Yayat Supriatna: Banjir & Macet Jakarta, Paling Gampang Salahkan Alam

Yayat Supriatna: Banjir & Macet Jakarta, Paling Gampang Salahkan Alam

- detikNews
Selasa, 26 Okt 2010 17:47 WIB
Jakarta - Hujan deras yang mengguyur Jakarta hampir selalu meninggalkan jejak genangan air di sejumlah ruas jalan. Tidak cukup sampai situ, masih ada dampak yang mengikuti yakni kemacetan lalu lintas.

Ketika peristiwa itu terjadi dan kemudian berulang, sering kali muncul pernyataan hal ini dikarenakan cuaca ekstrem. Seolah masyarakat harus maklum dengan fenomena ini. Menurut pengamat tata kota Yayat Supriatna, soal banjir dan macet memang paling gampang menyalahkan alam. Sebab alam hanya bisa diam meski disalahkan.

Padahal jika penataan kota dengan segala instrumen penanggulangan banjirnya terpelihara dengan baik, maka tidak akan ada yang ribut saat hujan deras datang. Berikut ini wawancara detikcom dengan pengajar di Fakultas Arsitektur dan Lanskap Teknik Lingkungan Universitas Trisakti Jakarta, Selasa (26/10/2010):

Menurut Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jakarta, genangan air dan macet di Jakarta kemarin adalah yang terparah sejak 2007. Ini menunjukkan Jakarta darurat genangan dan macet?


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jakarta sudah masuk kategori siaga bencana. Setiap saat terancam bencana karena daya tampung dan dukung sudah terlampau berlebihan. Sekarang ini jumlah penduduk Jakarta sekitar 9,6 juta atau dua kali lipat dari ideal. Ruang semakin sempit. Tidak ada upaya pemeliharaan  dalam beberapa tahun terakhir. Yang ada hanya eksploitasi sehingga kondisi tidak seimbang.

Kalau begini jadi kebingungan, dari mana harus dibenahi. Sepertinya kita menghadapi kondisi putus harapan. Pertanyaan dari mana kita mulai, karena itu perlu mengkaji kembali rencana dan melihat apa yang sudah dilakuakn. Kita perlu petakan kembali, mana yang jadi tapi realisasi tertunda. Kalau bencana sudah terjadi nanti saling tunjuk menunjuk.

Tidak ada yang mengambil sikap. Tidak ada yang mencari akar permasalahan. Selama itu tidak benahi, ya akan sama saja.

Pemprov DKI menyatakan, genangan kemarin karena curah hujan besar sedangkan sistem pengendalian bajir sudah berfungsi secara teknik. Pendapat Anda?

Dalam kondisi biasa hujan di Jakarta itu bisa mencapai 50-100 mm. Karena itu sekarang ini memang sudah bisa terjadi genangan. Namun yang penting bagaimana cara kita sikapi kondisi ini. Kalau salahkan alam ya kita tidak berbuat apa-apa. Padahal drainase tidak berjalan.

Kalau ada bencana memang paling gampang salahkan alam atau orang. Soalnya kalau alam disalahkan akan diam saja. Kalau orang yang disalahkan kan nggak akan diam.

Menurut saya ini karena salah dalam mengelola kota. Kalau benar, tentu nggak akan ribut begini. Singapura pernah tergenang, lalu banyak orang di Jakarta tepuk tangan karena negara yang tertib seperti Singapura saja bisa tergenang. Tapi ada bedanya, di Singapura, genangan cepat hilangnya dan hanya di satu titik. Tapi kalau kita, (genangan) lama hilang dan menyebar di semua tempat.

Pemerintah masih belum maksimal dan kurang serius dalam menangani?

Kapasitas kemampuannya sangat lambat. Karena yang jadi masalah, penyelesaian masalahnya kayak deret hitung, tapi masalahnya seperti deret ukur. Diselesaikan 2, masalahnya 4, diselesaikan 4 masalahnya 8. Lompatannya terlalu cepat jadi gelagapan.

Ini butuh anggaran yang tidak sedikit. Tapi anggaran ini parsial. Yang harus dilakukan adalah upaya yang bersinergi dengan prioritas sehingga nantinya tidak terulang lagi.

Penyempitan kali yang disebabkan bangunan di bantaran kali memberi kontribusi penyebab banjir dan genangan di Jakarta?

Iya. Fungsi drainase dan gorong-gorong terkendala karena tertutup bangunan. Implikasinya air tidak mudah mengalir. Kalau gorong-gorong terpeliharta, tidak berubah fungsi, maka akan berfungsi baik. Kalau enggak ya, selamat menikmati masalah seperti sekarang ini. Sebenarnya ini kan sederhana saja. Menjadi persoalan karena gagal pemeliharaan.

Meskipun Pemprov DKI sudah melakukan pengerukan gorong-gorong dan kali tidak akan membantu banyak?


Sebab ada persoalan gravitasi, air yang ada di bawah permukaan laut, membuat air jadi sulit mengalir dan jadinya ada genangan. Sungai yang ada juga tidak mampu menampung air meskipun ada pengerukan. Karena tidak mencukupi. Pengerukan cuma satu kilo karena berdasar satu tahun anggaran. Jadi kalau mau mengeruk 20 kilo butuh 20 tahun anggaran kan?

Butuh waktu lama juga untuk mengatasi masalah ini?


Iya butuh waktu 10 atau 20 tahun lebih. Banjir Kanal Timur (BKT) yang digagas sejak tahun 1974 baru bisa digunakan pada lebih dari 30 tahun kemudian. Kita butuh waktu lama untuk benar-benar bebas dari banjir. Tapi sekarang bukan berarti tidak ngapa-ngapain. Kerjakan yang paling mudah saja dulu, dan buat prioritas.

Misalnya saja benahi drainase di wilayah Sudirman, dan sentra primer ekonomi. Karena genangan bisa membuat ekonomi terganggu. Selain itu sentra ekonomi perlu disebar di wilayah di kota pendukung Jakarta, jadi biar tidak semua orang perlu pergi ke Jakarta. Besarnya kendaraan itu kan dari luar Jakarta. Prioritaskan kawasan genting dan yang dianggap masalah, serta banyak simpul transportasi.

Pemerintah sekarang ini gagal mengatasi permasalahan klasik Jakarta?

Biarlah masyarakat yang menilai. Kalau berhasil ada puji, kalau gagal banyak maki. Sekarang ini banyak mana? Saya nggak punya kapasitas untuk mengevaluasi gagal atau tidak.

(vit/fay)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads