"I Learn everything from the ship," ucap Muarif, asisten manager sekaligus kepala pelayan makan malam di kapal pesiar Voyager of The Seas. Hal itu disampaikan dia dalam pelayaran Voyager of The Seas pada 29 Mei hingga 2 Juni 2012 lalu yang mengambil rute Singapura-Malaysia-Thailand.
Pelajaran yang didapat Muarif antara lain adalah bagaimana menghadapi banyak orang dari berbagai negara yang berbeda kebudayaan dan sekaligus memiliki karakter berbeda. Dia juga belajar memperlancar komunikasi dengan bahasa Inggris. Dan seabrek hal-hal baru yang dulu tidak pernah dipelajarinya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Muarif menuturkan masa sekolahnya dihabiskan di Jakarta. Selulus SMA, dia ingin melanjutkan pendidikan di bangku kuliah. Tapi karena orang tua tidak sanggup membiayai apalagi Muarif masih punya dua adik, akhirnya dia memilih magang di hotel.
Beberapa bulan magang, Muarif lantas membaca iklan lowongan pekerjaan di kapal pesiar. Dia pun mengajukan lamaran. Syukurlah dia diterima. Petualangan di lautan pun dimulai di tahun 2000.
Sebagaimana pekerjaan lain, bekerja di kapal pun ada suka dan dukanya. Sukanya, dia bisa pergi keliling dunia dan belajar banyak hal. Namun dukanya dirinya harus hidup terpisah jauh dari keluarga. Untunglah teknologi berkembang pesat sehingga meski di lautan, dia bisa menelepon orang tua dan kedua adiknya di rumah.
"Yang menyebalkan ada banyak, utamanya dealing with the guests. Ada tamu yang punya ekspektasi tinggi dan kita tidak bisa memenuhinya. Misalnya nggak suka dengan makanan yang disajikan. Kami cuma bisa melakukan yang terbaik yang bisa kita lakukan," terang pria yang belum ingin menikah ini.
Menurutnya, banyak orang yang bekerja tidak sesuai dengan latar belakangnya. Banyak orang yang harus beradaptasi, belajar hal baru, untuk bisa terlibat dalam pekerjaan tertentu. Muarif adalah salah satu bukti. Bukti lainnya adalah Yaman, manager asal Turki yang juga bekerja di Voyager of The Seas.
"Semua orang itu struggling. Manager saya juga sama seperti saya, mulai dari bawah. Dan kita berjuang, melakukan yang terbaik, hingga akhirnya dipercaya dengan tanggung jawab ini," kisah Muarif.
Meski menikmati pekerjaannya, namun Muarif tak ingin berlama-lama bekerja di kapal pesiar. Dia lebih menyukai bekerja di darat dan dekat dengan keluarga. Muarif menargetkan akan bekerja di kapal pesiar hingga 5 tahun mendatang.
"Setelah itu ingin punya kapal sendiri ha ha. Saya inginnya kembali ke Indonesia, bekerja di negeri sendiri," sambung pria berperawakan tinggi ini.
Laut tidak selamanya tenang. Terkadang kapal harus melintasi terjangan gelombang yang cukup besar, sehingga membuat penumpang di kapal merasa sedikit pusing dan mual. Bahkan terkadang cuaca tidak bersahabat. Apakah hal itu membuat Muarif takut?
"Kita nggak pernah tahu kapan bahaya datang. Tidak di laut, tidak di darat, bahaya bisa datang kapan saja. Yang penting adalah safety first. Kita semua nggak mau mengalami seperti apa yang terjadi dengan Costa Concordia," ucap Muarif.
Untuk diketahui, di kapal Voyager of The Seas yang merupakan kapal terbesar yang melintasi Asia ini, terdapat sekitar 150 koki dari sekitar 30 negara. Secara keseluruhan, di kapal tersebut bekerja sekitar 100 orang berkebangsaan Indonesia. Mereka tersebar di bagian keamanan, kebersihan, maupun pelayan.
Saat itu, waktu kapal menunjukkan pukul 00.00. Makan malam sudah lama lewat. Usai berbincang dengan wartawan, Muarif bergabung dengan rekan-rekannya. Memberi instruksi ini dan itu agar ruang restoran kapal yang setara dengan hotel bintang lima itu rapi kembali.
Waktu berdetak, Muarif dan rekan-rekannya bahkan kerap tak sadar hari ini hari apa dan tanggal berapa. Sebab di laut, hari seolah tak dikenal. Dalam lelah karena melayani ribuan tamu kapal, mereka tak kehilangan keramahan dan semangat. Karena dalam diri masing-masing ada mimpi yang dibangun dari kapal ini.
(vit/nrl)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini