Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan telah menetapkan siaga kebakaran hutan dan lahan atau karhutla pada 20 Mei lalu. Status ini berlaku sampai 31 Oktober.
"Sebagai upaya antisipasi guna mencegah karhutla di Sumsel, kita telah menetapkan status siaga darurat karhutla. Status telah ditetapkan 20 Mei hingga 31 Oktober 2020 mendatang," tegas Herman Deru ditemui di kantornya, Jumat (12/6/2020).
Penetapan status siaga, kata Herman Deru, melihat prakiraan musim kemarau tahun ini yang telah masuk dasarian 3 terhitung Mei. Sementara puncak kemarau kini diprediksi terjadi bulan September.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Berdasar laporan BMKG, puncak kemarau diperkirakan dominan terjadi September ini. Tentu dengan kondisi udara panas dan kering, di mana akan dapat mengakibatkan karhutla," katanya.
Terpisah, Kabid Penanganan Kedaruratan BPBD Sumsel, Ansori mengatakan status siaga diberlakukan meski Sumsel saat ini masih musim hujan. Ini karena terjadinya pergeseran perubahan cuaca.
"Kalau prediksi awal kan memang musim kemarau itu sudah masuk di bulan Mei ya. Tetapi sepertinya ini ada pergeseran dan sampai saat ini masih musim hujan," kata Ansori.
Diakui Ansori, semua daerah yang rawan karhutla kini masih dalam kondisi basah. Hal ini juga dapat dilihat dari kondisi air Sungai Musi yang masih pasang, bahkan masih mengalir ke anak-anak Sungai Musi.
Selain menetapkan status siaga karhutla, Ansori menyebut ada penambahan daerah rawan karhutla dari tahun sebelumnya. Di mana tahun 2019 hanya 9 daerah rawan, kini tercatat menjadi 10 daerah.
Adapun 10 daerah yang berpotensi terjadi karhutla adalah Kabupaten Ogan Ilir, OKI, OKU, Muara Enim, PALI, Banyuasin, Musi Banyuasin, Muratara dan Kabupaten Musi Rawas. Sementara satu daerah yang baru masuk kabupaten rawan yakni OKU Timur.
"OKU Timur tahun lalu banyak terjadi lahan terbakar. Ada banyak hotspot ditemukan di sana dan di lapangan terbakar, maka tahun ini masuk daerah rawan juga," katanya.