Di tengah keadaan zaman yang demikian, Yahya Andi Saputra tetap bertahan. Pria berusia 60 tahun tersebut masih menjadi seorang sahibul hikayat yang handal. Sahibul hikayat berangkat dari bahasa Arab yang berarti penutur cerita. Namun, seiring dengan perkembangannya dalam masyarakat Betawi, kata sahibul hikayat kini diartikan sebagai perpaduan dari tradisi lisan Betawi dengan dakwah Islam
Yahya Andi hanyalah satu dari segelintir orang yang menjadi penerus sahibul hikayat di masa kini. Dalam ceritanya, perjalanan panjang menjadi seorang sahibul hikayat tidak terlepas dari sosok Ahmad Sofyan, seorang penyair hikayat yang ia dengar di tahun 1980-an. Selain itu, semasa duduk di Sekolah Dasar ia kerap menonton lenong Betawi dan terpikat akan tuturan para pelakon yang ia anggap sarat akan makna kehidupan.
Sejak saat itu, Yahya Andi dapat menyimpulkan bahwa lenong Betawi yang ditontonnya banyak mengandung pesan kehidupan dan berniat baik untuk mengedukasi para penontonnya. Hal tersebutlah yang akhirnya menghantarkan Yahya Andi untuk terus menekuni sahibul hikayat hingga saat ini.
Berbagai cerita yang Yahya Andi sampaikan juga beragam. Sebagai tukang cerita, ia mampu bercerita fiksi, dongeng, berbagai pengalaman kisah kehidupan, dan juga berbagai sejarah mengenai Jakarta. Ia menerapkan prinsip 'palu gada' (apa lu mau gua ada) dalam bercerita. Kata tersebut bermaksud ia bisa menceritakan semua apa yang diinginkan oleh para pendengarnya.
Oleh karena itu, jika ada yang menginginkan lebih dalam tentang kisah Jakarta, Yahya Andi siap pasang badan dan segera datang. Ia akan segera berbagi cerita dan menjawab rasa penasaran semua masyarakat. Dedikasinya akan budaya Betawi pada akhirnya membuat Yahya Andi mendapatkan penghargaan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di tahun 2015.
(fhs/ega)