Ilustrasi : Edi Wahyono
Selasa, 6 Februari 2024Pembahasan masalah stunting muncul saat calon presiden Prabowo Subianto bertanya kepada Ganjar Pranowo terkait masalah gizi anak-anak di Indonesia. Prabowo menanyakan apakah Ganjar setuju dengan program pemberian makan siang gratis untuk mencegah stunting di Indonesia. Sepanjang debat kelima Pilpres 2024 itu, kata ‘stunting’ diucapkan lima kali dan ‘makan’ sebanyak 21 kali oleh Prabowo.
Ganjar menjawab tidak setuju terhadap gagasan Prabowo. Menurutnya, program makan siang gratis dari Prabowo tidak menjawab persoalan stunting di Indonesia.
"Kalau ngasih makannya kepada anak-anak untuk mencegah stunting, saya sama sekali tidak setuju, Bapak, karena Bapak terlambat," jawab Ganjar dalam debat capres di JCC Senayan, Jakarta Pusat, Minggu (4/2/2024).
Persoalan stunting, kata Ganjar, harus dicermati sejak anak masih dalam kandungan. Pemberian gizi kepada ibu hamil lebih tepat dalam mengatasi stunting.
"Kalau kemudian gizinya baik, mereka lakukan cek rutin, maka akan ketahuan bahwa dia, ibunya, sehatnya anaknya, pertumbuhannya dilihat. Kalau Bapak ngasih gizi kepada ibu hamil, ah itu baru setuju saya. Nanti dia akan lahir, ibunya selamat karena diperiksa," jelas Ganjar.
Menurut Ganjar, program makan siang gratis dari Prabowo bukan untuk menjawab persoalan stunting di Indonesia. Ganjar mengatakan program itu harus dicermati agar tidak menghasilkan generasi yang obesitas. Dia juga menyebut salah satu upaya menekan kasus stunting di Indonesia adalah dengan mencegah pernikahan dini.
Anies Baswedan dalam debat kandidat kelima Pilpres 2024 yang digelar di JCC Senayan, Jakarta, Minggu (4/2/2024).
Foto : Willy Kurniawan/Reuters
"Kalau sudah lahir dan tumbuh, mungkin bukan stunting, itu gizi buruk. Kalau gizi buruk, Bapak mau memperbaiki, boleh. Jadi jangan sampai confuse antara stunting dan pemberian makan. Jadi makannya jangan banyak-banyak, nanti kekenyangan. Jangan sampai nanti terjadi obesitas," pungkas Ganjar.
Kalau sudah lahir dan tumbuh, mungkin bukan stunting, itu gizi buruk. Kalau gizi buruk, Bapak mau memperbaiki, boleh. Jadi jangan sampai confuse antara stunting dan pemberian makan. Jadi makannya jangan banyak-banyak, nanti kekenyangan. Jangan sampai nanti terjadi obesitas."
Melengkapi itu, Anies Baswedan mengatakan persoalan kesehatan masih terlalu fokus pada hal yang bersifat kuratif. Urusan kesehatan harus dilakukan di lintas sektoral, bukan hanya Kementerian Kesehatan dan dinas kesehatan.
"Karena itu, kami melihat, yang disebut sebagai promotif, preventif, kuratif ini harus seimbang. Jadi kesehatan itu harus lintas sektoral. Kami pernah lakukan ini di Jakarta," tambahnya.
Lalu mantan Gubernur DKI Jakarta itu bercerita soal upayanya dalam menangani urusan kesehatan. Salah satunya membangun jalur sepeda.
"Yang kita kerjakan misalnya membangun air bersih, misalnya di Kepulauan Seribu, supaya mereka dapat air yang sehat. Yang kedua membangun taman, jalur sepeda, kemudian membangun trotoar, membuat orang berjalan kaki, festival olahraga," ujarnya
Sedangkan Prabowo, terkait isu kesehatan, berjanji akan mendirikan 300 fakultas kedokteran. Dia juga berjanji akan membagikan 20 ribu beasiswa kuliah bidang kedokteran serta science, technology, engineering and math (STEM).
"Kita kekurangan 140 ribu dokter di Indonesia dan itu akan segera kita atasi dengan cara, kita akan menambah fakultas kedokteran di Indonesia. Dari yang sekarang 92, kita akan membangun 300 fakultas kedokteran," jelas Prabowo.
Prabowo Subianto dalam debat kandidat kelima Pilpres 2024 yang digelar di JCC Senayan, Jakarta, Minggu (4/2/2024).
Foto : Willy Kurniawan/Reuters
Selebihnya, program bagi-bagi makanan gratis menjadi andalan Prabowo menjawab setiap persoalan bertopik kesehatan. Bagaikan kredo, program makanan gratis terus diulang-ulang oleh Prabowo di banyak pernyataannya. Sepanjang acara, Prabowo menyebut ‘makan gratis’ sebanyak tujuh kali.
"Dan yang paling penting dalam preventif adalah makan bergizi untuk anak-anak dan ibu yang akan melahirkan. Makan bergizi ini meningkatkan daya tahan, imunitas, mencegah penyakit. Ini strategis sekali makan bergizi untuk anak-anak Indonesia," tutur Prabowo.
Selain makanan gratis, dalam visi-misi dan di berbagai kesempatan kampanye, paslon 02 terus menggaungkan program susu gratis bagi anak-anak. Namun program itu mendapat kritik dari sejumlah pihak.
Hujan Kritik dari Pakar
Tan Shot Yen, dokter ahli gizi sekaligus Presidium Gerakan Kesehatan Ibu dan Anak (GKIA), mengatakan pemerataan dan peningkatan gizi keluarga berkaitan erat dengan ketahanan pangan nasional. Menurutnya, ketahanan pangan menjadi variabel yang luput disinggung oleh para elite politik saat membicarakan persoalan kesehatan ibu dan anak, termasuk stunting.
"Ketahanan (pangan) bukan soal ketersediaan stok, tapi juga penghargaan atas pangan lokal, pemanfaatannya dalam pangan keluarga, ketimbang orang Indonesia kejebak produk ultra, proses industri yang bikin kesehatan makin amburadul," kata Dokter Tan kepada detikX.
Selain itu, untuk mengatasi stunting, alih-alih menyediakan susu gratis, penting bagi pemerintah untuk terus melakukan regenerasi kader-kader posyandu di berbagai daerah. Hal itu perlu dilakukan untuk menyiasati minimnya fasilitas kesehatan di sejumlah daerah.
"Regenerasi kader posyandu, sebagai tombak paling depan yang berhubungan dengan ibu dan anak langsung. Banyak puskesmas jauh dari permukiman, apalagi layanan di rumah sakit," ucapnya.
Sebelumnya, melalui keterangan resmi, GKIA juga mengkritik rencana program bagi-bagi susu gratis untuk mengatasi stunting dan perbaikan gizi anak. Stunting merupakan gangguan gizi kronik yang terjadi pada 1.000 hari pertama kehidupan anak sejak dalam kandungan hingga usia 2 tahun. Kondisi itu hanya bisa ditangani oleh pendekatan yang spesifik. Pembagian susu formula atau susu UHT di usia sekolah tidak akan mengatasi stunting.
Baca Juga : Main Aman Debat Pilpres Pemungkas
Ganjar Pranowo dalam debat kandidat kelima Pilpres 2024 yang digelar di JCC Senayan, Jakarta, Minggu (4/2/2024).
Foto : Willy Kurniawan/Reuters
Pembagian susu gratis untuk anak malah cenderung bermasalah. Menurut berbagai penelitian, mayoritas orang Indonesia intoleran terhadap laktosa dalam susu. Selain itu, susu kemasan cenderung tinggi gula, yang justru berakibat buruk bagi anak.
Senada dengan Tan, Ketua Riset dan Kebijakan Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) Olivia Herlinda mengatakan, dalam debat capres terakhir itu, pembahasan topik kesehatan ibu dan anak hanya berfokus pada masalah stunting. Itu pun sebatas membicarakan program-program jangka pendek. Padahal stunting berkaitan langsung dengan isu-isu lainnya, seperti sanitasi, akses makanan dan lingkungan yang sehat, serta pengarusutamaan program ramah gender.
"Isu stunting sendiri pola pikirnya masih sangat programatik, yang fokus pada gizi, tapi isu terkait, seperti kemiskinan, tidak terlalu terlihat," kata Olivia kepada detikX, Senin, 5 Februari 2024.
Walaupun demikian, menurut Olivia, Anies dan Ganjar memiliki pemahaman terkait permasalahan yang lebih menyeluruh. Dalam daftar program visi-misi keduanya sudah melihat stunting sebagai persoalan yang harus diselesaikan secara lintas sektor. Selain itu, keduanya telah memiliki rencana program ramah gender, seperti cuti ibu dan ayah, fasilitas day care, dan ruang laktasi.
Sedangkan terkait Prabowo, kata Olivia, baik di perhelatan debat maupun daftar rencana program masih terfokus pada penyediaan makanan gratis.
"Dalam debat kemarin, makan siang gratis ini dianggap dapat menjadi solusi untuk semua menyasar permasalahan. Belum ada pandangan atau perspektif untuk menyasar permasalahan utama dan punya dampak yang lebih besar," jelas Olivia.
Ia menambahkan, rencana program pemberian susu kepada anak juga perlu dikaji ulang. Menurutnya, lebih dari 90 persen masyarakat Indonesia tidak toleran terhadap kandungan laktosa dalam susu. Selain itu, kandungan gula dalam susu kemasan cukup tinggi.
"Program ini patut dikaji kembali, kepentingannya untuk siapa gitu. Apakah industri susu atau masyarakat," tegasnya.
Adapun menurut kajian yang dilakukan CISDI terhadap visi-misi terkait isu kesehatan di ketiga paslon, pasangan Anies-Muhaimin dan pasangan Ganjar-Mahfud memiliki target penurunan stunting yang ambisius. Pasangan Anies-Muhaimin menargetkan prevalensi stunting sebesar 11-12,5 persen pada 2029, sedangkan pasangan Ganjar-Mahfud memiliki target di bawah 9 persen. Sementara itu, paslon Prabowo-Gibran tidak menyebutkan target angka. Berdasarkan SSGI 2022, prevalensi stunting Indonesia masih berada di angka 21,6 persen, jauh di bawah target pemerintah untuk menurunkan hingga 14 persen pada 2024.
Dikutip dari kajian CISDI bertajuk Prioritas Pembangunan Kesehatan dalam Visi Misi Calon Pemimpin Republik Indonesia 2024-2029, paslon Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud telah memasukkan beberapa program gender-inklusif terkait kesehatan ibu dan anak, kesehatan reproduksi, dan gizi. Mereka mendukung program cuti ibu dan ayah yang diupah, sehingga memfasilitasi peran ibu dalam memberikan ASI eksklusif dan pengasuhan optimal. Sensitivitas terhadap kebutuhan ibu di luar asupan makanan-minuman bergizi masih belum terlihat pada misi paslon Prabowo-Gibran.
Hasil pendalaman CISDI, fokus paslon Prabowo-Gibran untuk penyediaan makan siang dan susu gratis serta program EMAS sebaiknya dikaji ulang. Kemenkes sudah lama meninggalkan konsep ‘4 Sehat, 5 Sempurna’ dan beralih ke Pedoman Gizi Seimbang ‘Isi Piringku’. Di konsep lama, susu disebut sebagai komponen penyempurna. Tapi, di ‘Isi Piringku’, susu adalah opsional. Kandungan gizi dari susu bisa didapatkan dari konsumsi lauk-pauk lain.
Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Piprim Basarah Yanuarso menyoroti usulan salah satu paslon untuk memberikan makan gratis demi menangani stunting. Menurutnya, fokus persoalan stuntingadalah di 1.000 hari pertama kehidupan, maksimal hingga 5 tahun anak harus mendapatkan gizi dengan protein hewani yang cukup untuk mencegah stunting.
"Susu itu kalau ada boleh, kalau nggak, ya nggak apa, nggak usah sampai impor sapinya. Kenapa? Karena kita tuh kaya dengan protein hewani sebenarnya. Contoh, ikan kita banyak, telur, unggas. Jadi fokusnya di situ kalau bicara stunting. Protein hewaninya nggak harus susu," bebernya saat ditemui detikcom di gedung Kiara RSCM, Senin, 5 Februari 2024.
Bila fokus penanganan gizi baru dilakukan di atas 5 tahun, Piprim menekankan, hal tersebut relatif terlambat. Bila telanjur stunting, yang perlu dilakukan kemudian adalah kuratif atau pengobatan, bukan lagi di preventif atau pencegahan.
"Jadi kalau sudah 8 tahun kasih makan siang gratis, yang mau dicegah stunting-nya apa?"
Ia menegaskan pemberian makan gratis untuk anak usia sekolah tidak akan mengatasi atau mengobati kondisi stunting. Jika telanjur stunting, anak harus dibawa ke fasilitas kesehatan untuk ditangani oleh dokter spesialis anak.
"Jadi kalau bicara stunting, ya bukan anak sekolah. Pemberian makan anak sekolah, ya nanti nggak terkait dengan stunting, tapi untuk yang seribu hari pertama. Saya kira itu yang sangat penting," pungkasnya.
Reporter: Ahmad Thovan Sugandi, Ani Mardatila
Penulis: Ahmad Thovan Sugandi
Editor: Dieqy Hasbi Widhana
Desainer: Luthfy Syahban