Pandemi COVID-19 membuat aktivitas bisnis UMKM tersendat, sehingga menimbulkan kerugian ekonomi. Oleh sebab itu, Wakil Ketua MPR Fadel Muhammad meminta pemerintah serius membantu pelaku UMKM.
"UMKM terkena dampak paling besar dan cepat akibat pandemi COVID-19. Karena itu UMKM perlu didorong karena ada ratusan juta pekerja di sektor ini. Dengan membantu UMKM pemerintah menyelamatkan dan memulihkan perekonomian nasional, khususnya menjaga stabilitas sektor keuangan," kata Fadel dalam keterangannya, Jumat (12/6/2020).
Fadel menilai, stimulus yang diberikan pemerintah untuk mendukung UMKM dan dunia usaha, serta pekerja sudah baik. Namun, menurutnya, implementasi di lapangan perlu ditingkatkan. Fadel memaparkan, data riil nilai stimulus yang dibutuhkan UMKM lebih besar dibandingkan nilai yang disediakan pemerintah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Stimulus memang makin lama makin baik walaupun implementasinya masih lambat. Angka stimulus (yang dibutuhkan) masih jauh lebih besar dari angka pemerintah. Jika UMKM tidak bergulir maka ekonomi akan semakin terpuruk dan semakin banyak pekerja yang dirumahkan atau di-PHK," kata mantan Gubernur Gorontalo itu.
Ia menegaskan, pemerintah selayaknya lebih memprioritaskan UMKM dibanding pengusaha besar, karena UMKM merupakan penopang perekonomian nasional dan menyerap banyak tenaga kerja. Menurutnya, jika UMKM bangkit maka perekonomian akan membaik dan dapat mengurangi jumlah pengangguran.
"Di situlah seharusnya pemerintah menjalankan dengan benar relaksasi pinjaman bank dan relaksasi pajak sehingga UMKM dapat jalan dan tidak terjadi PHK permanen. Kalau UMKM dibantu maka pengangguran akan berkurang," tegas Fadel.
Fadel memaparkan, salah satu penyebab rendahnya realisasi pinjaman UMKM yang di restrukturisasi, yakni karena adanya penilaian kelancaran kredit pemilik usaha sebelum COVID-19. Padahal, lanjutnya, debitur yang mengajukan restrukturasi merupakan pelaku usaha yang kesulitan membayar cicilan bunga dan pokok pinjaman.
Ia menambahkan, upaya pemerintah dalam mendukung restrukturisasi berupa subsidi bunga pinjaman dan penempatan dana pemerintah untuk menjaga likuiditas perbankan patut disambut baik. Mekanisme penempatan dana dilakukan secara channelling melalui bank peserta dan bank pelaksana, di mana bank pelaksana adalah bank yang akan menerima bantuan likuiditas.
"Singkatnya, persyaratan bank pelaksana yang akan mendapatkan bantuan likuiditas berupa penempatan dana pemerintah adalah bank yang sehat atau sangat sehat. Padahal dari sudut pandang manajemen likuiditas, ketika sebuah bank mengajukan bantuan likuiditas kesehatan bank sedang terganggu atau memiliki gejala tidak sehat," ujar Fadel.
(mul/ega)