Muhlis Eso, 21 Tahun Bergumul dengan Peninggalan PD II

Muhlis Eso, 21 Tahun Bergumul dengan Peninggalan PD II

- detikNews
Selasa, 23 Agu 2011 17:32 WIB
Jakarta - Keringat membanjiri wajah dan leher Muhlis Eso (31) siang itu. Sesekali ia mengusapnya. Atap seng di rumah kayu memang membuat udara pengap dan panas. Namun, lelaki itu tak henti-hentinya membagi cerita.

"Ini topi baja punya tentara sekutu. Sedangkan yang ini adalah tempat minum merk GP & FO bikinan tahun 1943," ucap pria berkulit legam itu.

Laiknya guide resmi, Muhlis menjelaskan satu per satu benda peninggalan Perang Dunia II yang dikoleksi di rumah berukuran 6 x 4 meter itu. Muhlis menyebut bagunan yang tidak jauh dari Kantor Bupati Pulau Morotai, Maluku Utara (Malut), itu sebagai Museum PD II.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saya sudah 21 tahun mengumpulkan benda-benda milik tentara sekutu dan Jepang ini," kata Muhlis, dua pekan lalu.

Morotai memang pernah menjadi ajang pertempuran antara bala tentara Jepang dan sekutu, yang dikomandoi Amerika Serikat (AS) dan Australia pada tahun 1943-1944. Usai menundukkan Jepang di Morotai, sekutu menyulap pulau itu menjadi pangkalan militer. Saat itu, ada 200 ribu pasukan sekutu yang mendarat di pulau terpencil tersebut.

"Sekarang ini, saya memperkirakan 75 persen benda-benda peninggalan perang itu masih ada, baik di darat maupun di laut. Tapi itu perkiraan saja, sebab jumlah pastinya tidak tahu," kata laki-laki yang berasal dari desa Joubela, Kecamatan Darupa, ini.

Karena tidak ingin sejarah PD II di Morotai itu dilupakan begitu saja, Muhlis bertekad melestarikan jejak peninggalan berharga tersebut. Bermula dari ajakan sang kakek, Muhlis menjadi pengumpul benda-benda peninggalan PD sejak usia 10 tahun. Lambat laun, teman-temannya ikut tertarik. Sehingga saat ini ia mempunyai semacam tim yang beranggotakan 7 orang.

"Orang-orang cuma mendengar saja tentang perang di Morotai. Dengan benda-benda ini, kami ingin memberikan bukti," kata pria yang pekerjaan aslinya sebagai petani ini.

Muhlis menyimpan sebagai besar benda temuan di desanya. Warisan PD II yang dipajang di museum tersebut hanyalah contoh saja. Bangunan yang sebenarnya tidak layak disebut museum itu juga belum lama ini didirikan. Biaya operasionalnya berasal dari kantong pribadi dan bantuan dari para pengunjung.

"Pengunjung museum ini ada yang dari Australia dan Amerika Serikat. Mereka biasanya mencari jejak pendahulunya yang ikut PD II," katanya.

Muhlis berharap pemerintah menaruh perhatian pada warisa PD II di Morotai dengan membangun museum yang lebih besar. Sebab, dengan begitu, akan banyak benda-benda PD yang bisa ditampung di museum. Wisatawan yang akan berkunjung ke Morotai pun akan makin banyak.

"Kalau museumnya ada, saya masih punya 3 truk helm baja di kampung saya. Saya siap menyumbangkannya," ucap Muhlis.

Menjelang sore, Muhlis mengantarkan rombongan menuju bekas pemandian Douglas McArthur, jendral tersohor AS yang memimpin operasi di pasifik. Ia juga sempat menunjukkan sebuah banguan yang dibangun sebagai monumen PD II di Morotai. Sayang, hanya dua tempat itu yang bisa dikunjungi, sebab waktu tidak memungkinkan.

"Kalau banyak waktu datanglah lagi kemari. Masih banyak yang bisa dijelajahi. Di desa saja ada semacam bioskop. Kemudian ada bangkai tank amphibi juga," pesan dia.

(irw/fay)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads