Berikut ini petikan wawancara detikcom dengan pengamat transportasi dari LIPI, Taufik Hidayat, terkait maraknya kecelakaan KA, Senin (4/10/2010).
Mengapa kecelakaan kereta api masih terus terjadi di Indonesia?
Perkeretaapian itu suatu sistem yang kompleks. Setelah era 1990-an sudah mengalami kemunduran. Kemundurannya sudah sudah nyaris sempurna, hampir semua lini di PT KA bermasalah. Regulator dan operator punya seabrek masalah.
Β
Ini sudah terakumulasi masalahnya. Karena penanganannya tidak dilakukan, melainkan dipending terus.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sedangkan di sisi lain, kereta api itu juga punya misi sosial. Karena itu ada kereta ekonomi. Tapi pemerintah tidak memberikan PSO sesuai yang dibutuhkan PT KA. Jadi bagaimana ya, diminta untung tapi juga digebuk.
Sekarang ini KA ekonomi nambah terus, ya bagaimana nggak nombok. KA itu sudah 40 tahun lebih, selama itu juga kompleksitas dibiarkan. Selalu menambah kereta, malah mau bikin double track. Padahal seharusnya fokus ke keselamatan dulu.
10 Tahun lalu saya sudah katakan masalah ini. Kecelakaan tidak akan berkurang kalau tetap seperti ini. Tidak adil kalau masalah ditimpakan kepada masinis yang tidak berdaya. Akar masalahnya banyak sekali.
Apa dulu yang harus dibenahi?
Kalau kita mau fokus kepada keselamatan, yang pertama itu jangan bebani KA dengan mencari keuntungan. Jangan dibebani dengan komersial dulu. Jadi kembalikan KA pada yang semestinya, kepada track-nya. KA itu seharusnya punya tingkat keselamatan tinggi, nyaman, tepat waktu. Ini harus dibenahi.
Kedua, pemerintah juga harus membenahi sarana dan prasarana yang ada. Jangan lagi buat double track, lupakan perluasan, tidak usah lagi tambah kereta. Jadi ya yang ada sekarang saja. Benahi saja keselamatannya.
Anggaran juga harus total untuk keselamatan. SDM itu mutlak. Di perkeretaapian, tipikalnya, kecelakan karena faktor manusia adalah sebanyak 65 persen. Sedangkan karena kesalahan teknis sebanyak 35 persen. Jadi sekarang itu bagaimana kita benahi faktor SDM. Kalau bisa dibenahi bisa berkurang kecelakaannya. Baru nanti dibenahi aspek teknologi, misalnya teknologi peralatan keselamatan.
Ketiga, dibenahi juga organisasinya. Jadi organisasi harus bisa mengkoordinasi manusia dan teknologi. Meskipun hebat manusianya atau teknologinya, tapi kalau manajemennya memble ya tidak bisa juga.
Teknologi seperti apa yang bisa membantu mengurangi kecelakaan kereta?
Di Indonesia, kalau misalnya masinis lalai melanggar sinyal nggak bisa apa-apa. Akibatnya bisa terjadi kecelakaan. Kalau di negara lain seperti Jepang, ada automatic train protection yang dipasang di lokomotif. Jadi kalau masinis ngantuk lalu salah jalur, misalnya, ada tanda nyala merah maka secara otomatis akan mengaktifkan rem darurat untuk berhenti. di Jepang ini sudah diaplikasikan sejak tahun 1973. Di kita nggak ada.
Mungkinkah pemerintah kesulitan mengadakan teknologi semacam itu karena mahal?
Itu nggak ada kompromi. Lebih baik beli teknologi mahal tapi bisa membantu keselamatan. Teknologi kan sifatnya membantu manusia, untuk menutupi kelemahan manusia juga. Masinis ngantuk itu manusiawi. Coba dirjen jadi masinis, pasti ngantuk juga. Lewat tengah sawah kan sepi, malam-malam, lalu suara kereta yang grodok-grodok seperti itu kan memang bikin ngantuk. Jadi teknologi itu bisa membantu.
Bagaimana peningkatan SDM di lingkungan kereta api?
Jangan main-main memberikan sertifikasi kepada masinis, dengan pemutihan tanpa tes nggak benar. SDM di KA itu banyak, ada masinis, PKA, kondektur, tenaga teknisi yang ada di lapangan, untuk signaling, belum yang lainnya. Kalau nggak salah ada sekitar 27 ribu pegawai. Nah, 70 persennya adalah untuk perawatan dan pengoperasian sarana. Jadi mereka itu harus di-up grade.
Untuk up grade kemampuan SDM dan teknologi, perlu dana itu pasti. Makanya harus ada tahapan-tahapannya. Jadi jangan sukanya cari kambing hitam saja.
Bagaimana armada yang kita miliki? Perlukah peremajaan saat ini?
Kalau peremajaan, itu boleh saja agar lebih handal. Tapi kalau double track, stop moratorium terhadap perluasan jaringan dan penataan armada. Kita format ulang, jadi perluasan jaringan nggak usah saja.
Bagaimana mengantisipasi human error?
Dengan up grade SDM dan teknologi. Manusiawi sekali kalau orang ngantuk, lelah, capek, atau mungkin ada penyakit. Mereka bukan superman. Maka itu penting di-back up teknologi.
Orang yang terlalu lama berjalan pasti capek, maka itu dibantu mobil. Dulu orang menulis dengan ballpen, sekarang ada banyak bantuan teknologi untuk menulis, seperti komputer.
Pemeriksaan kesehatan juga perlu. Tes kesehatan dan psikologi secara rutin perlu dilakukan. Dan itu semua harus ada record-nya. Jadi kalau misalnya ada kecelakaan, record-nya bisa dilihat. Jadi nanti bisa kita ketahui itu karena kelalaian saja atau karena gangguan kesehatan dan psikologis. Kalau ini tidak dilakukan berarti ada kesalahan manajemen.
Untuk masinis, sertifikasi itu harus mengedepankan tiga aspek yakni skill, knowledge dan attitude. Itu tugas regulator.
Tidak ada penyebab tunggal dalam kecelakaan. Kalau misalnya karena masinis ngantuk, kenapa dia bisa ngantuk. Kalau dia sakit, sakitnya apa, apakah karena kelelahan? Lelah kenapa? Mungkin karena kereta telat sehingga kerjanya jadi lebih lama. Kalau terlambat kenapa? Itu harus dilihat akarnya.
Perlukah pemasangan GPS pada kereta?
GPS itu sebenarnya untuk tahu posisi. Kalau jalan pada track yang sama, mau tabrakan jadi tahu.
Namun ada yang lebih modern. Yakni, tidak hanya tahu posisi kereta tapi bisa juga menghentikan laju kereta. Jadi sejak sinyal masuk, langsung otomatis siap-siap mengerem. Awalnya ada automatic train stop yang digunakan tahun 1973-an, di mana kereta langsung berhenti. Lalu berkembang, automatic train control, yakni pengereman bertahap. Lalu berkembang lagi automatic train operation yang membuat pemberhentian kereta menjadi lebih smooth.
Di India juga sudah dipakai alat semacam itu sehingga di sana jarang terjadi kecelakaan. Di India pada 2001 sampai 2007 mereka membenahi diri. Karena ekonomi berkembang, jadi menuntut infrastruktur yang memadai. Karena itu dibenahilah infrastruktur. Dianggarkan sekitar Rp 34 triliun khusus untuk membenahi keselamatan transportasi.
Pada 2004 saja, angka kecelakaan kereta turun 60 persen. India sudah berhasil keluar dari masalah kecelakaan kereta. Kalau mereka itu ada program ada uang. Jangan ada duit baru ada program, nanti jadinya tanpa dasar. Sumur yang tanpa dasar nantinya jadi apa? Jadi ditelan bumi? Habis duitnya, program nggak jelas.
(vit/nrl)