Keluhan
Sebetulnya saya sudah sering menggunakan jasa maskapai AirAsia untuk perjalanan domestik saya, bahkan sejak namanya masih Awair. Namun baru kali ini saya mendapatkan perlakuan yang benar benar benar benar buruk dan di luar toleransi saya sebagai paying customer. Hari Sabtu lalu (18 Februari 2006) seharusnya saya terbang ke Surabaya dengan AirAsia bersama 2 orang rekan saya untuk menyelesaikan pekerjaan penting di Surabaya. Saya melakukan booking sejak hari Selasa (14 Februari 2006) melalui internet untuk penerbangan jam 7:20 pagi dan semuanya berjalan lancar seperti biasanya. Saya sudah sampai di Bandara sejak pukul 5:40 pagi dan saat itu sama sekali tidak ada pemberitahuan apa pun dari AirAsia mengenai keterlambatan penerbangan. Saat saya check in pukul 6:05, check in counter terlihat kosong dan petugas yang ada memberitahukan bahwa pesawat saya akan didelay hingga pukul 1 siang! Berhubung kantor saya di Surabaya tutup jam 2 siang di hari Sabtu, tentu saya tidak bisa menunggu flight jam 1 tersebut, maka saya bergegas ke sales office untuk melihat option apa saja yang saya miliki. Ternyata di sales office sudah banyak orang yang marah-marah karena keterlambatan ini. Kebanyakan dari mereka menyesalkan mengapa tidak ada pemberitahuan padahal saat membeli tiket, AirAsia selalu meminta no telepon yang bisa dihubungi. Karena pihak sales office juga tidak bisa memberi kepastian apakah pesawat jam 1 pasti on schedule, maka saya meminta agar uang saya dikredikan kembali ke credit card saya. Dan proses ini pun memakan waktu yang lama sekali, padahal saya harus bergegas ke terminal lain untuk mencari penerbangan lain ke Surabaya. Di sini kesabaran saya sudah mulai hilang. Yang membuat saya benar-benar meledak justru adalah staf call center bernama Kiki yang menerima telepon saya Sabtu siangnya. Saya menelepon ke call center seperti disarankan oleh Sales Office di Bandara untuk memastikan bahwa credit card saya sudah mulai dikreditkan kembali. Dengan bahasa dan nada bicara yang luar biasa menyebalkan; Kiki mengatakan bahwa proses pembatalan transaksi saya akan memakan waktu 3 bulan. Kenapa sampai 3 bulan? "Bapak tau nggak, ini kan juga mesti ngantre di Malaysia," katanya. Sungguh, sebagai paying customer, saya benar benar benar benar kecewa. Jika saya harus membuat daftar kekecewaan, inilah daftarnya:1. Tidak ada pemberitahuan mengenai penundaan yang cukup lama padahal pihak AirAsia memiliki data no telepon saya yang bisa dihubungi. Apa gunanya meminta no telepon jika tidak digunakan untuk emergency seperti ini? 2. Saat meminta uang saya dikreditkan di sales office, proses ini memakan waktu yang sangat lama padahal saya masih harus mencari penerbangan pengganti. Petugas yang ada juga tidak berempati dengan keperluan kami untuk tiba di Surabaya secepatnya. Semua bermuka masam dan sangat lama dalam mengurus pengembalian uang yang sebetulnya adalah hak saya. 3. Penumpang lain yang kemudian berbondong-bondong mendatangi sales office juga tidak dihandle dengan baik. Memang penundaan kadang-kadang terjadi karena faktor di luar kemampuan AirAsia. Namun yang ada di dalam kontrol adalah kemampuan melakukan service recovery terhadap penumpang yang kecewa. Dan pagi itu, yang terlihat malah eskalasi kekecewaan penumpang. 4. Saat menelepon Kiki di call center siangnya, saya -- paying customer yang baru saja dikecewakan -- disambut dengan perlakuan yang sangat buruk. Bahasa dan nada bicara yang buruk disertai penjelasan yang malah membangkitkan emosi membuat saya menyimpulkan bahwa customer service AirAsia benar-benar buruk. 5. Penjelasan Kiky mengenai proses settlement yang bisa memakan waktu 3 bulan membuat saya terheran-heran. It's my money, dan bukan karena salah saya pesawat jadi terlambat, tapi mengapa saat meminta uang saya kembali saya harus menunggu sampai 3 bulan? Apakah AirAsia menganut business practice "ambil uang dulu urusan lain belakangan"? Penumpang yang sudah didelay, gagal mencari penerbangan pengganti, dan kemudian uangnya baru dikembalikan 3 bulan kemudian tentu akan mengeluarkan sumpah serapah. 6. Sebetulnya ini bukan masalah uang tiket (yang dalam kasus saya cuma Rp 700 ribu lebih), namun lebih kepada perlakuan yang saya terima hari itu dari AirAsia. Saya tidak melihat adanya upaya service recovery terhadap saya -- a paying customer -- dari AirAsia hari itu. Dari kejadian hari Sabtu itu saya mendapat kesimpulan bahwa AirAsia tidak perduli dengan penumpangnya. Yang mereka perdulikan adalah menjual tiket dan mengangkangi uang tiket tersebut selama 3 bulan bagi penumpang yang gagal terbang. Apakah paying customernya rugi waktu dan uang, bingung mencari penerbangan lain, harus menunggu lama untuk proses pengkreditan di sales office, sakit hati waktu diperlakukan buruk oleh staff call center; mereka tidak perduli. Setelah sampai di rumah dan membaca Air Asia's Terms & Conditions of Carriage, apa yang tertera di pasal 9.2.b juga tidak dijelaskan pada saya di sales office. Mereka malah bersikap seakan "udah, terima nasib aja..."Oleh karena itu saya akan menjalankan fungsi saya sebagai semestinya sebagai seorang paying customer yang dikecewakan: membagi dan mengabarkan pengalaman buruk ini seluas-luasnya agar tidak ada lagi orang yang telah membayar untuk suatu produk atau service diperlakukan secara tidak semestinya. yohan@yohanhandoyo.com Keluhan diatas belum ditanggapi oleh pihak terkait
(nrl/)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Kirimkan keluhan atau tanggapan Anda yang berkaitan dengan pelayanan publik. Redaksi detikcom mengutamakan surat yang ditulis dengan baik dan disertai dengan identitas yang jelas. Klik disini untuk kirimkan keluhan atau tanggapan anda.