Rhenald Kasali: Sekolah Terbaik Itu Terus Beradaptasi dengan Perubahan

Rhenald Kasali: Sekolah Terbaik Itu Terus Beradaptasi dengan Perubahan

Donatus Fernanda Putra - detikNews
Kamis, 12 Jun 2014 19:45 WIB
(Foto: dok detikcom)
Jakarta -

Banyak sekolah sekarang yang masih memegang aturan lama padahal zaman telah berubah, termasuk perkembangan teknologi. Para guru pun dinilai enggan beradaptasi dalam zaman yang terus berubah karena masalah klasik, merasa gajinya masih kecil.

"Sekolah tidak paham bahwa teknologi sudah berubah. Gurunya tidak investasi untuk pengembangan alat-alat pendidikan, selalu menunggu pemerintah karena mereka merasa gajinya masih kecil. Jadi tidak beradaptasi. Baru belajar kalau ada perintah, perintahnya apa? Sertifikasi. Yang dikejar apa? Gelar lagi," kata guru besar manajemen Universitas Indonesia (UI) Prof Rhenald Kasali, PhD.

Hal itu disampaikan Rhenald dalam bedah buku 'Menjadi Sekolah Terbaik' di Universitas Negeri Jakarta, Rawamangun, Jakarta Pusat, Kamis (12/6/2014). Hadir pula dalam acara ini Prof Dr Bejo Sujanto, mantan rektor UNJ 2006-2014 dan Dra M Ridwan, pembantu rektor UNJ.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berikut wawancara lengkap dengan Rhenald Kasali:

Sekolah terbaik menurut Bapak itu seperti apa?

Sekolah yang beradaptasi yang terus menerus melakukan perubahan. Setiap jaman sekolah terbaik itu kan beda-beda, sementara banyak sekolah yang dulu bagus sekarang sudah nggak bagus.

Bagusnya dulu karena banyak orangtua yang terlibat. Sekolahnya itu sendiri gurunya tidak belajar beradaptasi. Misalnya begini: sekarang mana ada siswa SD yang tidak punya handphone? Tapi di sekolah nggak boleh anak-anak pakai handphone. Padahal handphone dapat digunakan untuk mencari informasi lewat Google.

Artinya sekolah tidak paham bahwa teknologi sudah berubah. Gurunya tidak investasi untuk pengembangan alat-alat pendidikan, selalu menunggu pemerintah karena mereka merasa gajinya masih kecil. Jadi tidak beradaptasi. Baru belajar kalau ada perintah, perintahnya apa? Sertifikasi. Yang dikejar apa? Gelar lagi.

Bagaimana dengan anggaran pendidikan?

Anggaran pendidikan sudah cukup besar 20% tapi distribusinya ini yang menjadi persoalan. Satu karena masih terpusat. Kedua, pusat mendistribusikan ke daerah dengan harapan daerah bisa membayar tepat waktu, ternyata di daerah ada masalah administrasi sehingga tidak tepat waktu dan banyak hal yang direncanakan tidak berjalan.

Kalau menurut saya, pendidikan ini harus diotonomi-daerahkan. Bahwa di daerah banyak penyimpangan, tahap awal selalu terjadi seperti itu.

Lalu pengawasan distribusi dana bagaimana?

Kalau sudah otonomi, daerah nanti yang mengawasi. Sekarang kan jamannya social media, dikawal oleh masyarakat. Biarkan aja terbuka, dibikin pake 'e-' semua. e-learning, e-government sehingga masyarakat akan mengawasi. Ga akan ada penyimpangan kalau begitu, tahap awal yang menyimpang pasti kena.

Kenapa pendidikan harus diotonomi-daerahkan?

Pertama, Indonesia negara kepulauan. Bagaimana kamu mau ngirim soal dari Jakarta ke daerah-daerah terpencil. Kita ngurus pemilu aja lama sekali. Indonesia itu tidak sama dengan Amerika yang daratan.

Kedua, semua orang di sini sudah punya teknologi informasi. Sehingga soal ujian bisa cepat bocor, hanya dengan difoto sudah bocor. Tapi kalau itu urusan daerah itu adalah kinerja daerah masing-masing, daerah akan bersaing. Kalau itu urusannya pusat, pusat akan bersaing dengan siapa? kan tidak ada kompetisi.

(nwk/mpr)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads