu pulang jam tiga atau jam empat (sore).

Padahal birokrasi pemerintah itu harus bekerja 24 jam. Mengapa? Karena persoalan-persoalan rakyat juga ada 24 jam. Misalnya di Jakarta, bila jam 12 malam ada hujan deras dan banjir, birokrasi harus tanggap atasi itu. Makanya saya sampaikan birokrasi itu makhluk yang tidak boleh tidur. Ini harus diubah budayanya.

Perampingan birokrasi di Blitar waktu itu juga bagian dari upaya tersebut?

Pada 2000-2001, saya sudah merampingkan birokrasi dengan menghilangkan sekitar hampir 300 jabatan dan tanpa gejolak. Pak Ahok bingung waktu saya ceritakan hal ini. “Bagaimana caranya, Mas?”

Saya bilang caranya dengan dialog. Saya ngomong dengan mereka. “Ini lo strukturmu, gemuk banget. Kalau kita gemuk banget, kita itu lamban, terus overlap satu sama lain. Jadi, kita lamban dalam mengambil keputusan.” Tapi, setelah pertemuan dan diskusi di China itu, lama enggak ketemu. Paling by phone. Ketemu lagi pas pilgub Jakarta.

Ada acara apa di China?

Waktu itu ada kerja sama antara PDIP dan pemerintah China untuk saling belajar. Hubungan kita dengan China baik. Memang Basuki itu bukan kader, tapi, waktu jadi bupati, dia didukung PIB dan di-back-up oleh PDIP. Acara waktu itu juga tidak hanya diikuti dari PDIP, tapi kalau ada kader-kader dari partai lain tidak apa-apa ikut.

Karena kedekatan itu, Anda menjadi tim sukses Jokowi-Ahok sewaktu pemilihan gubernur 2012?

Tiga bulan menjelang tugas saya berakhir sebagai wali kota, pada 2011 saya diminta Ibu Mega memimpin PDIP DKI Jakarta sebagai pelaksana harian (Plh). Sebab, kondisi DPD DKI waktu itu tak kondusif. Sebagai Plh, otomatis saya bertanggung jawab untuk kemenangan Jokowi-Basuki.

Kami semua punya obsesi membikin sejarah baru di Jakarta. Sebagai ibu kota negara, isu-isu yang menyangkut SARA dan sebagainya mestinya sudah tidak ada. Baik Pak Jokowi maupun Pak Basuki dari luar Jakarta. Malah Pak Basuki Chinese dan nonmuslim lagi. Padahal ada hipotesis: di Jakarta, yang memimpin harus orang Betawi dan militer atau gabungan dari keduanya.

Sebagai Ketua DPD PDIP Jakarta, ada kemungkinan Boy Sadikin kecewa tak jadi pendamping Ahok?

Saya kenal Pak Boy lama sekali. Dia itu tidak terlalu berambisi, tapi mungkin ada orang-orang di sekelilingnya yang mendorong-dorong beliau. Namun PDIP itu ada suatu budaya yang mungkin tidak dimiliki partai lain, yakni tingkat loyalitas yang luar biasa.

Ketika keputusan sudah diambil oleh DPP partai, semua legawa. Pak Boy juga sangat legawa. Beliau memang diposisikan untuk totally mengurus partai, karena beliau berhasil mengelola partai. Waktu pileg, kita dapat 28 kursi. Waktu pilpres, yang diperkirakan DKI itu kalah, pasangan Jokowi-JK menang.

Apa tugas utama Anda nanti sebagai wagub?

Salah satu prioritas yang harus saya lakukan adalah berkomunikasi dengan teman-teman partai politik. Persoalan Jakarta itu sangat kompleks dan tidak bisa diselesaikan orang per orang. Ayo kita kerjakan.

Anda yakin dapat melunakkan DPRD?

Saya percaya bagaimana pun berat dan sulitnya pasti ada jalan keluar, pasti ada solusi. Apa yang harus dilakukan (adalah) berkomunikasi yang baik. Misalnya hubungan dengan DPRD agak tegang, ya mari kita duduk bersama, kita bicara baik-baik. Tidak ada di dunia ini yang tidak ada jalan keluarnya.

Sikap Anda terhadap aksi-aksi FPI yang menentang Ahok?

Saya belum tahu. Biarkan saja, itu ekspresi. Tapi ingat, Indonesia ini negara hukum. Betul. Kita negara demokrasi, tapi bukan demokrasi yang sebebas-bebasnya. Demokrasi itu ada hak tapi juga ada tanggung jawab. Kebebasan itu ada batasnya, demokrasi itu ada rambu-rambunya.

Kita punya ideologi negara, ada undang-undang. Siapa yang suka kalau ada ungkapan yang bersifat rasial? Tidak bisa. Itu jelas bertentangan dengan ideologi Pancasila. Itu bertentangan dengan prinsip Bhinneka Tunggal Ika, dan itu harus dilawan.

Oh iya, pencalonan Anda masih perlu persetujuan dari DPRD?

Tidak. Perpu Nomor 1 Tahun 2014 itu tidak membutuhkan persetujuan DPRD. Pangangkatan wakil gubernur sepenuhnya kewenangan gubernur yang nanti mengajukan nama wakilnya kepada presiden melalui Mendagri. Kalau sudah disetujui presiden, wakil itu langsung dilantik oleh gubernur.

Apa yang membuat Ahok tertarik pada Anda?

Baliau punya kriteria ingin didampingi oleh seseorang yang mempunyai pengalaman konkret. Beliau juga mengatakan calon pendampingnya harus punya jiwa melayani, kedekatan dengan rakyat. Minimal hampir sama dengan Pak Jokowi. Itu yang saya dengar.

Juga berani mati karena di Jakarta ini banyak kepentingan?

Semua orang itu wajib untuk berani mati. Hidup bukan kita yang tentukan. Kalau tidak berani mati, jangan hidup. Artinya, Pak Ahok betul.

Dalam konteks ini, maksud Pak Ahok itu jangan takut menghadapi risiko. Kita tidak boleh takut menghadapi risiko apa pun. Asalkan hati kita bersih, jiwa kita bersih, tujuan kita mulia.

Karena berpengalaman soal perampingan birokrasi, apakah itu juga akan Anda lakukan di DKI?

Nanti tergantung pembagian tugasnya seperti apa. Kalau ditugaskan membenahi birokrasi, saya akan lakukan. Seperti saya sampaikan, yang perlu diubah itu mentalnya, pola pikirnya. Jakarta dikaruniai sumber daya yang luar biasa. Dana ada, orang pintar banyak, masyarakatnya well educated, sangat terdidik. Ibu kota negara, dekat dengan pemerintah pusat. Presidennya Jokowi, yang mantan gubernur. Luar biasa. Kalau birokrasi betul-betul ditata dengan baik, saya yakin kerjanya akan semakin baik.

Pembicaraan sejauh ini seputar apa saja?

Saya kemarin diskusi dan rutin BBM dengan beliau, salah satu yang disampaikan karena saya punya pengalaman membedah rumah di Blitar. Beliau bilang, “Mas, tolong nanti bikin kampung deret untuk revitalisasi kawasan-kawasan kumuh. Tolong juga diatur revitalisasi pasar tradisional supaya betul-betul bagus.”

Dengan sisa waktu tiga tahun, optimistis bisa terpenuhi?

Makanya harus fokus, cepat, dan tepat pada sasaran. Memperbaiki Jakarta memang paling tidak butuh 10 tahun dan itu butuh konsistensi. Tapi harus mulai dari sekarang. Lima tahun lagi, no.

BIODATA:

Nama: Djarot Saiful Hidayat
Tempat/tanggal lahir: Gorontalo, 30 Oktober 1955

Pendidikan:

S-1 Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya, Malang, 1986
S-2 Fakultas Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 1991
International Workshop
Universitas Amsterdam (2002)

Karier:

Dosen di Universitas 17 Agustus 1945, Surabaya
Pembantu Rektor I Universitas 17 Agustus 1945, Surabaya (1997-1999)
PD I FIA, UNTAG, Surabaya (1984-1991)
Dekan FIA, UNTAG, Surabaya (1991-1997)
Ketua Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jawa Timur (1999-2000)
Wali Kota Blitar selama dua periode (2000-2010)
Wakil Ketua Bidang Ideologi dan Kaderisasi DPD PDI Perjuangan (2005-2010)
Ketua I Pappuda PDI Perjuangan (1999)
Deputi I BADIKLATDA Jawa Timur (2001)
Ketua Komisi A DPRD Jawa Timur (1999-2000)
Ketua Bidang Organisasi DPP PDI Perjuangan (2010-2015)
Ketua DPD PA GMNI Jawa Timur (2010-2014)

Penghargaan:

Penghargaan Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (2008).
Penghargaan Terbaik Citizen’s Charter Bidang Kesehatan, Anugerah Adipura (2006, 2007, dan 2008).
Otonomi Award dari Jawa Pos Institute of Pro-Otonomi (JPIP).
Penghargaan atas terobosan inovasi daerah se-Provinsi Jawa Timur di dalam pembangunan daerahnya (30 April 2008).
Penghargaan Upakarti (2007).
Peringkat pertama dalam penerapan e-Government di Jawa Timur (22 Maret 2010).

(iy/nwk)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads