Ilustrasi : Edi Wahyono
Senin, 29 September 2025Sekitar pukul 11 siang, sebuah ambulans bergegas memasuki area RSUD Cililin, Kabupaten Bandung Barat. Ambulans itu berhenti tepat di depan UGD. Petugas tergopoh membopong seorang anak SMP yang muntah-muntah dan tampak pucat menahan nyeri.
"Habis makan MBG," ucap salah satu tenaga kesehatan yang mendampingi korban kepada detikX, Kamis, 25 September 2025.
Rumah sakit ini memang jadi supersibuk sejak wabah keracunan MBG merebak di Bandung Barat pada Senin, 22 September 2025. Para petugas kesehatan dan dokter mengaku kewalahan. Sebagian dari mereka, yang seharusnya libur, terpaksa masuk kerja untuk melayani para korban.
Fasilitas RSUD Cililin memang terbatas. Namun RS ini adalah salah satu rujukan utama di Kabupaten Bandung Barat. Untuk itu, mayoritas korban ditampung di sini. Para korban yang dibawa dari pelosok kampung harus menempuh perjalanan lebih dari satu jam untuk mendapatkan pengobatan di RSUD Cililin.
Selama beberapa hari, ratusan korban dan kerabatnya berdatangan silih berganti. Ruangan yang tersedia tak cukup, sehingga banyak korban terpaksa diletakkan di selasar rumah sakit menggunakan tempat tidur darurat yang dipinjam dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah. Bahkan, sebelum ada tempat tidur darurat, para korban duduk dan berbaring di lantai rumah sakit.
Salah satu korban yang berasal dari Madrasah Tsanawiyah Syarif Hidayatullah Cipongkor, Dinda, mengatakan ia dan rekan-rekannya mendapatkan menu MBG berupa ayam kecap, salad selada, stroberi, sambal, mentimun, dan tomat. Semua menu yang disajikan dilahap sampai habis. Namun, tak berselang lama, ia mulai merasakan sakit perut dan sesak napas yang hebat. Bahkan ia dilaporkan sempat mengalami kejang dan kehilangan kesadaran.
"Nggak bisa gerak. Kakinya sama. Sama perutnya sakit banget, pusing, nggak muntah tapi pengin muntah. Sadar-sadar udah di sini, pakai oksigen, suka engap kalau dicopot," ucapnya kepada detikX saat ditemui di RSUD Cililin.
Kondisi pasien korban keracunan Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang terbaring lemah di kasur lipat didampingi keluarga yang menginap dari semalam di RSUD Cililin, pada Kamis (25/9/2025).
Foto : Ani Mardatila/detikX
Dinda mengaku sudah beberapa kali menerima MBG. Sayangnya, di beberapa kesempatan itu, menu yang disajikan kerap basi. Kali ini menu yang disajikan tampak tak basi dan bisa dimakan, tapi justru beracun.
Sementara itu, korban lain yang berasal SMKN 1 Cihampelas atas nama Adis mengaku sempat pulang ke rumah setelah mengonsumsi MBG. Mulanya tak merasakan gejala, tetapi saat di rumah ia merasakan gejala serupa korban lain, badannya bergetar hebat disertai pusing. Akhirnya Adis dibawa ke rumah sakit.
Kepada detikX, ia mengaku mendapatkan menu lotek, kentang rebus, dan telur rebus. Ia juga merasa kecewa dengan program MBG yang disebut makin aneh. Sebelumnya, ia mendapatkan menu yang tak layak konsumsi.
"Sempat waktu itu nemuin belatung," ungkapnya.
Selain di rumah sakit, sebagian korban di tampung di posko-posko darurat di desa masing-masing. detikX menyambangi salah satu posko di Kecamatan Cihampelas. Di sana tampak satu korban yang sedang dirawat. Ia adalah murid Madrasah Aliyah Al-Mukhtariyah Mande.
Korban yang duduk di kelas 12 ini terbaring lemas di atas pelbet dan didapati kesulitan bicara. Sebelumnya, ia sempat dipulangkan karena kondisinya membaik. Namun, beberapa jam kemudian, dampak keracunannya kembali kambuh. Tak berselang lama, sebuah ambulans menjemputnya untuk membawa ke IGD.
Kondisi serupa diceritakan Kepala SMK Pembangunan Bandung Barat Mokhamad Husen. Beberapa siswa yang mulanya tak terdampak parah baru menunjukkan gejala lebih serius sehari setelahnya. Namun sebagian besar korban langsung menerima dampak serius tak lama setelah konsumsi.
Husen menuturkan malapetaka keracunan ini mulai terjadi sekitar 30 menit setelah siswa mengonsumsi MBG. Sejumlah siswa di masing-masing kelas tersungkur dan tampak kejang-kejang.
"Yang paling parah itu kelojotan. Seperti orang bagaimana ya, kalau bahasa kami itu, seperti sekarat itu," ungkapnya kepada detikX.
Selain itu, Husen membenarkan adanya korban yang mengalami buang air besar disertai darah. "Itu kemungkinan tidak semua. Ada informasi itu, tidak banyak," ucapnya.
Husen mengatakan, sebelumnya, pihak sekolah sudah mengajukan protes atas kualitas menu MBG. Beberapa kali dijumpai nasi dan sayur yang basi.
Menurut tenaga kesehatan dan dokter di rumah sakit serta puskesmas yang detikX jumpai, gejala para korban relatif seragam walaupun bersumber dari makanan dan dapur yang berbeda. Mayoritas korban merasa sesak napas, tampak kejang, perut sakit, mual, muntah, pusing, dan penurunan kesadaran. Salah satu tenaga medis yang detikX temui di lokasi mengatakan saturasi oksigen sejumlah korban sempat menurun di bawah ambang batas normal.
Plt Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Barat Lia mengatakan kondisi paling parah yang dialami korban adalah kejang dan penurunan kesadaran.
"Jadi penurunan kesadaran itu pasien itu kayak tertidur terus. Kemudian telapak tangan-telapak kaki dingin banget, itu di hari pertama banyak banget ya. Jadi saya sampai mau kejepit pintu ambulans, karena panik ya, takut nggak keburu dan sebagainya," ucapnya kepada detikX.
Menurut Lia, kondisi lebih parah mayoritas dialami korban yang usianya lebih dewasa, usia SMP dan SMA. Adapun korban SD dan PAUD mayoritas mengalami demam dan mual.
Baca Juga : Pangkas Sana-sini demi Makan Bergizi Gratis
Kondisi pasien korban keracunan Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang terbaring lemah di kasur lipat didampingi keluarga yang menginap dari semalam di RSUD Cililin, pada Kamis (25/9/2025).
Foto : Ani Mardatila/detikX
"Bukan tiap hari, tiap jam (ada korban). Baru masuk, ada lagi," ungkapnya.
Adapun jumlah siswa di Bandung Barat yang keracunan MBG sejauh ini tercatat mencapai 1.333 siswa. Tragedi ini setidaknya terbagi menjadi tiga klaster. Klaster pertama terjadi pada Senin, 22 September 2025, bersumber dari dapur SPPG di Kampung Cipari, Desa Cijambu, Kecamatan Cipongkor, dengan 411 korban.
Kemudian klaster kedua terjadi pada Rabu, 24 September 2025, yang berasal dari dapur SPPG Kampung Pasiraji, Desa Neglasari, Kecamatan Cipongkor, memakan 730 korban. Pada hari yang sama juga meledak klaster ketiga yang bersumber dari dapur SPPG Desa Mekarmukti, Kecamatan Cihampelas, dengan 192 korban.
Akuntan SPPG Mekarmukti, Salma, mengatakan pihaknya sudah menyiapkan menu sesuai standar yang ditetapkan Badan Gizi Nasional. Ia juga membantah makanan yang dikonsumsi anak-anak itu basi.
"Kalau makanan nggak sih. Ya, cuma ya masih diselidiki kalau untuk itu ya (sebab keracunan)," ucapnya saat ditemui detikX di lokasi dapur Mekarmukti.
Dikutip dari detikJabar, Laboratorium Kesehatan Jawa Barat (Labkes Jabar) telah menerima ratusan sampel makanan dari program MBG sejak Januari 2025. Sampel tersebut berasal dari belasan kabupaten/kota di Jabar yang merupakan makanan yang menjadi pemicu keracunan penerima MBG.
Kepala Labkes Jabar, Ryan Bayusantika Ristandi, mengatakan pihaknya mengantongi 163 sampel MBG dari 11 dinas kesehatan daerah di Jabar. Namun sampel-sampel itu tidak termasuk KLB yang terjadi di Bandung Barat yang saat ini masih dalam tahan pengujian di laboratorium.
"Dari parameter pemeriksaan keamanan pangan pada laboratorium mikrobiologi, hasilnya berbeda-beda. Secara frekuensi didominasi oleh bakteri Salmonella dan Bacillus cereus. Pada pemeriksaan laboratorium kimia, paling banyak dari parameter nitrit," ucapnya.
Reporter:Ahmad Thovan Sugandi, Ani Mardatila, Fajar Yusuf Rasdianto
Penulis: Ahmad Thovan Sugandi
Editor: Dieqy Hasbi Widhana
Desainer: Fuad Hasim