Komnas HAM meminta Pilkada 2020 yang digelar di masa pandemi COVID-19 dilakukan dengan protokol ketat dan maksimal. Hal itu untuk menjamin hak hidup pemilih dan penyelenggara pemilu dan mencegah adanya korban, karena tahapan Pilkada tak memungkiri adanya kerumunan massa.
"Maka Komnas HAM merekomendasikan beberapa hal, tentu secara teknis misalkan dalam pelaksanaannya pemungutan suara diharapkan penggunaan protokol kesehatan itu dilaksanakan secara ketat dan maksimal," kata Ketua Tim Pilkada, Komisioner Komnas HAM, Hairansyah, dalam konferensi pers di kantornya yang disiarkan di YouTube Humas Komnas HAM, Senin (22/6/2020).
Komnas HAM meminta KPU segera mengesahkan PKPU terkait pemilihan di tengah bencana agar dapat menjadi pedoman bagi penyelenggara pemilu di daerah. Selain itu Komnas HAM mendorong KPU dan KPU kabupaten/kota untuk berkoordinasi dengan otoritas kesehatan terkait upaya penerapan protokol kesehatan dalam setiap tahapan Pilkada 2020.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut, Komnas HAM meminta agar KPU berkoordinasi dengan pemerintah setempat guna memastikan status wilayah apakah memungkinkan adanya pelonggaran atau masih dikenakan pembatasan sosial secara ketat sehingga kebijakan yang dilakukan akurat sesuai dengan tingkat kerawanan dalam pandemi COVID-19. Misalkan zona merah, zona hijau, zona kuning tentu akan berbeda-beda cara pendekatan yang dilakukan.
Hairansayah meminta agar KPU mendorong protokol kesehatan yang sesuai dengan pedoman WHO, yaitu memperhatikan situasi kondisi penyebaran, jumlah pasien yang terjangkit, dan memastikan adanya sarana prasarana kesehatan. Komnas HAM meminta pemerintah menyiapkan sarana kesehatan yang dapat mengantisipasi apabila terjadi gelombang jumlah penderita COVID-19 seperti ruang isolasi, melakukan tes, menangani setiap kasus, serta melakukan kontak tracing.
Tak hanya itu, Komnas HAM mengusulkan apabila banyak daerah yang tidak dapat menyelenggarakan Pilkada karena keterbatasan anggaran untuk memenuhi protokol kesehatan, maka Komnas HAM meminta agar KPU mempertimbangkan lagi hal tersebut. Sebab kesehatan masyarakat dan keselamatan publik harus menjadi prioritas utama.
"Keselamatan publik dan kesehatan masyarakat harus menjadi taruhannya sehingga KPU harus memastikan betul sumber daya sumber daya keuangan terutama untuk penyediaan alat pelindung diri dan protokol kesehatan itu menjadi hal yang utama. Kalau itu tidak, maka KPU harus mempertimbangkan kembali tahapan yang ada," ujarr Hairansyah.
tonton video 'Bawaslu Ungkap Kelebihan dan Kekurangan Kampanye Daring':
Senada dengan Hairansyah, Wakil Ketua Eksternal Komnas HAM Amiruddin mengusulkan agar Pilkada ditunda apabila pemerintah dan KPU belum dapat memastikan kesediaan anggaran bagi pelaksanaan Pilkada sesuai protokol COVID-19. Sebab dikhawatirkan akan terjadi potensi penyebaran COVID-19 jika sarana kesehatan sesuai protokol COVID-19 tidak disediakan.
"Ini yang kami ingin menegaskan kembali kepada KPU dan pemerintah, jika KPU dan pemerintah ragu-ragu dalam menyiapkan protokol kesehatan bagi penyelenggaraan pemilihan, lebih baik pilkada ini ditunda. Kenapa? karena kini kita masih mendengar bahwa daerah belum bisa secara pasti menyediakan anggaran atau menambah anggaran untuk penyelenggaraan Pilkada ini sesuai protokol kesehatan yang diperlukan," ujarnya.
Selain itu Komnas HAM juga meminta pemerintah pusat menyediakan tambahan anggaran apabila pemerintah daerah tidak mampu. Ia mengingatkan jangan sampai bila tahapan Pilkada sudah berjalan tetapi anggarannya tidak ada.
"Komnas HAM menegaskan, Pilkada penting tapi melindungi kesehatan masyarakat supaya tidak jatuh korban itu jauh lebih penting. Oleh karena itu kita meminta KPU memastikan bahwa seluruh proses atau seluruh protokol kesehatannya betul-betul sudah pasti dalam aturannya sehingga bisa diselenggarakan, yang kedua adalah anggarannya mesti sudah pasti juga dari pemerintah," sambung Amiruddin.