Pria kelahiran 9 September 1968 ini kehilangan seluruh kaki kanannya dalam kecelakaan kereta api pada tahun 1996 silam. Namun, Sabar tetap menjalankan tugas sebagai suami menafkahi seorang istri, Nova Leni Indria (33) dan seorang anaknya Novalia Eka Satria (9) yang masih duduk di kursi kelas 4 SD.
Sabar menghidupi keluarganya dengan bekerja sebagai pembersih gedung di Solo. Ia bekerja di banyak tempat yang membutuhkan keberanian menghadapi ketinggian. Ia tiggal di rumah sederhananya di Desa Gendingan, RT 3 RW 6, Jebres, Solo.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain mendaki gunung, ia juga aktif mengikuti perlombaan balap sepeda, dan panjat dinding. Ia bahkan pernah memenangkan medali emas kejuaraan panjat dinding Asia pada tahun 2009.
Pengalaman ini yang membuatnya yakin mampu mendaki puncak tertinggi Eropa, Elbrus, bersama tim ekspedisi merah putih.
"Itu ide sudah lama dari tahun 2006. Kita terus berlatih bersama di Klaten," tutur Sabar yang kali ini mengenakan kemeja warna merah putih ini usai menerima bendera merah-putih dari Ketua DPR Marzuki Alie, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (1/8/2011).
Ia pun membawa pesan dalam misi tersebut. Sabar ingin memberi contoh generasi muda Indonesia agar tak mudah menyerah. Meski tuna daksa, ia mampu hidup normal dan tetap berprestasi.
"Sekarang ini banyak anak muda yang suka ke mal. Padahal mereka harus punya semangat muda untuk berprestasi," tegasnya.
Pertanyaan besar, mengapa ia memilih puncak tertinggi Eropa, bukan tertinggi di Indonesia? "Karena sudah ngurus mau mendaki Jaya Wijaya susah sekali karena kondisi saya," terangnya.
(van/irw)