Polisi-Jaksa Didemo Mahasiswa di Parepare Gegara Kasus Pencabulan Anak

Polisi-Jaksa Didemo Mahasiswa di Parepare Gegara Kasus Pencabulan Anak

Hasrul Nawir - detikNews
Senin, 22 Jun 2020 13:58 WIB
Mereka memprotes kinerja polisi dan jaksa di kasus dugaan pencabulan anak.
Demo mahasiswa menuntut kejelasan kasus pencabulan anak. Foto: Hasrul Nawir/detikcom
Parepare -

Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Parepare(AMP), Sulawesi Selatan, melakukan aksi unjuk rasa. Mereka memprotes kinerja polisi dan jaksa di kasus dugaan pencabulan anak.

Aksi dipusatkan di dua titik, yaitu di kantor Polres Parepare dan Kantor Kejaksaan negeri Parepare , Senin (22/6/2020). Aksi ini sebagai bentuk protes terhadap kinerja aparat Kepolisian Parepare dan Kejaksaan Negeri Parepare yang dituding tidak adil dalam penyelesaian kasus dugaan pencabulan anak di bawah umur.

"Aksi yang kami lakukan pada hari ini ada beberapa kejanggalan yang kami temukan saat proses hukum kasus tersebut. Dalam persidangan, sebagaimana yang disampaikan oleh ibu korban, coba digiring opini bahwa orang tua lalai dalam mengawasi anaknya," kata Koordinator Lapangan Aksi, Ahmad Ricardy.

Ahmad juga bicara kejanggalan lain dalam kasus tersebut. Proses kasus tersebut hingga ke kejaksaan, kata Ahmad, tak jelas.

"Yang laporan pertama tidak masuk di Kejaksaan, ini menjadi tanda tanya besar, yang kedua di Polres kami tidak diberi P-21-nya sebagai bahan banding kita di Kejaksaan, murni yang kami lakukan bagaimana aparat hukum bisa bekerja semestinya," terangnya.

Kanit PPA Satreskrim Polres Parepare, Aipda Dewi Natalia Noya, menjelaskan kasus tersebut ada dua kejadian.

"Kejadian pertama itu masih dalam proses lidik untuk pelakunya , untuk kasus kedua penyelidikan kami ada 6 orang, yang kami amankan 4 orang, dua masih pencarian, dua anak-anak dan dua dewasa. Untuk pelaku anak-anak sudah dalam masa persidangan, sementara untuk 2 tersangka dewasa berkasnya akan segera kami kirim," papar Aipda Dewi.

Dewi mengatakan penanganan kasus tersebut sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku. "Setelah ada pelaporan kami melakukan penyelidikan , kita lakukan proses sidik dan kita melakukan penangkapan pada bulan itu juga," terangnya.

Dari hasil penyidikan, kata Dewi, tidak ada unsur penyekapan dan penganiayaan yang dilakukan terhadap korban seperti kabar yang beredar. "Saya luruskan sedikit dari berita yang beredar ,sama sekali tidak ada penganiayaan dan penyanderaan, hanya persetubuhan, itu berdasarkan pengakuan korban sendiri," urainya.

Kepala Kejaksaan Negeri Parepare, Amir Syarifuddin, menjelasakan untuk 2 pelaku yang merupakan anak di bawah umur, telah menjalani proses persidangan. "Pelaku dan korban telah berdamai dan ditandatangani dua keluarga besar masing-masing pihak, karena ini perkara bukan delik absolut, ini adalah delik aduan , maka jaksa tetap teruskan ke pengadilan, serahkan kepada aparat penegak hukum untuk menyelsaikan perkaranya," tuturnya.

Duduk Perkara Kasus Versi Ortu Korban

Korban dugaan kasus pencabulan ini adalah seorang remaja putri yang tinggal di Kecamatan Ujung, Parepare, Sulsel, berusia 14 tahun. Dia diduga dicabuli sejumlah orang.

Ibu korban, M (30), menceritakan kejadian yang menimpa putrinya. Berawal dari putrinya berkenalan dengan salah seorang pelaku berinisial A (19) yang kini masih buron.

"Saat kejadian, tanggal 9 April 2020, anak saya pamit habis magrib , katanya mau ke rumah temannya, ternyata dia dijemput oleh seorang laki-laki yang dikenalnya di FB, dia lalu dibawa berputar-putar dan dibawa ke sebuah rumah kebun, di sanalah dia diperkosa oleh pelaku," tutur M, kemarin.

Tak berhenti di situ, oleh pelaku, putrinya lalu dibawa ke sebuah rumah kos dan kembali diperkosa. Setelah dari rumah kos, putrinya itu diturunkan di suatu tempat oleh A.

"Anakku ini kan tidak tahu jalan, minta diantar pulang, si A ini tidak mau mengantar, nanti diancam mau dilapor, si A ini menurunkan anak saya di jalan," sambungnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tonton video 'Seminggu Buron, Residivis Pencabulan di Sultra Akhirnya Ditangkap!':

ADVERTISEMENT



Putrinya yang bingung bertemu sekelompok pemuda dan meminta tolong untuk mencari seorang sahabatnya agar bisa diantarkan pulang. Namun bukannya menolong, 7 orang pemuda ini malah mencabuli korban secara bergilir di sebuah kamar kos milik terdakwa berinisial G.

"Karena dua hari tidak pulang kami pun risau mencari, kebetulan memang saya tidak kasih hp ke anak saya, itu yang saya takutkan, makanya saya batasi pergaulannya dengan tidak memberi hp, akhirnya dia pulang diantar temannya, saya tanya dari mana kenapa tidak pulang dua hari, dia bilang dari rumah teman," tutur M.

Putrinya itu sempat menyembunyikan nasib naas yang menimpanya. Meskipun ibunya M menaruh curiga lantaran dia menemukan ceceran darah yang sudah berwarna kecoklatan di pakaian korban.

"Dia bahkan mengeluhkan sakit di bagian vital, bahkan susah buang air kecil, dia baru mengaku di kantor polisi 29 April 2020, lalu karena ada sedikit masalah sama temannya, Pak Polisi di sektor Ujung bilang ke saya, sepertinya anak ibu ada tekanan batin, pas ditanya baru dia mengaku," tutur M.

Kasus itu lalu bergulir ke meja hijau. Di persidangan, M merasa kesal karena pihaknya disudutkan oleh pengacara terdakwa. Kasus yang awalnya dirahasiakan ini pun akhirnya dibuka oleh M. Sidang pertama atas kasus pencabulan dan persetubuhan dibawah umur dirasakannya seperti memposisikan anaknya yang jadi korban justru merasakan menjadi 'pesakitan'.

"Anak saya yang menjadi korban, tapi saya merasakan seperti kayak anak saya yang menjadi terdakwa dalam persidangan, beberapa kali anak saya disudutkan oleh penasihat hukum terdakwa, sementara JPU seperti tidak berpihak ke kami, cuma hakim saja yang memotong pembicaraan penasihat hukum terdakwa saat anak saya disudutkan," beber M.

M mengatakan saat sidang pertama tidak dibacakan kronologis kejadian secara utuh, sehingga dia merasa seolah-olah menggiring fakta persidangan bahwa anaknya memang berkeliaran di atas jam 3 dini hari.

"Padahal , anak saya sebelum disekap dan diperkosa di kamar kos, terdakwa inisial G berteman, anak saya beberapa jam sebelumnya juga mengalami hal serupa terhadap pelaku lainnya yang masih buron, jadi di sini ada dua laporan polisi yang terpisah," beber M.

"Saya hanya didampingi oleh aktivis Perlindungan Perempuan dan Anak saat laporan, visum dan pengobatan, setelah itu tidak ada lagi, bahkan sampai sekarang isi dakwaan dari JPU pun tidak pernah kami terima, visum juga tidak pernah saya lihat. Cuma saya dengar saat dibacakan di persidangan, namanya saya orang kecil buta masalah hukum," ungkapnya.

M berharap anaknya bisa mendapat perlakuan adil dan para pelaku dihukum sesuai dengan perbuatannya.

"Pada laporan polisi pertama, terlapor inisial A masih buron, sementara laporan polisi kedua ada 4 orang yang telah diamankan, 2 buron dan 1 orang wajib lapor karena katanya buktinya tidak cukup kuat," terangnya.

M juga membeberkan baru mengetahui jika salah satu terdakwa dalam kasus asusila terhadap putrinya melibatkan anak seorang yang berpengaruh di Parepare.

"Saya hanya bisa berharap ada orang yang membantu saya dalam mencari keadilan, saya juga baru tahu katanya ada orang berpengaruh yang anaknya ikut terlibat dan menjadi terdakwa," tutupnya.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads