Salah seorang sekuriti DPP PDIP Nur Hasan mengaku pernah meminta tersangka kasus suap pergantian antarwaktu (PAW) Harun Masiku untuk merendam ponsel di air. Perintah merendam handphone itu disampaikan Nur Hasan atas arahan orang yang tidak dikenal.
Hal itu disampaikan Nur Hasan saat diperiksa sebagai saksi dalam sidang yang digelar PN Tipikor Jakarta. Nur Hasan memberikan keterangan lewat sambungan video conference.
Peristiwa itu berawal saat dia didatangi dua orang tidak dikenal di Rumah Aspirasi Jakarta Pusat pada 8 Januari 2020. Ketika itu, ada telepon masuk ke handphone milik Nur Hasan. Dia lalu dipaksa berbicara oleh dua orang yang mendatanginya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya nggak tahu (siapa yang menelepon), karena dibilang nih kamu dengerin dulu, nanti saya tuntun," kata Nur Hasan, Kamis (11/6/2020).
Nur Hasan mengaku lupa isi pembicaraan lewat sambungan telepon itu. Jaksa KPK lalu mengungkit keterangan Nur Hasan dalam BAP dan menyebut Nur Hasan meminta orang yang menelponnya merendam handphone di air.
"Di BAP betul bilang 'bapak hp harus direndam di air dan bapak harus standby di DPP?'," kata jaksa.
"Lupa, kayaknya itu deh," jawab Nur Hasan.
"Kemudian disebut Harun Masiku 'ya ok disimpan di mananya?' lalu saksi jawab lagi 'di rendam di air pak, di air ya'," timpal jaksa.
Nur Hasan pun mengakui dirinya mengucapkan kalimat itu. Namun apa yang dia ucapkan dalam sambungan telepon dituntut oleh dua orang misterius yang mendatanginya.
"Saya lagi bicara sama yang nelpon itu, dua orang itu yang nuntun saya," ujarnya.
Nur Hasan baru tahu belakang bahwa orang yang bicara lewat sambungan telepon dengannya adalah Harun Masiku. Dia juga sempat diajak dua orang misterius bertemu Harun di Jalan Cut Meutia Jakarta Pusat untuk mengambil sebuah tas.
"Kan saksi ada komunikasi telepon, terus ada memberikan tas, lalu akhirnya tahu disebut dua orang itu namanya adalah Harun Masiku?" kata Jaksa.
"2 orang itu menyebut pak Harun, tapi awalnya saya gak tau itu siapa," jawab Nur Hasan.
Dalam persidangan ini yang duduk sebagai terdakwa adalah Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio. Wahyu didakwa menerima suap sebesar SGD 57.350 atau setara Rp 600 juta.
Sementara Tio didakwa sebagai perantara suap antara Harun Masiku, Saeful Bahri dengan Wahyu Setiawan. Setiap suap yang akan diterima Wahyu, selalu diserahkan ke Agustiani Tio selaku orang kepercayaan Wahyu.
"Terdakwa I melalui perantaraan terdakwa II secara bertahap sebesar menerima uang senilai SGD 19.000 dan SGD 38.350 atau seluruhnya setara dengan jumlah Rp 600 juta dari Saeful Bahri bersama-sama dengan Harun Masiku," kata jaksa KPK Takdir Suhan saat membacakan dakwaan.
(abw/dhn)