Dewan Kota Poole di Inggris selatan akan menurunkan patung pelopor gerakan pramuka Robert Baden-Powell, karena dianggap sebagai dianggap simpatisan Nazi Jerman. Rencana ini merupakan imbas dari demonstrasi antirasialisme yang dipicu oleh kematian George Floyd. Namun, benarkah Powell simpatisan partainya Adolf Hitler yang fasis itu?
Seperti dilansir BBC, Kamis (11/6/2020) mantan kandidat parlemen Buruh Corrie Drew mengatakan Powell homofobik dan "seorang pendukung Hitler yang antusias".
Situs web Topple the Racists mengatakan Powell melakukan "kekejaman terhadap kaum Zulu (etnis di Afrika Selatan -red) dalam karier militernya".
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, beberapa sejarawan berpendapat bahwa tuduhan itu tidak adil atau sama sekali tidak berdasar.
Soal Nazi
Pada tahun 2010, file MI5 yang tidak lagi dirahasiakan (declassified) mengungkapkan bahwa Baden-Powell mengadakan pembicaraan pada tahun 1937 dengan kepala gerakan Pemuda milik Hitler dan diundang untuk bertemu dengan Hitler sendiri.
Penulis biografi Lord Baden-Powell, Tim Jeal, mengatakan kekaguman Baden-Powell terhadap pemimpin Nazi itu sebatas pada gagasan mereka tentang pendidikan anak laki-laki.
Penulis mengatakan ketika Baden-Powell menggambarkan manifesto otobiografi Hitler 'Mein Kampf' sebagai "buku luar biasa" telah disalahartikan.
"Itu semua berkaitan dengan kehidupan di alam bebas (outward bound life) - semua itu cuma terkait pelatihan karakter yang dia pikir menarik, jadi dia bukan tertarik pada ide kebencian Hitler terhadap orang Yahudi," kata Jeal.
"Baden-Powell mengutuk Hitler karena menjadi megalomaniak dan karena memasang apa yang disebutnya 'kontes besar untuk menghipnotis rakyatnya'," sambungnya.
![]() |
Jeal melanjutkan, bahwa Powell justru membenci totalitarianisme, sistem politik yang sangat bertolak belakang dengan demokrasi. "Dia membenci totalitarianisme, dua kali berharap dia akan bisa menikahi wanita Yahudi dan memilih dokter Yahudi," ujarnya.
Sejarawan Dr Andrew Norman mengatakan Nazi berjanji untuk mengeksekusi Baden-Powell ketika invasi sukses ke Inggris.
"Dia ingin memperkenalkan gerakan Pramuka ke Jerman untuk menumbuhkan persahabatan antara kedua negara. Usahanya sia-sia, dan karena rasa sakitnya dia dimasukkan ke dalam daftar kematian Nazi karena Jerman curiga dia menggunakan anak-anak Pramuka untuk memata-matai Nazi," tuturnya.
Soal penjajahan di Afika
Sementara itu, eksploitasi Baden-Powell sebagai perwira militer di Afrika Selatan melibatkan beberapa insiden kontroversial.
Karier militernya yang semula suram oleh operasi untuk melacak pemberontak Zulu pada tahun 1888, menyebabkan setidaknya tiga kematian.
"Dia kehilangan kendali atas anak buahnya yang mungkin telah melakukan pembunuhan," tulis Jeal. "Bahkan jika dia telah memerintahkan untuk menyelamatkan nyawa para pemberontak, sangat tidak mungkin bahwa tentara bayaran Zulu akan mematuhinya."
Baden-Powell kemudian dituduh mengeksekusi seorang kepala suku di Afrika pada tahun 1897 yang telah dijanjikan keselamatannya sebagai imbalan atas penyerahan diri. Namun, hal ini dibantah Jeal.
"Itu mungkin tuduhan paling merusak yang dibuat terhadap Baden-Powell," kata Jeal.
Jeal melanjutkan, pada pergantian abad, Baden-Powell diakui sebagai pahlawan karena pembelaannya terhadap kota Mafeking di Afrika Selatan selama Perang Boer Kedua.
Sementara itu, dikutip dari laman Pramuka Internasional, scout.org, ada salinan surat yang dikirim pada 20 November 1937 oleh Baden-Powell kepada Joachim von Ribbentrop, duta besar Jerman untuk London. Di sana dijelaskan bagaimana Baden-Powell bertemu pemuda Hitler.
Dia berterima kasih kepadanya karena telah menerimanya pada 19 November, untuk bertemu Jochen Benemann dan Hartmann Lauterbach, pejabat Pemuda Hitler. Nada surat ini sopan dan diplomatis. Ini merujuk hubungan timbal balik oleh Inggris dan Jerman.
![]() |
Baden-Powell menulis, "Saya sungguh berharap bahwa kita akan dapat dalam waktu dekat untuk saling mengenal melalui kaum muda di kedua negara, dan saya akan segera berkonsultasi ke kantor pusat saya dan meminta saran selanjutnya."
Tidak Pernah Bertemu Hitler
Selain itu, dalam laporannya, Baden-Powell mengatakan bahwa Duta Besar Ribbentrop ingin dia pergi ke Jerman untuk bertemu Hitler. Jelas bahwa pertemuan ini tidak pernah terjadi.
Sepekan setelah pertemuannya dengan Sang Duta Besar, Baden-Powell berangkat ke Afrika. Dia kembali ke Inggris untuk waktu yang singkat pada tahun 1938 sebelum kembali secara permanen ke Kenya 27 Oktober 1938, di mana dia meninggal tiga tahun kemudian.
Bukan Homofobik, justru homoseksual romantis
Baden-Powell, dilansir BBC, pernah berbicara perihal bahaya dari mempunyai perasaan 'sentimental' terhadap anak laki-laki.
Sejarawan Andrew Norman mengatakan pendiri Pramuka itu sebagai laki-laki yang 'kebingungan terhadap seksualitasnya sendiri'. Kadang, Baden-Powell tidur di balkon supaya terpisah dari istrinya sendiri.
Penulis biografi Baden-Powell, Tim Jeal, beropini terhadap orang yang sudah lama meninggal dunia itu. Menurut Tim Jeal, Baden-Powell berusaha menekan (merepresi) hasrat cinta sesama jenisnya.
"Dia adalah gay dan merepresi itu. Di matanya, pria itu indah, tapi dia itu homoseksual romantis, bukan seorang praktisi homoseksual," kata Jeal.
![]() |
"Bila pemimpin regu pramuka mengatakan punya hubungan dengan pembina lainnya atau menjadi 'sentimental' terhadap anak-anak, dia akan segera mengganti orang-orang seperti itu, ketimbang melapor polisi," tutur dia.
"Semua yang dia tulis mengenai menariknya pria disebabkan karena dia gay," kata dia.