Ilustrasi : Edi Wahyono
Kamis, 18 Mei 2023Menjabat anggota DPR RI selama tiga periode atau hampir 15 tahun dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Ledia Hanifa Amaliah menceritakan pengalamannya memenangi Daerah Pemilihan (Dapil) Jawa Barat I. Daerah itu melingkupi Kota Cimahi dan Kota Bandung. Merawat kedekatan emosional dengan konstituen menjadi salah satu strategi pemenangan.
"Orang Sunda itu, kan, senangnya makan dan ngobrol, gitu, ya," kata Ledia kepada reporter detikX pekan lalu. "Cara saya lebih humanis, nggak formal. Sambil olahraga, makan, dan ngobrol. Yang penting terencana."
Ledia memulai kariernya di dunia politik sebagai pengurus PKS—waktu itu masih bernama Partai Keadilan—di DKI Jakarta pada 1998. Seiring berjalannya waktu, dia pun diangkat menjadi pengurus partai di tingkat Provinsi Jawa Barat pada 2000. Kemudian dia didapuk menjadi Ketua DPP PKS Bidang Kewanitaan pada tahun 2005.
Selanjutnya, ia dipercaya maju sebagai calon anggota legislatif (caleg) pada 2009. Sejak saat itu hingga dua kontestasi pemilihan anggota legislatif selanjutnya, Ledia memperoleh suara terbanyak di Dapil Jabar I. Rencananya, dia bahkan akan kembali maju pada Pemilu 2024.
Setiap kali bertemu dengan konstituen, Ledia mengaku selalu mendapat berbagai macam pemberian, terutama makanan. Kebetulan Ledia suka makanan, apalagi jika makanan yang diberikan tidak ada di Jakarta.
"Kadang-kadang reses itu tidak perlu ngomongin program. Masyarakat bilang, ‘Bu, udah nggak usah ngomong apa-apa. Makan bareng saja," tuturnya.
Presiden PKS Ahmad Syaikhu saat mendaftarkan caleg dari partainya ke KPU, Senin, (1/8/2022).
Foto : Grandyos Zafna/detikcom
Menurut Ledia, menerima pemberian makanan buatan warga bisa membuat mereka senang. “Itu kebanggaan untuk mereka, ternyata makanannya dimakan oleh pejabat. Jadi hubungan-hubungan seperti itulah yang dibangun," kata dia.
Pendekatan seperti itu bisa dia lakukan secara rutin karena Ledia merupakan caleg incumbent atau petahana. Pasalnya, anggota DPR RI mendapatkan dana reses saat menjabat. Dana itu digunakan para legislator untuk menyerap aspirasi dari para konstituen di daerah.
Bagi sebagian anggota DPR RI, termasuk Ledia, saat reses itulah kesempatan mereka menjaga kepercayaan masyarakat, khususnya mereka yang sudah memilihnya. Inilah salah satu cara mereka merawat pemilih agar tetap loyal, sehingga di pemilu selanjutnya akan tetap dipilih.
"Kalau saya mengandalkan lima tahun sekali, pasti nggak bisa. Makanya saya berpikir harus benar-benar memanfaatkan reses. Jadi, selama lima tahun, saya bolak-balik (daerah pemilihan) saja terus sebisa mungkin," katanya. "Sambil cari pola gimana mendekatinya. Kami maintenance. Mereka tuh ingin tahu siapa yang mereka pilih."
Karena itu, sejak awal Ledia berniat mendatangi seluruh RW di Kota Cimahi dan Kota Bandung, yang jumlahnya lebih dari 2.000. Namun, Ledia mengaku, hal tersebut baru tercapai sebagian meski sudah hampir 15 tahun menjabat.
"Nggak kuat juga. Banyak yang sudah kami datangi, terus ganti RW-nya," kata dia.
Baca Juga : Harga Selangit Kursi Senayan
Sejumlah petinggi PDI Perjuangan saat mendaftarkan caleg di KPU, Jakarta, Kamis (11/5/2023).
Foto : Grandyos Zafna/detikcom
Setiap anggota legislatif mendapatkan dana reses empat sampai lima kali dalam setahun. Ledia tidak menyebut secara detail berapa jumlah dana reses yang dirinya dapatkan. Dia hanya mengungkapkan jumlahnya tidak sampai Rp 400 juta.
Bukan hanya Ledia, anggota DPR RI dari PDI Perjuangan, Johan Budi, juga akan kembali menjadi caleg pada Pemilu 2024. Dia mengatakan dana setiap reses untuk ke Dapil Jawa Timur VII, yang meliputi Pacitan, Trenggalek, Ponorogo, Ngawi, dan Magetan, bernilai sekitar Rp 400 juta. Dana itu digunakannya untuk berbagi hal kebutuhan para konstituen.
"Dana reses tentu nggak cukup kalau misalnya bangun jalan. Itu nggak mungkin kan. Dana reses digunakan untuk apa, kan ngumpulin orang pas saya jadi anggota DPR, ya tentu dikasih sembako, sekali lagi ini bukan kampanye loh ya," kata Johan saat berbincang dengan reporter detikX.
Selain sembako, Johan kerap memberikan sumbangan bermacam-macam. Mulai pembangunan musala, perbaikan rumah roboh, dan lain-lain.
Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan memang caleg petahana memiliki keuntungan karena mendapat fasilitas dari negara berupa dana reses dan dana aspirasi. Tujuannya, untuk mempromosikan diri ke masyarakat secara tidak langsung.
Namun, Titi menegaskan, pada dasarnya dana reses dan dana aspirasi itu harus digunakan untuk kepentingan konstituen. Tidak boleh untuk kepentingan elektoral anggota Dewan maupun partainya pada pemilu berikutnya. Pasalnya, dana tersebut adalah uang negara.
"Jadi, dalam reses, mereka dilarang mengkampanyekan diri, mengajak warga memilih dirinya lagi dan semacamnya," kata Titi.
Karena itulah masa reses tidak bisa dipandang sebagai upaya investasi suara untuk kepentingan pada pemilu berikutnya. Persoalannya, hal semacam ini kerap luput dari pengawasan, termasuk pengawas pemilu.
Badan Pengawas Pemilu, ujar Titi, hanya bekerja pada masa tahapan pemilu. Praktis hanya masyarakat yang bisa mengawasi potensi penyalahgunaan dana reses ini.
"Jadi masyarakat memang perlu memahami mengenai dana reses dan dana aspirasi ini, supaya bisa mengontrol legislator yang juga caleg ketika melakukan reses," kata Titi.
Sebenarnya, menurut Titi, para caleg petahana yang menunjukkan kinerjanya ke masyarakat setiap kali reses itu sudah mempromosikan diri secara tidak langsung, tanpa menyinggung hal-hal yang bersifat elektoral. Dengan itu saja, mereka sudah lebih unggul dibandingkan caleg baru dalam konteks kontestasi pemilu.
"Instrumen hukum kita memberikan keuntungan. Para kompetitor mereka harus bekerja keras menyaingi performa petahana di dapil," katanya.
Reporter: May Rahmadi, Ahmad Thovan Sugandi
Penulis: May Rahmadi
Editor: Dieqy Hasbi Widhana
Desainer: Fuad Hasim