Publik tengah ramai membahas isu Presiden Joko Widodo yang "mengancam" akan melakukan pergeseran atau pergantian anggota kabinetnya. Hal ini disampaikan Presiden pada dua pekan lalu di rapat kabinet terbatas, yang videonya baru diunggah di media sosial Minggu (28/6). Terlihat dari bahasa dan emosi yang tampak di video ratas tersebut, Presiden cukup geram melihat perkembangan upaya penanganan darurat kesehatan serta krisis ekonomi di tengah pandemi yang belum menunjukkan perkembangan signifikan.
Memang benar, dalam kondisi saat ini, pemerintahan membutuhkan sosok-sosok menteri yang lihai manajemen konflik atau problem solver. Reshuffle (kocok ulang) menteri dan jabatan-jabatan lain adalah hal wajar. Setiap era pemerintahan pernah melakukannya. Pembahasan publik mengenai kemungkinan reshuffle telah ada bahkan di awal Kabinet Indonesia Maju terbentuk, dengan berbagai pendapat dari aspek kompetensi hingga latar belakang tiap anggota kabinet. Kemudian menjadi semakin kencang karena dampak pandemi Covid-19 yang dirasakan Indonesia selama empat bulan terakhir.
Hal itu semakin membuat banyak pihak mendorong Presiden untuk segera melaksanakan perombakan. Adanya reshuffle menteri diharapkan menciptakan pemerintahan yang makin efektif, kuat, bisa menyikapi dan menyelesaikan krisis, serta tentunya mampu mengembalikan rasa percaya dan optimisme masyarakat kepada pemerintah.
Memang benar, dalam kondisi saat ini, pemerintahan membutuhkan sosok-sosok menteri yang lihai manajemen konflik atau problem solver. Reshuffle (kocok ulang) menteri dan jabatan-jabatan lain adalah hal wajar. Setiap era pemerintahan pernah melakukannya. Pembahasan publik mengenai kemungkinan reshuffle telah ada bahkan di awal Kabinet Indonesia Maju terbentuk, dengan berbagai pendapat dari aspek kompetensi hingga latar belakang tiap anggota kabinet. Kemudian menjadi semakin kencang karena dampak pandemi Covid-19 yang dirasakan Indonesia selama empat bulan terakhir.
Hal itu semakin membuat banyak pihak mendorong Presiden untuk segera melaksanakan perombakan. Adanya reshuffle menteri diharapkan menciptakan pemerintahan yang makin efektif, kuat, bisa menyikapi dan menyelesaikan krisis, serta tentunya mampu mengembalikan rasa percaya dan optimisme masyarakat kepada pemerintah.
Menyelamatkan Pemerintahan
Pembantu Presiden adalah pejabat negara yang melaksanakan tugas pembantuan dalam melaksanakan urusan pemerintahan (Jimly Asshiddiqie, 2013). Selain Wakil Presiden, konstitusi secara eksplisit menyebut dan mengatur pembantu presiden yang lain, yaitu menteri negara. Pasal 17 ayat (1) UUD NRI 1945 menyatakan, "Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara." Menteri diangkat dan diberhentikan langsung oleh presiden (hak prerogatif).
Menteri-menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan dengan mengacu pada konstitusi. Sedangkan untuk kepentingan sinkronisasi dan koordinasi urusan Kementerian, Presiden dapat membentuk Kementerian Koordinasi yang pejabatnya disebut Menteri Koordinator (UU Kementerian Negara).
Jika menelisik asal katanya, menteri berasal dari Bahasa Inggris yaitu minister yang memiliki makna pemberi layanan atau yang melayani. Sehingga, menteri yang notabene para pembantu presiden itulah yang kemudian berperan membantu presiden menyukseskan program-program pemerintahan serta memberikan pelayanan optimal demi kemaslahatan bangsa.
Idealnya, seorang menteri harus memiliki kemampuan jauh di atas rata-rata, sebagai seorang pemimpin (leader) bagi kementerian yang dibidanginya, mampu bersinergi dengan seluruh pihak yang berkaitan, sekaligus pelayan bagi presiden serta rakyat. Hanya saja, pengisian jabatan menteri tentu tidak selalu ideal berdasarkan kapasitas semata, melainkan juga dipengaruhi campur tangan dinamika seperti kepentingan partai politik pengusung dan koalisi, juga isu besar yang ingin diatasi selama pemerintahan berjalan.
Terlepas dari dinamika politik kepentingan yang ada, apabila seorang menteri sudah tidak mampu menjalankan apa yang dicita-citakan, tentu opsi reshuffle menjadi keniscayaan untuk menyelamatkan pemerintahan.
Mengatasi Situasi Darurat
Beberapa menteri yang bisa saja di-reshuffle ialah yang berkaitan dengan bidang ekonomi, sosial, dan kesehatan. Pertama, di bidang ekonomi. Kondisi realisasi stimulus di bidang usaha, UMKM, pembukaan lowongan kerja, lonjakan PHK serta pengangguran saat ini dalam kondisi yang memprihatinkan. Begitu juga dengan birokrasi di kementerian yang tidak berjalan optimal. Oleh karena itu, perlu perombakan di bidang tim ekonomi yang siap menghadapi krisis. Dalam hal ini, dibutuhkan petarung-petarung profesional, yang dalam melangkah tidak akan tersandera partai politik.
Kedua, bidang sosial. Keadaan sosial di masyarakat semakin semrawut, terutama yang dirasakan kelas menengah ke bawah. Banyak keluarga terdampak Covid-19 yang memerlukan saluran bantuan sosial, dan penanganan dalam hal ini sekarang tidak berjalan efektif. Ketiga, bidang kesehatan yang merupakan masalah utama dari dampak pandemi, dimulai dari lambatnya penanganan Covid-19 hingga permasalahan BPJS yang berlarut-larut. Di seluruh bidang tersebut, penyerapan anggaran juga masih sangat minim.
Harapan ke depan, kementerian apapun yang terkena perombakan atau pergeseran akan segera mampu mengatasi situasi darurat dan masalah-masalah yang dihadapi di tengah pandemi. Diatasi dengan kecepatan, strategi, keahlian, dan adaptasi yang berbeda dengan situasi pada kondisi normal. Perlu ditekankan bahwa kesalahan pengambilan kebijakan dan keputusan akan berakibat fatal serta akan mengancam kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.
Retno Widiastuti, S.H peneliti Pusat Studi Hukum Konstitusi FH UII & HICON Law Policy & Strategies
(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini