Nama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) muncul sebagai calon Menteri BUMN setelah pernyataan keras Presiden Joko Widodo (Jokowi) di hadapan para menteri pada sidang kabinet paripurna 18 Juni 2020. Sejumlah elite partai politik angkat suara soal isu liar reshuffle itu.
Awalnya, setelah video rapat itu diunggah ke publik, beberapa broadcast berisi list nama calon menteri bermunculan. Di dalam nama-nama yang muncul, ada nama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Dia muncul sebagai calon Menteri BUMN. Lalu ada juga nama elite PAN Soetrisno Bachir sebagai Menteri Sosial dan Agus Harimurti Yudhoyono untuk posisi Menkop dan UKM.
Satu per satu parpol pendukung Jokowi bersuara. Mayoritas mereka tidak setuju apabila Ahok menjadi menteri Jokowi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikut suara sumbang parpol pendukung Jokowi soal isu liar Ahok jadi menteri:
PKB: Apa Mungkin Secara UU? Nanti Gaduh
PKB tampaknya tidak setuju Ahok benar akan dipilih menjadi salah satu menteri di kabinet Jokowi-Ma'ruf Amin.
"Bagus saja selama Presiden Jokowi memberikan amanah, tapi secara UU apa masih memungkinkan?" ungkap Ketua DPP PKB Daniel Johan kepada wartawan, Jumat (3/7/2020).
Daniel menyoroti soal syarat seseorang menjadi menteri dari sisi hukum. Ini karena Ahok pernah dihukum penjara dalam kasus penistaan agama.
"Bukannya yang pernah dihukum dengan tuntutan lebih dari 5 tahun tidak boleh duduk sebagai jabatan menteri?" tutur Daniel.
Wakil Ketua Komisi IV DPR itu menyarankan Jokowi berhati-hati saat memutuskan memilih menteri jika reshuffle jadi dilakukan. Menurut Daniel, jika salah pilih, menteri baru tersebut akan membuat kabinet menjadi tidak solid dan akan berdampak pada kinerja pemerintah.
"Nanti malah muncul kegaduhan lagi, sementara yang dibutuhkan saat ini adalah kekompakan untuk bergerak cepat dan tepat," ucapnya.
Hal senada disampaikan oleh Waketum PKB Jazilul Fawaid soal Ahok. Komut Pertamina itu dinilai masih akan dapat memicu kontroversi bila diangkat menjadi menteri.
"Masih dapat memicu kontroversi. Lebih baik fokus dulu ikut menata Pertamina. Kalau melihat kinerjanya (sebagai Komut Pertamina), belum terlihat ada terobosan baru," kata Jazilul, terpisah.
NasDem Usul Menteri yang Tak Munculkan Kontroversi
Partai NasDem mengatakan, jika memang ada reshuffle, perlu diterapkan syarat sikap kemampuan eksekutor untuk mengisi di pos kementerian. Ketua DPP NasDem Willy Aditya menegaskan pemerintah perlu berfokus menyelesaikan problem yang sedang dihadapi.
"Ada sejumlah persoalan ekonomi dan pembangunan yang memerlukan fokus kerja dari kementerian dalam situasi COVID-19 dan setelahnya. Kalau ada pergantian menteri, selayaknya dua kriteria kepemimpinan dan eksekusi itu tetap dikedepankan. Jangan ditambah dengan hal-hal kontroversial," katanya melalui keterangan tertulis, Jumat (3/7/2020).
Apalagi, menurut Willy, saat ini pemerintah tengah mengalami disrupsi akibat dampak pandemi Corona. Meski begitu, dia tetap menyerahkan penggantian menteri kepada Presiden. Willy meminta siapa pun yang menjadi menteri harus memberikan ide baru tidak memunculkan kontroversi.
"Pergantian menteri memang hak prerogatif presiden. Kita hanya bisa memberi masukan sebaiknya menteri baru nanti bukan yang akan memunculkan kontroversi. Akan sangat sayang waktu terbuang menyelesaikan kontroversi padahal jelas-jelas kita menghadapi ancaman resesi ekonomi dan situasi politik perdagangan regional yang perlu fokus kerja," ucapnya.
Willy menambahkan, dasar kemarahan Presiden Jokowi yang videonya banyak beredar di publik adalah kecepatan lahirnya kebijakan kurang dapat diimbangi dengan kemampuan kepemimpinan dan eksekusi yang memadai. Dia sependapat bahwa masyarakat menunggu aksi nyata kementerian. Karena itu, dibutuhkan menteri-menteri yang unggul dalam kepemimpinan dan jago dalam mengeksekusi kebijakan.
Menurut Willy, daftar nama yang beredar di publik sebagai calon-calon pengganti menteri bisa jadi hal baik agar masyarakat juga dapat memberi penilaian. Walau demikian, masyarakat juga harus paham bahwa presiden memiliki hak prerogatif untuk memilih menteri yang dirasa bisa mendukung kinerja pemerintahannya.
"Bagus juga publik mengetahui daftar nama calon-calon menteri pengganti jika ada reshuffle. Masyarakat bisa memberi masukan, tapi tetap presidenlah yang memutuskan siapa yang bisa bekerja bersamanya," tutur Willy.
PPP: Belum Terasa 'Ahok Effect' di Pertamina
PPP menyoroti kerja Ahok di perusahaan pelat merah itu.
"Terkait sosok Ahok, itu juga hak Presiden. Namun, kalau kita lihat kinerjanya sebagai Komisaris Pertamina, belum terasakan manfaatnya," kata Wasekjen PPP Achmad Baidowi kepada wartawan, Jumat (3/7/2020).
Baidowi atau Awiek mencontohkan kerja-kerja Ahok yang menurutnya belum teruji di Pertamina. Meski Ahok berperan sebagai komut, dia menilai Ahok seharusnya turut memberikan dampak.
"Sebagai contoh harga BBM yang tidak turun meskipun harga minyak dunia turun. Walaupun itu otoritas direksi, lalu fungsi komisaris di situ apa? Bukankah dalam rangka pengawasan?" kata Awiek.
"Kami belum melihat merasakan 'Ahok effect' di Pertamina," sebut dia.
Meski demikian, Awiek menegaskan pengangkatan menteri adalah hak sepenuhnya Jokowi sebagai presiden. Dia yakin Jokowi punya parameter tertentu dalam menentukan sosok menteri.
"Sesuai ketentuan UUD 1945 Pasal 17 bahwa pengangkatan dan pemberhentian menteri merupakan hak prerogatif presiden. Maka tentu parameter yang dilakukan terhadap figur yang hendak diangkat sebagai menteri tentu mutlak kewenangan presiden," sebut Awiek.
Golkar Ragu BUMN Semakin Bagus
Partai Golkar menilai pergantian Menteri BUMN tak bakal efektif.
"Reshuffle menjadi hak penuh Presiden, jadi kita serahkan saja kepada beliau," kata Ketua Bappilu Golkar Maman Abdurrahman, Jumat (3/7/2020).
"Terkait BUMN, mau 10 kali ganti Menteri BUMN tidak akan membuat perusahaan BUMN kita semakin bagus karena solusinya bukan dengan mengganti menteri," imbuh Maman saat ditanyai soal sosok Ahok yang diisukan jadi Menteri BUMN.
Menurut Maman, solusi membenahi perusahaan BUMN adalah menjadikan Kementerian BUMN sebagai super-holding. Menurutnya, cara itulah yang paling jitu jika hendak membenahi BUMN.
"Solusinya adalah dengan mengganti Kementerian BUMN menjadi super-holding yang di mana konsekuensinya seluruh perusahaan BUMN kita dari bapak, ibu, anak, cucu, sampai cicit itu dikembalikan kepada kementerian teknis masing-masing," kata Maman.
"Karena dengan adanya Kementerian BUMN membuat semuanya menjadi politis. Bagaimana mungkin sehari-harinya para pejabat BUMN itu urusan operasionalnya dengan kementerian teknis, seperti Wika dengan PUPR, Pelindo dengan Perhubungan, Pertamina dengan ESDM, tetapi yang bisa mengganti pejabat-pejabatnya adalah Kementerian BUMN," jelas anggota Komisi VII DPR itu.
Gerindra Tidak Bisa Ikut Campur Urusan Menteri
Partai Gerindra mengaku tak bisa mencampuri urusan menteri, sekalipun pernah berseberangan dengan Ahok.
"Meskipun kami pernah berseberangan dengan Ahok, soal dia masuk bursa menteri, kami nggak bisa ikut campur," kata juru bicara Gerindra, Habiburokhman, Jumat (3/7/2020).
Partai Gerindra merupakan salah satu pengusung Gubernur Anies Baswedan pada Pilgub DKI 2017. Bersama PKS, Gerindra menjadi lawan utama pasangan Ahok-Djarot Saiful Hidayat. Gerindra dan PKS pada akhirnya berjaya melawan Ahok.
Baca juga: Akankah Jokowi Jadikan Ahok Menteri? |
Kembali ke isu liar Ahok jadi menteri, Habiburokhman menegaskan Presiden Jokowi tahu siapa saja sosok tepat mengisi Kabinet Indonesia Maju. Yang pasti Gerindra berharap Jokowi memilih sosok yang tepat andai benar melakukan reshuffle.
"Presiden tentu tahu sosok seperti apa yang dibutuhkan untuk duduk di kabinet," kata Habiburokhman.
"Kalau menteri bisa kerja bagus, tentu nama Presiden juga bagus. Sebaliknya, kalau menteri nggak punya prestasi, tentu nama Presiden juga akan jelek," pesan Habiburokhman.