Sebuah makam terletak di pinggir jalan kampung Kota Solo disebut sudah ada sejak puluhan tahun silam. Warga menyebut makam itu milik Mbah Precet.
"Makam di daerah Teposanan ini adalah makam Kiai Precet," ujar Ketua RT 02, RW 002, Kardi (46), kepada wartawan, Selasa (30/6/2020).
Pantauan detikcom, makam yang terletak di pinggir Jalan Abiyoso, Kampung Teposan, Kelurahan Sriwedari, Kecamatan Laweyan, Solo itu tampak hanya dibatasi besi di kiri dan kanannya. Sedangkan di pusaranya dihiasi ubin bercorak warna merah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak ada nama yang tertulis di atas makam ini, tapi masih tersisa bunga tabur yang tampak belum sepenuhnya layu. Sedangkan di sekeliling pusara, hanya ada ubin berwarna abu-abu yang berbatasan langsung dengan badan jalan kampung.
Lokasi makam ini terletak di sisi barat berbatasan langsung dengan pagar Gelanggang Olahraga (GOR) Sritex.
Kardi menjelaskan, lokasi tersebut merupakan bekas area pemakaman. Makam-makam di area tersebut kemudian dipindah ke lokasi lain pada sekitar tahun 1980-an. Hanya satu makam yang akhirnya tidak dipindah, yakni makam Kiai Precet.
"Sesuai pesan terakhir sebelum meninggal, Mbah Precet ingin dimakamkan di sini," tutur Kardi.
Tonton video 'Tentang 3 Makam di Jalanan Gang Jakarta Timur':
Selanjutnya kata Komunitas Sejarah di Solo tentang Mbah Precet...
Diwawancara terpisah, Ketua Komunitas Sejarah di Solo yakni Solo Societeit, Dhani Saptoni, mengatakan berdasar cerita masyarakat, Mbah Precet ini seorang bromocorah atau penjahat.
"(Mbah Precet) Yang dihukum mati kemudian dimakamkan di situ, dan pada zaman dahulu di sekitar lokasi itu sangat angker," kata Dhani.
Namun, lanjut Dhani kalau dilihat dari toponimi atau asal usul penamaan wilayah, kata Dhani, arti Precet adalah orang kecil. Dhani menceritakan Kampung Teposonan tempat Mbah Precet dimakamkan, ada tiga tokoh penting yang menjadi penanda Kampung Teposonan.
"Yakni Teposono 1 di era Panembahan Senopati, awal Kerajaan Mataram Islam. Teposono ke-2 adalah putra Amangkurat IV adalah ayah dari RM Garendi (Sunan Kuning) pemimpin pemberontakan Geger Pecinan di Kartasura, karena sakit hati terhadap peristiwa hukuman mati ayahnya. Sementara yang terakhir adalah Teposono 3 putra dari Paku Buwono ke-4", urainya.
"Lantas pertanyaannya, apa hubungan Kiai Precet dengan dua tokoh Teposono ini, yang jelas ketiganya sama sama dihukum mati. Dan semuanya adalah tokoh yang menjadi legenda di bumi Mataram," lanjut Dhani.
Dhani mengungkap komunitasnya belum banyak melakukan riset dan penelitian soal makam Mbah Precet. Namun, kata Dhani, sudah ada beberapa diskusi sebelumnya sudah menyinggung soal sejarah makam Mbah Precet. Dhani berharap bisa kembali memulai riset karena banyak kegiatan komunitasnya yang tertunda gegara pandemi Corona.