Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) menanggapi cuitan Novel Baswedan di Twitter yang menginginkan terdakwa penyerangan terhadap dirinya dibebaskan daripada mengada-ada. Permintaan Novel itu dinilai sebagai bentuk protes terhadap proses peradilan.
Adapun cuitan Novel Baswedan melalui akunnya @nazaqistsha sebagai berikut:
Saya jg tdk yakin kedua org itu pelakunya.
Ketika sy tanya penyidik dan jaksanya mrk
tdk ada yg bisa jelaskan kaitan pelaku dgn
bukti
Ketika sy tanya saksi2 yg melihat pelaku
dibilang bukan itu pelakunya. Apalagi
dalangnya ?
Sdh dibebaskan saja drpd mengada2.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini permintaan Novel Baswedan agar para terdakwa dibebaskan itu menurut saya adalah bentuk protes keras kepada proses peradilan yang berjalan sejauh ini," kata Peneliti Pukat UGM Zaenur Rohman kepada detikcom, Rabu (17/6/2020).
Protes tersebut, kata Zaenur, muncul karena banyak kejanggalan dalam jalannya proses peradilannya. Selain itu, Zaenur menilai jaksa penuntut umum (JPU) justru seolah-olah malah jadi kuasa hukum terdakwa dan terkesan banyak melakukan pembunuhan karakter kepada Novel.
"Misal dengan mengatakan bahwa motif terdakwa adalah dendam kepada korban karena dianggap pengkhianat, dan menurut saya di dalam persidangan juga tidak diungkap apa motif sebenarnya dari para pelaku dan apakah ada aktor intelektual dari peristiwa penyiraman air keras tersebut," ujarnya.
Zaenur juga menyampaikan dalam proses persidangan itu ada banyak fakta yang diabaikan, misalnya saksi-saksi penting yang sebelumnya diperiksa oleh tim pencari fakta maupun Komnas HAM. Sehingga menurutnya, persidangan justru menjadi ruang bagi para terdakwa untuk menyampaikan informasi-informasi keterangan-keterangan yang menyudutkan korban.
Simak video 'Bacakan Pledoi, Penyerang Novel Baswedan Ngarep Bebas':
"Nah itu tidak diungkap motif pelaku, tidak diungkap siapa yang memberi perintah dan justru proses persidangan itu pada akhirnya menghasilkan tuntutan 1 tahun penjara oleh JPU yang sangat tidak logis," ucap Zaenur.
"Dan oleh karena itu, Novel meminta para terdakwa dibebaskan sebagai bentuk protes keras terhadap berlangsungnya proses persidangan yang penuh drama. Protes keras dari Novel ini juga mengingatkan publik untuk mengawasi jalannya proses peradilan," lanjutnya.
Zaenur mengatakan apabila jalannya persidangan seperti ini terus dan pada akhirnya hakim mengikuti apa yang dituntut jaksa, maka keadilan bagi korban tidak akan terwujud. Selain itu, lanjutnya, kebenaran materiil dari proses peradilan di ruang sidang tidak pernah terwujud.
"Jadi persidangan tersebut hanya formalitas belaka agar seakan-akan kasus ini sudah tuntas setelah disidangkan. Karena itu saya berharap hakim kembali fokus kepada fakta di persidangan sesuai dengan dakwaan, sehingga hakim tidak terikat dengan tuntutan JPU," katanya.