Waspada Beli Rumah di Kota Wisata

Suara Pembaca

Waspada Beli Rumah di Kota Wisata

- detikNews
Senin, 03 Sep 2007 15:16 WIB
Keluhan
Sudah hampir dua tahun lamanya saya dan istri berniat mencari rumah di daerah Cibubur. Kami mengunjungi kantor pemasaran Kota Wisata Cibubur dan dilayani oleh saudara Jeffrey Jie, Senior Marketing Executive. Setelah melakukan beberapa kali kunjungan ke lokasi, kami menemukan rumah siap huni (ready stock) yang cocok dan ditawarkan di lokasi (cluster) Pesona Salzburg, rumah no SA5/48.Kami telah memberi tahu sebelumnya kepada Kota Wisata bahwa pembelian rumah tersebut adalah dengan menggunakan fasilitas pinjaman dari kantor di mana saya bekerja, dengan proses yang kurang lebih sama seperti pengajuan KPR pada umumnya. Persyaratan yang diminta pun kurang lebih sama, misalnya dokumen rumah yang sudah lengkap, seperti sertifikat tanah yang sudah pecah (minimal HGB, Hak Guna Bangunan). Setelah mengecek kepada bagian legal Kota Wisata, Sdr. Jeffrey mengkonfirmasikan bahwa sertifikat sudah pecah dan bersedia memberikan fotokopi. Dengan kondisi rumah yang sudah 100 persen siap huni dan sertifikat sudah ada, saya merasa sudah dapat meneruskan proses pembelian rumah tersebut.Setelah menyatakan minat untuk membeli rumah tersebut, saudara Jeffrey meminta kami untuk segera memberikan uang tanda jadi (UTJ) sebesar Rp 10 juta. Saya mengirimkan uang tanda jadi yang diminta pada tanggal 29 Mei 2007, dengan janji dari Sdr. Jeffrey bahwa dokumen yang disyaratkan akan segera dikirimkan keesokan harinya kepada saya melalui fax. Fotokopi sertifikat tanah telah diterima sebelumnya, dan masih ada kekurangan seperti fotokopi IMB (Izin Mendirikan Bangunan), cetak biru rumah, dan bukti pembayaran PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) terakhir.Pada hari itu juga saya menerima tanda terima sementara dari uang tanda jadi (dan diberi tanggal 31 Mei 2007) dan setelah negosiasi, harga rumah juga telah disepakati. Selain itu, Sdr. Jeffrey membuatkan satu surat pesanan. Atas saran Sdr. Jeffrey harga pengikatan serta cara pembayaran belum dicantumkan pada surat tersebut karena masih perlu dihitung harga total termasuk biaya SHM (Sertifikat Hak Milik) dan melakukan finalisasi tanggal pembayaran dan jumlahnya sesuai dengan kondisi keuangan saya.Harga yang sempat dibahas adalah Rp 1.138.400.000 (termasuk BPHTB, biaya perolehan hak atas tanah dan bangunan) + Rp 7.000.000 (SHM). Sempat dibahas cara pembayaran sbb:
  • 29/31 Mei Rp 10 juta sebagai uang tanda jadi
  • 5 Juni Rp 80 juta sebagai uang muka kedua
  • 29 Juni Pelunasan sisanya oleh perusahaan.
  • Tindak lanjut yang disepakati adalah bahwa Sdr. Jeffrey akan mengirimkan sisa kelengkapan dokumen pada tanggal 30 Mei dan finalisasi harga pengikatan dan memberikan surat pesanan pengganti yang sudah final dan mencantumkan harga pengikatan dan cara pembayaran yang disepakati kedua pihak.Pada tanggal 30 Mei 2007, Sdr. Jeffrey menghubungi istri saya melalui ponsel dan mengusulkan untuk membayar 10 juta saja pada 5 Juni. Istri saya mengatakan akan mengkonfirmasikan kepada saya dan menghubungi kembali untuk jawaban kami. Istri saya kembali mengingatkan bahwa kami belum menerima dokumen yang dijanjikan dan dia mengatakan bahwa dia sedang berada di luar kantor dan akan meminta rekan di kantor untuk segera mengirimkannya melalui fax sore itu juga.Setelah istri menyampaikan kepada saya mengenai usulan tersebut, kami memutuskan untuk melakukan pembayaran kedua yang yang lebih besar lagi untuk tanggal 5 Juni. Ketika kami mencoba menyampaikan hal tersebut kepada Sdr. Jeffrey, panggilan melalui ponsel ataupun SMS kami tidak mendapat jawaban apa pun.Saudara Jeffrey tidak bisa dihubungi tanpa kabar apapun sampai berhari-hari ke depan. Saya menghubungi saudara Stevanus (Marketing Kota Wisata yang pernah dikenalkan Sdr. Jeffrey saat proses pemilihan rumah), tapi tidak mengetahui apapun mengenai status dan tindak lanjut yang harus dilakukan. Jadi saya harus menjelaskan kembali kepada Sdr. Stevanus dan dia berjanji akan segera memberi kabar selanjutnya kepada saya. Ini tidak pernah ditindaklanjuti.Pada tanggal 31 Mei 2007, karena Sdr. Jeffrey masih tidak dapat dihubungi, saya kembali menghubungi Sdr. Stevanus untuk menindaklanjuti dan dia mengatakan dokumen tersebut ada tetapi perlu ada surat resmi dari pembeli untuk meminta surat tersebut. Sebuah alasan yang tidak masuk akal, karena saya sudah jelas menyetorkan UTJ dan berhak melakukan pengecekan terhadap dokumen yang sah untuk kemudian menjadi referensi pengajuan pinjaman KPR (Kredit Kepemilikan Rumah). Stevanus menyarankan agar saya bicara langsung dengan pihak legal yaitu Sdr. Putu untuk meminta penjelasan, dengan alasan sudah bukan urusan bagian marketing. Ini adalah contoh pelayanan yang amat tidak profesional dengan tidak memberikan informasi yang jelas dan saling lempar tanggung jawab.Setelah dihubungi, alangkah terkejutnya saya ketika Sdr. Putu mengatakan bahwa dokumen yang diminta tidak ada (IMB, cetak biru, dan bukti pembayaran PBB) karena masih dalam proses dan tidak bisa menjelaskan kapan dokumen selesai. Hal ini merupakan alasan yang sangat aneh mengingat bangunan sudah seratus persen berdiri dan siap huni, dan pengakuan dari pihak Kota Wisata sendiri bahwa dokumen tersebut ada.Saudara Putu tidak bisa memberikan penjelasan yang memuaskan mengenai penyelesaian dan hanya menyarankan untuk mengirimkan surat keterangan dari pengembang (itupun harus berdasarkan surat permintaan resmi dari saya).Saya mengirimkan SMS mengeluhkan buruknya koordinasi dan pelayanan ini kepada Sdr. Jeffrey, tidak ada tanggapan sampai esok harinya. Itupun hanya SMS meminta maaf, memberi tahu bahwa dia sedang cuti dan akan mengurusnya saat kembali ke kantor pada 7 Juni. Pada tanggal 5 Juni, saya menerima telepon dari bagian keuangan Kota Wisata yang menagih pembayaran kedua sebesar Rp 10 juta. Saya jelaskan bahwa belum ada harga pengikatan dan cara pembayaran pun belum disepakati. Surat pesanan saya pun belum diganti dan masih dikosongkan dan bahwa saya menunggu-nunggu kabar dari Sdr. Jeffrey mengenai cara pembayaran yang final. Dia terkejut dan mengaku bahwa salinan surat pesanan yang diterimanya sudah tercantum cara pembayaran kedua sebesar Rp 10 juta pada 5 Juni dan pelunasan pada 29 Juni. Saya kembali jelaskan bahwa salinan yang ada pada saya tidak tercantum hal tersebut. Dia berjanji akan menghubungi saudara Jeffrey untuk meminta penjelasan.Saya terus mencoba menghubungi Sdr Jeffrey yang sesuai janjinya akan menghubungi kami pada 7 Juni, dan baru membalas telepon saya pada 11 Juni dan berjanji akan segera berkoordinasi dengan pihak legal dan finance. Saya sampaikan bahwa IMB sangat penting untuk proses aplikasi KPR dan jika tidak ada aplikasi saya akan ditolak oleh perusahaan. Dan dia berjanji untuk mencari kepastian soal IMB dan akan memberi kabar hari itu juga. Ternyata sampai tanggal 21 Juni pun tidak ada satu kata pun.Pada 21 Juni 2007, saya menerima peringatan 1 melalui email dari Sdr Ida, bagian keuangan Kota Wisata untuk melunasi pembayaran kedua dan pelunasan seluruh pembayaran disertai denda. Ini merupakan lelucon yang sangat tidak lucu dan menunjukkan buruknya pelayanan dan koordinasi internal Kota Wisata. Hari itu juga saya mengirimkan email balasan berupa penjelasan atas kasus ini dan sekaligus mengeluhkan buruknya pelayanan mereka dan memberi kabar bahwa pengajuan KPR saya telah ditolak karena dokumen yang tidak lengkap. Sesuai isi perjanjian surat pesanan, saya menuntut hak saya berupa pengembalian UTJ karena KPR telah ditolak. Saya juga mengancam akan mengirimkan surat keluhan terbuka melalui media massa jika tidak ada tanggapan dari manajemen Kota Wisata.Pada tanggal 23 Juni, saya menerima telepon dari Sdr. Jeffrey yang meminta maaf atas kelalaian dirinya dan pihak Kota Wisata. Dia juga menyampaikan bahwa proses pembuatan IMB baru akan selesai dalam waktu delapan sampai sembilan bulan ke depan. Saya katakan tidak bisa menunggu selama itu dan pasti pengajuan tetap ditolak. Kami sepakat untuk tidak meneruskan proses pembelian rumah dan Sdr. Jeffrey berjanji akan mengurus pengembalian UTJ. Dia meminta waktu satu minggu karena harus menunggu atasannya kembali dari cuti. Walaupun alasan tersebut sangat aneh, dengan berat hati saya katakan akan menunggu dan mewanti-wanti agar tidak berbohong lagi dan menepati janjinya.Setelah itu, saya meneruskan usaha mencari rumah dan telah menemukan rumah lain dan sepakat untuk melakukan proses negosiasi.Satu minggu kemudian, tidak ada kabar dari Jeffrey. Ketika saya SMS, baru dia menelepon dan meminta untuk diberi waktu sampai hari Senin, 25 Juni 2007, karena atasannya baru kembali bekerja pada tanggal tersebut. Pada tanggal 25 Juni, Sdr. Jeffrey mengirim SMS dengan pesan sedang mendiskusikan kasus ini dengan atasan dan manajemen dan akan memberi kabar segera.Pada tanggal 26 Juni (dua bulan setelah pembayaran UTJ dan satu minggu setelah penolakan KPR), sdr. Jeffrey menelpon dan menyampaikan hal yang sangat mengejutkan bahwa secara ajaib surat IMB rumah dimaksud telah selesai pada hari itu juga dan akan segera mengirimkan fotokopinya kepada saya melalui fax. Saya ingatkan bahwa perjanjian pembelian kita sudah batal dengan adanya penolakan KPR dari perusahaan dan saya tetap menagih janji pihak Kota Wisata untuk pengembalian UTJ sesegera mungkin. Dengan sangat konyol Sdr. Jeffrey mengatakan hal ini mungkin sulit mengingat IMB sudah ada dan memaksa saya untuk meneruskan pembelian, walaupun dia mengakui kesalahan dan kelalaian Kota Wisata yang menyebabkan penolakan KPR tersebut. Saya tetap pada pendirian saya bahwa pembelian telah batal dengan ditolaknya KPR. Apalagi saat ini saya telah menemukan rumah lain dan akan segera melakukan proses finalisasi. Tentunya uang saya yang masih disandera oleh pihak Kota Wisata dengan semena-mena, akan sangat diperlukan.Sampai hari ini (9 Juli 2007) tidak ada tanggapan apapun dari Kota Wisata. Sdr. Jeffrey yang saya hubungi melalui ponsel setiap hari hanya menjawab pada 6 Juli bahwa pengembalian uang merupakan urusan bagian keuangan dan akan bantu tindak lanjut esok harinya. Namun seperti biasa, tidak ada kabar lagi walaupun dihubungi setiap hari. Saya mulai merasa frustasi dengan masalah ini dan merasa pihak Kota Wisata tidak memiliki niat baik untuk menyelesaikan masalah dan berusaha untuk tetap mencari keuntungan dari kejadian ini. Saya tidak melihat ada niat untuk mengembalikan uang saya. Alih-alih mendapat rumah idaman, malah waktu saya terbuang percuma dan rasa kecewa dan terjebaklah yang saya peroleh.Dengan surat ini saya meminta pihak manajemen Kota Wisata untuk segera mengembalikan uang hak saya secepat mungkin. Apakah pihak YLKI (Lembaga Konsumen Indonesia) dapat membantu dalam kasus ini?Saya juga ingin menanyakan kepada pihak berwenang dan juga REI (Real Estate Indonesia), apakah melakukan pembangunan unit rumah tanpa IMB merupakan sebuah tindakan yang melanggar hukum dan apakah usaha menjual rumah yang tidak lengkap dokumennya tanpa pengetahuan pembeli merupakan usaha penipuan?Ahmad Maulana HGBekasi

    Keluhan diatas belum ditanggapi oleh pihak terkait

    (msh/msh)
    Hoegeng Awards 2025
    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
    Selengkapnya
    Kirimkan keluhan atau tanggapan Anda yang berkaitan dengan pelayanan publik. Redaksi detikcom mengutamakan surat yang ditulis dengan baik dan disertai dengan identitas yang jelas. Klik disini untuk kirimkan keluhan atau tanggapan anda.



    Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
    Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
    Hide Ads