Diburu-Diracun, 700 Gajah Sumatera Mati dalam 10 Tahun

Round-Up

Diburu-Diracun, 700 Gajah Sumatera Mati dalam 10 Tahun

Tim detikcom - detikNews
Senin, 15 Jun 2020 21:32 WIB
Petugas melihat bangkai gajah Sumatera jantan yang mati di area perkebunan kelapa sawit PT Makmur Inti Bersaudara Desa Seumanah Jaya, Kecamatan Ranto Peureulak, Aceh Timur, Aceh, Kamis (16/4/2020). Gajah jantan yang diperkirakan berusia lima tahun tersebut diduga mati akibat keracunan dan menurut data Forum Konservasi Leuser (FKL) sejak Januari sampai pertengahan April 2020 menyebutkan sebanyak sembilan individu gajah Sumatera mati di Provinsi Aceh yang tersebar di Kabupaten Aceh Utara, Aceh Jaya dan Kabupaten Aceh Timur. ANTARA FOTO/ Hayaturrahmah/Syf/aww.
Foto ilustrasi gajah Sumatera yang mati di Aceh. (Syifa Yulinnas/Antara Foto)
Bengkulu -

Kerakusan manusia dalam memburu dan meracuni satwa yang dilindungi seperti tiada habisnya. Tercatat, sudah ada sekitar 700 gajah Sumatera yang mati diburu dalam 10 tahun terakhir.

Seperti diketahui, status konservasi gajah Sumatera di Indonesia termasuk satwa yang dilindungi oleh UU No 5 Tahun 1990 dan PP 7/1999. Perlindungan diberikan karena ancaman terhadap kelangsungan hidupnya semakin besar. Ancaman terbesar datang akibat rusaknya habitat lantaran berebut dengan lahan perkebunan dan pertanian warga.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Catatan soal perburuan 700 gajah Sumatera dalam 10 tahun ini diungkap oleh Forum Konservasi Gajah Indonesia Dony Gunaryadi. Ada sekitar 700 ekor gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) yang mati karena diburu. Hingga saat ini sedikitnya ada 1.700 gajah Sumatera yang tersisa dan hidup di hutan Sumatera.

ADVERTISEMENT

Donny menuturkan, pada 1985, terdapat 44 daerah kantong habitat gajah di Pulau Sumatera dan menyusut menjadi 25 kantong habitat pada 2007. Dari 25 kantong itu, tersisa 12 kantong saja yang memiliki populasi di atas 50 ekor.

Saat ini hanya beberapa daerah habitat gajah tersisa, seperti di Taman Nasional Leuser dan Ulu Masen, Aceh; Taman Nasional Bukit Tiga Puluh dan Tesso Nilo, Jambi; Padang Sugihan, Sumatera Selatan; Bengkulu; serta Way Kambas dan Bukit Barisan Selatan, Lampung.

"Kematian gajah itu terjadi akibat diburu, diracun, dan diambil gadingnya," jelas Dony, Senin (15/6/2020).

Dony menilai ada 4 faktor yang menjadi penyebab utama hilangnya populasi gajah Sumatera, mulai dari Aceh hingga Lampung, yaitu perburuan, konflik manusia dan gajah, ancaman jerat listrik, dan racun.

Selain itu, penanggulangan dan adaptasi konflik manusia dan gajah secara efektif melalui optimalisasi pengelolaan barrier, mendorong praktik hidup berdampingan (koeksistensi) antara manusia dengan gajah, menghilangkan potensi ancaman langsung pada lokasi-lokasi prioritas, penyelamatan gajah dari populasi alami kritis, dan pemindahan ke habitat yang aman dan layak.

Sementara itu, Dosen Kehutanan Universitas Bengkulu Gunggung Senoaji, menjelaskan bahwa Bengkulu merupakan salah satu wilayah yang memiliki kantong habitat gajah, tepatnya di Taman Wisata Alam (TWA) Seblat di Kabupaten Bengkulu Utara yang ditargetkan menjadi Kawasan Ekosistem Esensial (KEE).

Gunggung mengatakan bentang alam di Taman Wisata Alam (TWA) Seblat di Kabupaten Bengkulu Utara yang ditargetkan menjadi Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) koridor gajah akan semakin terancam keberlangsungannya dengan UU Minerba tersebut.

Sebab, kata dia, di kawasan itu hanya TWA Seblat dan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) yang merupakan wilayah konservasi dengan proteksi tinggi.

"Kalau penambang ingin membuka tambang di hutan produksi terbatas dan diberikan izin oleh pusat, sedangkan pusat tidak tahu kondisi di lapangan, kalau izin keluar, maka habislah," kata Gunggung.

Ia mencontohkan tambang batu bara milik PT Injatama, walaupun tidak dalam kawasan, dulunya gunung sudah dikeruk menjadi danau sedalam 40 meter, setelah itu tidak ada reklamasi dan tidak memberikan manfaat sama sekali bagi lingkungan.

"Ada potensi bentang alam Seblat akan diserang, apalagi semua perizinan sudah diambilalih pemerintah pusat," papar Gunggung.

Melihat kondisi yang kian memprihatinkan ini, Kepala Balai KSDA Bengkulu Donald Hutasoit mengatakan gajah Sumatera yang tersisa harus diselamatkan khususnya habitat gajah yang ada di bentang alam Seblat.

Ia menilai tambang terbuka pasti akan mengubah habitat gajah Sumatera, apalagi di wilayah Seblat yang merupakan koridor gajah masuk dalam kawasan konservasi TWA Seblat.

"Jangankan hutan konservasi, hutan non-konservasi juga kalau itu lintasan gajah perlu diselamatkan dan faktanya gajah tidak selalu ada di dalam kawasan konservasi, tapi juga di luar kawasan, untuk di luar kawasan konservasi inilah salah satu solusi penyelamatan dengan kawasan ekosistem esensial," kata Donald.

Donald menegaskan bila UU Minerba yang baru itu diterapkan dan bertentangan dengan UU Kehutanan, pihaknya siap mempertahankan kelestarian hutan yang diamanatkan dalam UU Kehutanan.

Koordinator Koalisi Penyelamat Bentang Seblat yang tiga tahun terakhir berkampanye menyelamatkan habitat gajah Sumatera terakhir di Bengkulu, Sofian Ramadhan mengatakan penyelamatan gajah di Bengkulu menjadi tanggung jawab semua pihak.

Dengan jargon #savegajahseblat dari ancaman pertambangan batu bara, yaitu PT Inmas Abadi yang mengincar habitat gajah di Seblat, Sofian mengatakan dukungan dari berbagai elemen untuk menyelamatkan gajah Sumatera akan terus digaungkan.

"Kalau tambang masuk ke bentang Seblat, gajah Sumatera serta flora dan fauna yang ada akan hilang. Maka kami minta pada pemerintah membatalkan UU Minerba dan membuat regulasi yang lebih ramah lingkungan," kata Sofian.

Halaman 2 dari 3
(rdp/lir)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads