Ilustrasi : Edi Wahyono
Selasa, 23 Juli 2024Ica—bukan nama sebenarnya—lulusan keguruan jurusan seni budaya di kampusnya. Namun perubahan kurikulum baru-baru ini membuat sekolah tempat Ica mengajar memutuskan menghapus mata pelajaran seni budaya, menggantinya dengan mata pelajaran prakarya. Sebagai guru honorer, dia dituntut serbabisa.
“Jadi saya (diminta) mengajar PPKN, prakarya, dan IPS. Dan saya pelajarilah itu semua mati-matian supaya murid saya tidak bodoh,” ungkap perempuan berusia 34 tahun itu kepada detikX.
Ica hanya bisa mengikuti apa yang diperintahkan. Menjadi guru adalah impiannya sejak kecil. Ia tak ingin terlalu mempermasalahkan itu selama bisa membantu murid-muridnya berkembang sesuai dengan kebutuhannya.
Ica mengajar sekitar 25 jam setiap minggunya. Ia harus bangun pukul empat pagi untuk berangkat dari rumahnya di Bekasi menuju Jakarta Barat karena ia mengandalkan transportasi umum untuk ke sekolah.
Jika telat beberapa menit saja di halte transit, ia bisa terlambat sampai sekolah karena waktu mengajar dimulai pukul 06.30 WIB. Bagi Ica, suatu hari nanti ia pasti memiliki penghidupan yang lebih baik di dunia keguruan ini.
Namun, beberapa waktu lalu, Ica mendengar kabar buruk mengenai pekerjaannya: cleansing atau penghapusan guru honorer di Jakarta. Sontak hati Ica begitu hancur. Pasalnya, kabar ini begitu mendadak. Mimpinya rasanya kian pupus.
Selama ini bahkan gajinya tidak menyentuh angka UMR, yaitu Rp 3 juta saja. Meski demikian, Ica percaya kelak ia akan menuai buah ranum yang ia tanam. Gaji itu ludes untuk biaya transportasi sehari-hari, membantu kebutuhan rumah orang tuanya yang sudah pensiun, serta membantu membiayai adiknya yang masih belajar di bangku kuliah.
Dari hari ke hari terdengar kabar teman-temannya di sekolah lain mulai ‘dirumahkan’. Ica hingga saat ini masih bekerja karena kepala sekolah belum secara definitif memberhentikannya. Kendati demikian, banyak rekan kerjanya menyarankan Ica cepat-cepat mencari pekerjaan di sekolah swasta.
“Saya sudah Dapodik. Saya sudah terdaftar di Kemendikbud, tapi saya belum ada NUPTK (nomor unik pendidik dan tenaga kependidikan) karena syaratnya KKI (kontrak kerja individu). Sedangkan 2022-2023, mereka tidak meluluskan kami tes KKI. Kami seperti bakteri jamur virus yang harus disingkirkan. Padahal kamilah tombak di sekolah ini,” tutur Ica.
Ica tidak akan berhenti mengajar sebelum kepala sekolahnya memintanya berhenti. Ica pun berharap ada keputusan yang adil dari Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta dan Kemendikbudristek menyangkut nasibnya beserta ratusan guru honorer lainnya.
“Koruptor dipelihara, judi online dikasih bansos, tapi kami guru honorer dikulitin, yang sudah tulus dan totalitas dalam mendidik,” kesah Ica.
Bukan hanya Ica, Lukas—bukan nama sebenarnya—juga terdampak cleansing guru honorer di Jakarta. Kontrak kerjanya baru akan diakhiri pada Desember mendatang karena pihak sekolah masih sangat membutuhkan tenaganya sebagai guru olahraga.
Lukas sebenarnya sudah memiliki rencana matang dalam kariernya. Sebelum mengajar di sekolah negeri, ia mengajar di sekolah swasta. Karena kebutuhan persyaratan PPPK, Lukas berani pindah ke sekolah negeri dengan gaji Rp 4,6 juta dan jam mengajar 35 jam selama satu minggu.
“Teman-teman PNS itu ada yang mengajar sampai 36 jam. Beda satu kelas dengan saya. Saya 35 jam, jadi menurut saya tak jauh beda,” ujar Lukas.
Adanya kabar cleansing guru honorer membuatnya harus memutar otak untuk memikirkan rencana jangka panjang. Pasalnya, baru sebulan lalu anak pertamanya lahir. Di sisi lain, masih ada cicilan rumah yang harus ia bayar setiap bulannya.
Meski istrinya bekerja, gaji kedua belah pihak sudah sangat mepet untuk membiayai kehidupan rumah tangga sehari-hari. Lukas berpikir untuk mengambil pekerjaan sampingan untuk berjaga-jaga terkait cleansing guru honorer ini.
Adapun Rudi—bukan nama sebenarnya—sudah terdampak cleansing dan dirumahkan. Sementara ini ia hanya bisa berdiam di rumah sembari memikirkan pekerjaan lepas untuk menambah masukan sementara. Lelaki berusia 30 tahun itu memiliki satu anak balita yang harus dipenuhi kebutuhannya, seperti popok dan susu, yang merupakan hak anaknya. Ia berharap ada jalan keluar yang adil terhadap nasibnya yang sudah mengabdi bertahun-tahun dengan gaji minimum.
Berbeda dengan Lukas, Rudi, maupun Ica, yang terancam nasibnya karena cleansing guru honorer di Jakarta, Umi—bukan nama sebenarnya—merupakan guru honorer di Jawa Timur. Nasibnya tak lebih beruntung dari guru-guru honorer di Jakarta.
Baca Juga : Rantai Kusut Kasus Pemecatan Guru Honorer
Setiap bulan Umi hanya menerima gaji Rp 500 ribu. Meski memang jam kerjanya tidak mencapai 24 jam kerja dalam seminggu, Umi merasa tak ada pilihan karena ia sudah berusaha mengerjakan apa pun yang diberikan kepadanya. Mulai mengajar dua mata pelajaran hingga membantu urusan administrasi sekolah.
“Kalau di (sekolah) negeri kan jelas alurnya, misal mau diangkat jadi PPPK. Jadi ya cuma jenjang yang harus ditempuh, gajinya sedikit dulu di awal, nanti sambil menunggu diangkat,” kata Umi melalui pesan teks kepada detikX.
Padahal biaya hidup di kotanya bisa mencapai Rp 2 juta per bulan. Umi mengaku nasibnya tertolong karena ia masih tinggal dengan orang tuanya. Meski demikian, Umi juga tetap harus membantu kebutuhan orang tua serta sekolah adik-adiknya.
Umi pun memiliki beberapa pekerjaan lepas, seperti mengajar mengaji, mengajar privat mata pelajaran sekolah, serta berjualan makanan preorder ketika senggang. Gaji dari hasil kerja paruh waktu Umi jarang mencapai Rp 1 juta setiap bulan.
“Tapi ya bersyukur masih ada pekerjaan buat nambah-nambah. Ya kayak yang dibilang orang di medsos, kerja jadi guru itu kerja sampingan,” ujar Umi.
Pernah pada masa-masa tersulitnya dua tahun lalu, Umi jatuh sakit dan membutuhkan biaya yang tidak murah untuk berobat. Ia tak bisa mengandalkan pemasukannya, apalagi tabungan. Terpaksa Umi menggadaikan BPKB motornya, kendaraan yang sehari-hari Umi pakai untuk berangkat ke sekolah.
“Ya ngeri itu kalau denger kabar guru honorer Jakarta. Kalau sampai terjadi di sini, ya astagfirullah. Ini kerja begini saja nggak pernah bisa merasakan,” pungkas Umi.
Berdasarkan survei Lembaga Riset Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) dan GREAT Edunesia Dompet Dhuafa yang dilakukan pada Mei 2024 dengan 403 responden dari 25 provinsi di Indonesia, mayoritas guru honorer belum sejahtera.
Ketika gajinya tidak bisa memenuhi kebutuhan hidup, sekitar 56,5 persen guru mengaku pernah menjual atau menggadaikan barang berharga yang dimilikinya. Barang-barang yang digadaikan tersebut antara lain emas perhiasan (38,5 persen), BPKB kendaraan (14 persen), sertifikat rumah/tanah (13 persen), motor (11,4), maskawin (4,3 persen), hingga SK PNS (3,9 persen).
Di sisi lain, 79,8 persen tercatat memiliki utang. Sumber utangnya antara lain bank/BPR sebanyak 52,6 persen, keluarga atau kerabat 19,3 persen, koperasi simpan pinjam 13,7 persen, teman atau tetangga 8,7 persen, dan pinjaman online 5,2 persen.
Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Dudung Abdul Qodir menyayangkan sikap Dinas Pendidikan DKI Jakarta yang memutuskan melakukan cleansing sebelum mengajak bertatap muka untuk berdialog.
Menyoal peraturan yang berlaku, Dudung merasa persoalan ini tidak akan menjadi besar jika ada upaya-upaya sebelumnya untuk berkomunikasi, diarahkan, dan dicari solusinya bersama-sama.
“Saya yakin, kalau diarahkan, dikomunikasikan, tidak akan liar seperti ini. Dan ini preseden buruk untuk pengembangan profesi, dan bagaimana profesi guru dipertanyakan, di era di mana kita sangat butuh profesi guru,” kata Dudung kepada detikX.
Sementara itu, pakar kebijakan pendidikan sekaligus guru besar Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Cecep Darmawan menyayangkan adanya cleansing guru honorer di Jakarta. Ia berharap hal itu tidak terulang dan bisa menjadi pelajaran untuk daerah lainnya.
“Kebijakan cleansing terhadap dunia pendidikan ini (merupakan) pelecehan profesi guru ya. Walaupun disebut honorer, kan dia guru. Jadi dampaknya ya pendidikan terpuruk kalau gurunya tidak dihormati,” tegas Cecep melalui pesan suara.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Budi Awaluddin menuturkan pihaknya telah memanggil sejumlah guru honorer yang telah dipecat. Dia berjanji mereka bisa bekerja kembali sejak besok.
"Hari ini kami sudah memanggil sejumlah guru ya yang terdampak tersebut, yang terjadi pemutusan hubungan kerja, dan besok mereka sudah bekerja kembali di sekolah. Dan bulan Agustus, kami akan membuka lowongan kerja KKI bagi guru, sebanyak 1.700. Jadi mereka semua juga bisa mendaftar," ujar budi kepada detikX.
Sebagian dari mereka yang dipecat, janji Budi, itu juga akan diberikan Dapodik. Sehingga, saat ada perekrutan PPPK mendatang, mereka bisa ikutan mendaftar. "Iya, tetap (digaji) dengan dana BOS. Kembali ke sekolah. Sambil nanti kami akan petakan kebutuhan mereka. Kalau memang mata pelajarannya berlebih, nanti akan kita isi ke sekolah-sekolah yang memang membutuhkan mata pelajaran tersebut," tandasnya.
Reporter: Ani Mardatila, Ahmad Thovan Sugandi, Fajar Yusuf Rasdianto
Penulis: Ani Mardatila
Editor: Dieqy Hasbi Widhana
Desainer: Fuad Hasim