Jakarta -
Kemendikbud menjelaskan riwayat penerapan sistem zonasi dan batas usia pada pendaftaran peserta didik baru (PPDB) sekolah. Kemendikbud mengatakan sistem zonasi itu pertama kali dimulai pada tahun ajaran 2017-2018.
Hal itu dikatakan oleh Plt Dirjen PAUD-Pendidikan Tinggi Pendidikan Menengah Kemendikbud, Hamid Muhammad, dalam diskusi yang disampaikan secara online, Selasa (30/6/2020). Hamid mengatakan tahun ini merupakan tahun keempat penyelenggaraan sistem zonasi.
"Sebenarnya PPDB dengan sistem zonasi kita mulai tahun ajaran 2017-2018, ini sudah keempat kalinya kita lakukan PPDB sistem zonasi dan berbagai ketentuannya itu hampir sama, misalnya prinsipnya harus transparan, akuntabel, objektif dan tentu nondiskriminatif itu yang kita siapkan sejak tahun 2017. Yang paling banyak berubah itu persentase pada sejak jalur, itu yang paling banyak berubah. Tapi ketentuan lainnya itu, misalnya masalah umur dan seterusnya, semuanya sudah ada sejak tahun 2017," jelas Hamid.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hamid menjelaskan alasan Kemendikbud membuat sistem zonasi ini untuk menghilangkan diskriminasi antara kelompok menengah atas dan kelompok menengah bawah. Menurutnya, sistem zonasi ini sistem yang menyeluruh tanpa pandang bulu, berbeda jika sekolah ditentukan dengan nilai ujian nasional (UN).
"Kita tahu biasanya UN itu nilai bagus biasanya di kalangan kelas atas, karena mereka dengan segala fasilitas bisa kursus sekolahnya dapat yang bagus, akhirnya mereka itu secara sistem mendapatkan sekolah bagus. Sementara masyarakat kelas menengah ke bawah itu by sistem juga mendapatkan sekolah yang kurang bagus, dan mereka kadang-kadang tersingkir dari sistem, sehingga kelompok masyarakat bawah ini perlu kita proteksi. Itulah kenapa kita perkenalkan sistem zonasi," jelasnya.
Lebih lanjut, dia menjelaskan, dalam menentukan sistem zonasi yang baik, Kemendikbud juga bekerja sama dengan pemerintah daerah. Pemerintah daerahlah yang menyesuaikan sistem zonasi ini di masing-masing daerahnya.
Terkait ketentuan usia, Hamid menjelaskan aturan batas usia itu sudah ditentukan di Permen Nomor 17 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan dan Pengelolaan Pendidikan. Batas usia tertuang dalam Pasal 49.
"Diatur pasal 49 tentang usia, di situ ada hading penerimaan peserta didik baru, dan kita ambil di sana. Jadi sebenarnya itu dasar yang bisa kita ambil, walaupun mungkin masyarakat sekarang merasa itu kurang relevan, itu ya harus kita diskusikan, karena PP kan bukan Kemendikbud yang nyusun, tapi semua kementerian dan daerah harus diskusikan, itu diterbitkan tahun 2010," tutur dia.
Lalu, mengapa sistem zonasi dan batas usia menjadi polemik di tahun ajaran 2020, khususnya di DKI Jakarta?
Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) DKI, Nahdiana, menjelaskan bagaimana penerapan sistem zonasi di DKI. Dia mengatakan sistem zonasi yang dibuat DKI ini menyasar seluruh lapisan masyarakat. Karena itu, dibuatlah sistem zona sekolah.
"Kami DKI juga ingin membuat PPDB DKI untuk seluruh lapisan masyarakat tidak hanya untuk 1 atau 2 lapisan masyarakat. Di sini saat afirmasi dan zonasi itu ada pendekatan zonasi yang dilakukan DKI beda dengan daerah lain, di mana jalur zonasi di DKI Jakarta ini adalah zona sekolah," tutur Nahdiana dalam diskusi itu.
Dia menjelaskan zona sekolah adalah daftar sekolah yang terletak di kelurahan yang sama atau kelurahan tetangga dengan domisili calon peserta didik baru dan juga menggunakan batas usia. Sistem inilah, kata Nahdiana, yang membedakan dengan sistem zonasi PPDB DKI sebelumnya.
"Di sini zona DKI Jakarta karena berbasis kelurahan tentunya ada 276 zona di setiap jenjang pendidikan. Zona ini ditetapkan sejak 2017 tanpa mengalami perubahan, digunakan setiap tahun di PPDB termasuk di 2020, yang berbeda adalah tahun ini ketika setelah menggunakan zona, kami gunakan seleksi usia, tahun sebelumnya kami menggunakan seleksi yang berbasis prestasi nilai, yaitu UN," jelas Nahdiana.
Mengapa diberlakukan sistem zonasi dan usia? Nahdiana mengungkapkan minat masyarakat yang tinggi terhadap sekolah negeri adalah salah satu faktor. Jadi, kata Nahdiana, saat Pemprov DKI hanya menggunakan sistem zonasi siswa yang diterima melebihi daya tampung. Oleh karena itu, pihaknya menggunakan batas usia untuk memangkas agar siswa yang diterima tidak melebihi kapasitas daya tampung yang diberikan.
"Dengan seleksi UN ataupun seleksi usia, kita beranggapan bahwa daya tampung sekolah negeri yang terbatas, jadi dengan apapun seleksinya pasti ada yang tertinggal, dengan adanya usia ini emang DKI seolah-olah nggak menerapkan zonasi, tapi langsung memeringkat usia. Tadi kami sampaikan kami gunakan penetapan zona sekolah, sehingga nggak mungkin orang yang ada di kelurahan Menteng bisa daftar ke kelurahan Kembangan, karena emang zona demografis DKI yang beda dengan daerah lain, tingkat kepadatan penduduk yang beda, daya tampung sekolah beda. Dan bisa saja ada beberapa kelurahan tak ada sekolah, itu yang sebabkan kami gunakan zonasi," ungkapnya.
"Setelah zonasi, karena lagi-lagi daya tampung, tentunya anak-anak atau calon peserta didik yang ada dalam zona itu tentunya lebih daya tampung. Sehingga seleksi yang kami gunakan untuk memotong orang yang berakhir daya tampung sekolah itu dengan gunakan usia. Kami sadar tentunya ada yang kecewa dan lain-lain atas seleksi ini, kami juga ingin layani seluruh masyarakat tentunya," pungkas Nahdiana.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini