Tak banyak yang tahu kisah staf Dinkes Riau ini. Ibu dari tiga orang anak ini, selalu menghabiskan waktunya dari pelosok desa terpencil hingga desa perbatasan dengan negara tetangga Malaysia.
Sosok wanita yang bersahaja dan ramah ini, pernah tercatat di tahun 2006 lalu memegang program penyakit kusta. Mengisi kekosongan program kesehatan untuk warga terkena penyakit kusta yang sempat kosong selama dua tahun. Kala itu Rozita dipercayakan untuk mengemban amanah itu.
Dirinya membuat program perencanaan penanganan penyakit kusta di mana Riau walau bukan endemis. Wanita ini diusulkan untuk mengikuti pelatihan Pengawas Supervisor (Wasor) untuk kusta di Pusat Pelatihan Kusta Nasional (PLKN) di Makassar. Sebulan lamanya mengikuti pelatihan bagaimana penanganan kesehatan untuk orang terkena kusta.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Progam untuk penanganan kusta ini, memang selalu dihindari para tenaga kesehatan lainnya. Ini karena dimungkinkan karena ketidaktahuan soal penanganan kusta. Mungkin bagi sebagian orang, melihat penyakit kusta ini memang membuat bulu kuduk merinding. Ada yang kondisi kakinya puntung, penuh borok, tubuh yang terkena mati rasa.
Rozita hadir di sana, harus melawan mitos masyarakat pedesaan yang selalu menganggap penyakit kusta adalah kutukan, keturunan dan hal negatif lainnya. Tak mudah baginya meyakinkan masyarakat, bahwa penyakit tersebut juga ada obatnya.
"Penderita penyakit kusta selama ini selalu dikucilkan, masyarakat minim pengetahuan yang menanggap itu adalah kutukan. Tugas yang saya emban, bagaimana mengedukasi masyarakat bahwa penyakit itu bisa dicegah dan disembuhkan," kata Rozita dalam perbincangan dengan detikcom.
Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil) di kawasan pantai timur di Selat Malaka ini, salah satu tempat banyaknya warga terkana kusta. Sebagian masyarakat di sana menempati pulau-pulau terpencil. Rozita tak pernah mengenal menyerah. Dengan perjalanan darat dari Pekanbaru, dia tempuh menuju pulau terpecil itu harus menggunakan kapal kecil.
"Saya harus mengajarkan bagaimana cara membersihkan mereka yang terkena kusta. Banyak pihak keluarga mereka sendiri yang tak berani untuk membersihkan kulit-kulit yang terkena kusta. Saya harus yakinkan mereka, agar mereka juga bisa merawat keluarganya yang terkena kusta," kata Rozita yang pada 7 September 2018 lalu merayakan Ultahnya ke ke 50 tahun.
Bertahun-tahun lamanya, sosok ibu kelahiran Bukit Tinggi, Sumatera Barat itu tak mengenal rasa jenuh. Dia harus hilir mudik dari satu desa ke desa lainnya yang terdapat masyarakat terkena kusta. Dia satu-satunya Wasor paling berpengalaman di jajaran Dinas Kesehatan yang ada di Riau kala itu.
"Awalnya dulu saya juga berfikir takut menangani kusta karena bisa menular. Setelah saya pelajari penyakit ini dengan keyakinan penuh mendedikasikan diri untuk pasien kusta," kata Rozita yang usianya setengah abad namun awet muda itu.
Kepiawainnya dalam penanganan pasien kusta, Kemenkes selalu menjadikannya pelatihan buat tenaga kesehatan lainnya secara nasional. Rozita pun diminta Kemenkes untuk memberikan palatihan penanganan pasien kusta ke dinas kesehatan lainnya seperti di Provinsi Sumatera Selatan dan Sumatera Utara.
Keberhasilannya dalam penanganan pasien kusta di Riau, tak diragukan lagi. Rozita telah mengangkat nama baik Provinsi Riau yang mampu dalam penanggulangan pasien kusta terbaik. Padahal Riau tidaklah termasuk probinsi endemis kusta.
Tapi penanganan terhadap pasien kusta dinilai pemerintah pusat sebagai yang terbaik lewat jerih payah wanita berhijab ini. Sehingga keberhasilannya itu, membuat Pemprov Riau tahun 2009 lalu berkomitmen mengeluarkan anggaran kusta terbanyak di seluruh Indonesia. Gubernur Riau, Rusli Zainal kala itu diangkat menjadi Ketua Aliansi Non Endemis Kusta (ANEK) tingkat nasional.
"Riau memang bukan edmis kusta, tapi yang saya kerjakan bisa menjadi penanganan pasien kusta terbaik di Indonesia," kata ibu yang punya moto hidup 'jalani tugas dengan sepenuh hati' itu.
Kesuksesannya dalam penanganan pasien kusta ini, wanita yang hobi berolahrga badminton ini mendapat respons positif dari mantan fasilitator Nedherland Leprosy Relief (NLR) yang menjadi sponsor utama untuk program kusta di Indonesia. Dia juga mendapat respons dari Kemenkes di Subdit Kusta. Sekian banyak Wasor kusta di Indonesia, Rozita salah satu yang diperhitungkan ditingkat nasional.
Begitupun lebih dari dua puluh tahun, Rozita hanya seorang staf biasa. Dirinya yang sepenuh hati dalam program kesehatan untuk terkena kusta, mendadak dipindah ke Seksi Kesehatan Lingkungan.
"Program penanganan kusta sudah mendarah daging buat saya, malah saat saya dalam kondisi hamil besarpun tetap memberikan pelayanan ke pasien kusta. Tapi karena saya hanya staf, siap ditugaskan bidang apapun," katanya.
Wanita ini tak lama harus digeser kembali menjadi staf Team Media Center (TMC) Diskes Riau sejak tahun 2012. Penanganan dalam pelayanan info ke publik, lagi-lagi tangan dinginnya mampu mengangkat informasi publik ke situs yang dimiliki Dinkes Riau dan Pemprov Riau.
Tahun 2015, saat Riau dikepung asap pekat imbas kebakaran hutan dan lahan, saat itulah, Rozita yang selama ini sibuk dalam urusan internal ke dinasan seperti melihat dunia baru. Dunia baru yang dia rasakan adalah harus melayani informasi yang dibutuhkan jurnalis saat Riau dikepung asap hebat kala itu.
Dirinya adalah staf yang paling dicari wartawan lokal dan nasional. Baru kali itu dia merasakan bisa berdampingan kerja dengan para jurnalis. Rozita selalu dijadikan narasumber kala asap menggila. Tak hanya media nasional, dia juga narsum buat media internasional yang butuh data korban terpapar asap di Riau.
"Alhamdulilah, sejak tahun 2015 saya mengenal dunia baru lagi yaitu para pemburu berita. Awalnya bingung juga, lama kelamaan saya bisa memahami bagaimana kerja wartawan dan saya curi ilmunya untuk menulis di situs internal Dinkes Riau," kata Rozita tersenyum.
Setelah mengabdi selama 26 tahun hanya sebagai staf, Rozita sepertinya tak mendapat promosi jabatan apapun. Belakangan dengan seringnya kiprahnya dalam informasi kesehatan yang sering di publis jurnalis soal warga yang terpapar asap, membuat Gubernur Riau, Arsyadjuliandi Rachman memberikan kesempatan dirinya untuk dipromosikan menduduki jabatan.
Dari tahun 1990 menjadi PNS, baru tahun 2016 Dewi Fortuna berpihak kepadanya. Arsyadjuliandi Rachman mempercayakan wanita yang penuh segudang prestasi di bidang kesehatan ini, menjadi Kepala Seksi Promisi Kesehatan (Promkes) Dinas Kesehatan Riau.
Baginya jabatan itu amanah yang harus dipertanggung jawabkan. Tanpa jabatan pun, wanita ini tetap eksis di manapun ditugaskan. Hingga sekarang, sosok wanita yang satu ini tetap hilir mudik dari satu desa ke desa terpencil. Programnya kali ini beda, bukan kusta lagi. Tapi mengajak masyarakat Riau untuk Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
Pendampingannya dalam program PHBS ini, telah mengantar Kabupaten Rokan Hulu di Riau menjadi juara harapan satu tingkat nasional tahun 2018. Begitu juga soal Pos Yandu Kenanga, Kec Bukit Kapur, Kota Dumai. Pembinaanya mengantarkan Pos Yandu berprestasi tingkat nasional kategori. Ini sejarah pertama bagi Riau meraih posyandu tingkat nasional berkat pedampingan yang dilakukannya.
"Dua tahun sebelumnya, Riau hanya masuk nominasi tingkat nasional. Tapi kita terus melakukan pembinaan, alhamdulillah tahun 2018 Riau juara harapan satu tingkat nasional PHBS yang merupakan program nasional yang digaungkan Presiden Joko Widodo," kata Kak Ros itu sapaan akrabnya di kalangan wartawan.
Di mata para jurnalis, Rozita bagaikan magnet sumber berita soal kesehatan masyarakat. Berbagai informasi soal kesehatan banyak yang dia sampaikan. Termasuk media ini pernah menulis soal sekelompok masyarakat desa di Pelalawan Riau, membuat aturan melarang warganya merokok dalam rumah.
Tonton juga 'Kusta Tak Menghalanginya Jadi Guru dan Kepala Sekolah':
(cha/asp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini