Kinerja Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim selama menangani pengelolaan system pendidikan di tengah wabah COVID-19 kembali mendapat sorotan tajam.
Kali ini datang dari Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). Ketua Umum Pengurus Besar (PB) PMII Agus Mulyono Herlambang mengatakan, Nadiem Makarim terkesan gagap dalam menangani berbagai persoalan pendidikan yang muncul selama pandemic COVID-19.
"Kami mempunyai harapan luar biasa kepada Nadiem Makarim untuk menata system pendidikan di Indonesia. Dia sudah banyak bicara terkait penataan system pendidikan di berbagai tempat. Namun saat COVID-19 mas menteri terkesan gagap saat menghadapi tuntutan untuk menata system pendidikan di saat wabah Covid19," kata Agus saat Webminar bertajuk Problem Mahasiswa dan Kebijakan Mendikbud di Tengah Pandemi COVID-19, Senin (8/6/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Agus mengungkapkan, sektor pendidikan harusnya menjadi salah satu fokus utama pengelolaan dampak wabah COVID-19 di tanah air. Masa depan ribuan bahkan jutaan siswa dari jenjang dasar hingga perguruan tinggi menjadi taruhan jika dalam penanganan dampak COVID-19, focus pemerintah pada bidang ekonomi dan kesehatan semata.
"Kita harusnya bisa belajar dari Jepang di mana saat terjadi tragedy bom Hiroshima yang begitu dasyat pemerintah mereka memprioritaskan keselamatan guru dibandingkan elemen masyarakat lain karena mereka sadar bahwa hanya dengan pendidikan lah mereka bisa bangkit dari kehancuran akibat bom atom dari Sekutu," ungkapnya.
Fenomena tersebut, lanjut Agus tidak terlihat dari strategi penanganan wabah covid-19 yang ditetapkan sebagai bencana nasional non-alam. Berbagai kebijakan pemerintah termasuk realokasi anggaran hanya diperuntukkan penanganan wabah di bidang ekonomi dan kesehatan. Sementara di sisi lain berbagai dampak wabah Covid-19 di bidang pendidikan terkesan diabaikan.
"Ada kesan jika respons Kemendikbud begitu lamban dalam menyikapi kegelisahan mahasiswa terdampak Covid-19. Contohnya ada aspirasi mahasiswa untuk mendapatkan pemotongan Uang Kuliah Tunggal (UKT) karena kesulitan ekonomi banyak orang tua, tapi malah dijawab Kemendikbud jika UKT tidak akan naik," jelasnya.
Kegagapan kebijakan Kemendikbud, tegas Agus juga Nampak dari tidak efektifnya pembelajaran jarak jauh sebagai alternative utama di saat sekolah dan kampus ditutup. Pembelajaran jarak jauh terkesan tidak disiapkan secara matang baik dari sisi sarana prasarana maupun kesiapan kapasitas sumber daya manusia (SDM).
"Masih ada persoalan teknis terkait perkuliahan jarak jauh di mana jaringan internet belum merata sehingga ada mahasiswa yang terpaksa tidak lulus karena tidak bisa ikut perkuliahan karena minimnya jaringan internet," ujarnya.
Dalam webminar yang diikuti ratusan mahasiswa tersebut hadir juga Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda dan Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kemendikbud Prof Aris Junaidi sebagai narasumber.
Syaiful Huda berujar, memang perlu ada perbaikan komunikasi publik yang harus dilakukan jajaran Kemendibud dalam menyosialisasikan berbagai kebijakan bidang pendidikan selama masa pandemi COVID-19. Harusnya mendikbud aktif tampil publik menyampaikan sendiri berbagai kebijakan kemendikbud terkait pelaksanaan pendidikan di perguruan tinggi maupun tingkatan pendidikan lain.
"Banyak kegelisahan dari peserta didik, orang tua murid, guru, dosen, hingga pengelola perguruan tinggi swasta karena dampak Covid-19, harusnya kegelisahan ini dijawab secara langsung oleh Mas Menteri karena saya yakin sudah banyak kebijakan yang dihasilkan jajaran Kemendikbud dalam menyikapi berbagai isu pendidikan selama Covid-19," ujarnya.
Politikus PKB ini mengarisbawahi kebijakan Kemendikbud terkait UKT. Menurutnya kebijakan penundaan, pemotongan, maupun sistem angsuran yang diberikan kepada mahasiswa dalam membayar UKT harus dikawal secara khusus. Jangan sampai kebijakan tersebut hanya indah di atas kertas, namun memble di tingkat pelaksanaan.
"Saya usulkan dibentuk task force yang mengawal kebijakan UKT hingga tingkat kampus karena Kemendikbud menyerahkan sepenuhnya kebijakan UKT tersebut kepada masing-masing Perguruan Tinggi," tuturnya.
(wip/mud)