Spotlight

Kerja bagai Romusa Artis Film Porno

Irwansyah sebagai sutradara diduga kerap melakukan pelecehan seksual terhadap pemeran perempuan dengan modus mencontohkan adegan. Para pemain film dipaksa kerja rodi bak romusa 16 jam per hari.

Ilustrasi : Edi Wahyono

Selasa, 26 September 2023

Pengalaman pertama Virly Virginia membintangi film panas nyatanya tidak semudah yang ia bayangkan. Sejak bergabung dengan rumah produksi konten YouTube Kelas Bintang kepunyaan Irwansyah pada Oktober 2022, Virly mengaku dieksploitasi, mulai dari fisik hingga seksual.

“Memang eksploitasinya parah sekali. Jadi dipekerjakan itu nggak ada otaknya. Kalau nggak mau mengikuti apa yang Irwansyah mau, (bakal) dibentak-bentak dan dimaki-maki. Kadang kata-kata kasar itu keluar. Itu yang bikin takut, mau nggak mau kami lakuin,” tutur Virly kepada reporter detikX ketika ditemui di bilangan Jakarta Timur, Kamis (21/9/2023).

Mulanya Irwansyah, yang mengaku sebagai sutradara, produser, sekaligus pengarang cerita di film-film besutan Kelas Bintang, menghubunginya melalui pesan Instagram. Awalnya Virly tak menggubrisnya, tapi kian hari tawaran pekerjaan sebagai fotomodel, yang ia jalani sejak 2014, semakin sepi.

“Kenapa saya menerima yang Irwansyah ini, karena saat itu masih zaman COVID. Setelah COVID itu, job semua berkurang, mati, sepi. Kebetulan mama saya sakit, yang tiap hari (harus) minum obat,” kata perempuan asal Bandung tersebut.

Virly pun lantas menyetujui tawaran Irwansyah dengan komisi Rp 2 juta jika menjadi pemeran utama dan Rp 1 juta apabila hanya sebagai pemeran pengganti. Tawaran menggiurkan itu ia terima tanpa kontrak tertulis, tapi ia tak menyangka mesti bekerja 16 jam nonstop dari siang hingga dini hari. Virly hanya diberi istirahat sekitar 30 menit untuk makan.

Virly Virginia, pemain series film Kelas Bintang.
Foto : Febri/detikHOT


Syuting sampai jam empat pagi, harus pakai baju minim, itu bagaimana kalau masuk angin? Itu sehabis syuting saya selalu sakit. Harusnya kalau normal jam 11 (malam) udah selesai, dong. Ini sampai jam empat pagi baru kelar. Kerja rodi, romusa jadinya.”

Hal tersebut bahkan terjadi sejak syuting hari pertama dilakukan. Irwansyah meminta Virly datang pada pukul sembilan pagi, padahal syuting baru bisa dimulai pukul satu siang. Virly bercerita, syuting memakan waktu sampai Subuh tanpa memperhatikan kondisi pemeran yang sudah kelelahan.

“Syuting sampai jam empat pagi, harus pakai baju minim, itu bagaimana kalau masuk angin? Itu sehabis syuting saya selalu sakit. Harusnya kalau normal jam 11 (malam) udah selesai, dong. Ini sampai jam empat pagi baru kelar. Kerja rodi, romusa jadinya,” keluh Virly.

Alhasil, Virly pun tumbang seusai syuting tiga hari berturut-turut terkena angin malam karena tuntutan mengenakan baju minim. Pada hari terakhir syuting, bahkan kondisi suaranya sudah sengau, tubuhnya menunjukkan gejala flu. Namun, tak bisa ditawar, syuting tetap harus diselesaikan hari itu juga.

“(Syuting) di balkon, disuruh pakai baju yang seksi banget, suara udah bindeng, mata sudah merah, tapi harus terus syuting. Itu tiga hari dari pagi ketemu pagi. Saya pernah telat karena sakit, dimarahi, tapi tetap syuting sampai pagi,” kata perempuan yang pernah menjadi model majalah Popular tersebut.

Bukan hanya eksploitasi fisik, Virly juga mengaku harus memutar otak sekeras mungkin kala memerankan semua adegan. Irwansyah tak pernah memberikan naskah untuk bisa menjadi panduan para pemeran filmnya. Berpegang pada alur yang diucapkan Irwansyah secara langsung, Virly maupun pemain lain mesti bisa mengarang percakapan antarpemeran.

“Jalan ceritanya saya tidak tahu, judulnya apa saya tidak tahu. Jadi kami mengikuti apa yang dia suruh secara langsung,” ujar Virly.

Sedari awal Virly mengaku kerap diyakinkan oleh Irwansyah bahwa proyek konten beserta rumah produksi yang pria itu miliki sudah legal dan berbadan hukum. Hal itulah yang membuat Virly mau melakoni beragam adegan dewasa meski ia kerap memastikan ulang kepada Irwansyah.

“Awalnya saya nanya, ‘Om, ini nggak papa?’ karena kan kami disuruh buka baju kan. (Dia jawab) ‘Nggak papa, Vir. Ini kan diambil trik kamera, jadi nggak akan kelihatan’,” ujarnya.

Pernah suatu kali Virly menolak beberapa adegan, tapi Irwansyah malah membentak dan mengatakan Virly tak profesional. Kepada reporter detikX, Virly bercerita tak terlalu berani memprotes keras pria berbadan gempal tersebut karena diancam akan di-blacklist dari dunia hiburan melalui kenalan-kenalannya.

Tak disangka, eksploitasi kerja bukanlah yang paling parah. Di dalam kamar mandi, Virly menuturkan pernah menangis setelah mengalami pelecehan seksual di lokasi syuting. Virly mengatakan Irwansyah pelakunya. Dengan muka memerah dan penuh amarah, Virly menegaskan tak akan mau melanjutkan syuting apabila mendapatkan pelecehan seksual lagi.

Kerentanan aktris perempuan di lokasi syuting dibenarkan oleh salah satu pemeran laki-laki di konten Kelas Bintang sekaligus lawan main Virly, yaitu Bima Prawira. Bima bercerita Irwansyah memang kerap mencontohkan adegan yang harus ia mainkan secara langsung kepada para aktris perempuan.

Ia juga kerap menyaksikan Irwansyah tak segan membentak talent perempuan yang malu-malu maupun ragu untuk melakukan adegan porno. Film panas ini, menurutnya, memang sengaja ditujukan untuk menjual tubuh perempuan.

Talent laki-laki itu nggak pernah telanjang karena yang dijual itu perempuannya, tubuh perempuannya,” kata Bima ketika ditemui reporter detikX di kawasan Mal Taman Anggrek pada Sabtu (23/9/2023).

Bima bercerita tidak pernah mendapatkan perlakuan kasar dari Irwansyah, bahkan tergolong cukup memperoleh perlakuan istimewa. Alih-alih dibentak seperti pemeran lain, Bima mengaku hanya pernah mendapat teguran dalam bentuk candaan.

Meski demikian, Bima tak memungkiri merasa sesungguhnya komisi yang didapatkan tak sesuai dengan pekerjaan yang ia lakukan. Bima memperoleh bayaran Rp 500 ribu untuk satu hari syuting. Tak ada batas waktu jelas kapan syuting berakhir lantaran ia harus menunggu Irwansyah untuk meramu ide terlebih dahulu dari satu scene ke adegan berikutnya.

“Karena memang project ini nggak ada skrip, kami nggak tahu kapan pulang. Karena, selesai scene satu, scene dua baru dipikirkan, langsung dimunculkan sebagai ide. Langsung take, lanjut scene tiga (dipikirkan), jadi ngikutin alur,” kata laki-laki berusia 26 tahun tersebut.

Belum lagi sama seperti Virly, Bima harus bisa mengkreasikan percakapan pada setiap adegan bersama lawan mainnya, meski tak jarang pula di awal ia didikte oleh Irwansyah dahulu.

Hingga naskah liputan mendalam ini ditayangkan, detikX belum bisa mengakses keterangan Irwansyah. Irwansyah ditangkap paksa Polda Metro Jaya pada Senin (31/7/2023). Secara beruntun, rekannya yang bekerja sebagai kamerawan, penyunting film, penyulih suara, dan sekretaris produksi juga ditangkap. Mereka ditetapkan sebagai tersangka dengan jeratan UU ITE dan UU Pornografi pada Selasa (12/9/2023).

Foto lama Irwansyah (berbaju kuning).
Foto : Facebook/Kelas Bintang

Tim detikX juga telah menghubungi sejumlah kontak telepon dan akun media sosial yang terhubung dengan pihak Irwansyah ataupun manajemen Kelas Bintang guna meminta klarifikasi atas segala tudingan terhadapnya. Namun, sampai tenggat naskah ini, belum ada respons dari semua kontak dan akun media sosial tersebut.

Ketua Hubungan Masyarakat Persatuan Artis Film Indonesia Evry Joe menyayangkan adanya rumah produksi film ilegal Kelas Bintang, yang ia rasa tak layak disebut sebagai rumah produksi. Penyebutan Kelas Bintang sebagai rumah produksi yang menghasilkan film porno ia akui cukup membuat kaget para insan perfilman.

“Kalau kita film maker profesional ini nggak bisa sembarangan kan. Harus melalui badan sensor. Nggak boleh bikin kekerasan, nggak boleh pakai narkoba. Kalau yang disebut production house legal itu dia terdaftar di Kemenkumham, ada izin usaha, ada izin domisili, ada izin usaha perfilman yang dikeluarkan Kemendikbud,” jelas Evry Joe kepada reporter detikX, Selasa (26/9/2023).

Tak adanya kontrak jelas dalam rumah produksi ilegal seperti kasus Kelas Bintang dapat membahayakan para kru film dan artis yang terlibat di dalamnya, terutama terkait standar gaji yang mesti diperoleh.

Apalagi dunia artis, yang menjual mimpi, menurut Evry, kerap disalahgunakan untuk mengeksploitasi para artis pendatang baru. Evry menegaskan sangat penting bagi para pendatang baru untuk skeptis ketika bekerja dengan rumah produksi tertentu. Harus ada kontrak tertulis untuk melindungi mereka bekerja.

“Dunia artis itu dunia mimpi. Orang diberi harapan, diberi angin surga (untuk populer). (Misalnya) bayaran yang diberi Irwansyah untuk para pemerannya itu saja sebenarnya kalau di PH sesungguhnya habis untuk transpor saja. Mungkin mereka (jatuhnya) bukan dibayar Irwansyah, (jadinya malah) si talent ini membayar, yang penting main film,” kata Direktur Rumah Film Indonesia tersebut.


Reporter: Ani Mardatila, Ahmad Thovan Sugandi
Penulis: Ani Mardatila
Editor: Dieqy Hasbi Widhana
Desainer: Luthfy Syahban

***Komentar***
[Widget:Baca Juga]
SHARE