Jakarta -
Pemerintah, dalam hal ini Presiden dan Menkominfo, divonis Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta melakukan pelanggaran hukum atas perlambatan internet di Papua pada Agustus 2019. Menkominfo Johnny G Plate mengatakan pihak pemerintah akan berkonsultasi soal upaya hukum lanjutan.
"Kami menghargai keputusan pengadilan, tapi kami juga mencadangkan hak hukum sebagai tergugat. Kami akan berbicara dengan Jaksa Pengacara Negara untuk menentukan langkah hukum selanjutnya," ujar Johnny lewat keterangannya, Rabu (3/6/2020).
Tergugat I dalam perkara ini adalah presiden, sedangkan tergugat II adalah Menkominfo. Menkominfo pada Agustus 2019 adalah Rudiantara. Lalu pada Oktober 2019, posisi Menkominfo diisi oleh Johnny G Plate.
"Saya belum membaca amar putusannya. Tidak tepat jika petitum penggugat dianggap sebagai amar putusan Pengadilan TUN tersebut. Kami tentu hanya mengacu pada amar keputusan Pengadilan TUN, yang menurut informasi tidak sepenuhnya sesuai dengan petitum penggugat," ucap Johnny.
Lebih lanjut, Johnny menyebut belum menemukan dokumen pemerintah yang memblokir internet di Papua dan Papua Barat. Dirinya yang melanjutkan estafet kepemimpinan dari Rudiantara juga tidak menemukan rapat Kominfo soal pemblokiran internet di Papua dan Papua Barat.
"Sejauh ini saya belum menemukan adanya dokumen tentang keputusan yang dilakukan oleh pemerintah terkait pemblokiran atau pembatasan akses internet di wilayah tersebut. Dan juga tidak menemukan informasi adanya rapat-rapat di Kominfo terkait hal tersebut. Namun bisa saja terjadi adanya perusakan terhadap infrastruktur telekomunikasi yang berdampak gangguan internet di wilayah tersebut," kata Johnny.
Ditambahkannya, Johnny meyakini Presiden Jokowi mengambil kebijakan yang mengutamakan kepentingan bangsa. Papua dan Papua Barat termasuk salah satunya.
"Sebagaimana semua pemerintah, demikian hal Bapak Presiden Joko widodo dalam mengambil kebijakan tentu terutama untuk kepentingan negara, bangsa, dan rakyat Indonesia, termasuk di dalamnya rakyat Papua," ujarnya.
Pada sidang yang digelar hari ini, majelis menilai perlambatan akses internet itu dilakukan dalam kondisi negara belum dinyatakan bahaya. Selain itu, perlambatan akses internet itu membuat aktivitas warga lain banyak yang terganggu.
Berikut ini amar putusan yang dibacakan majelis dalam persidangan itu:
Menyatakan eksepsi Tergugat I dan Tergugat II tidak diterima
Dalam pokok perkara
1. Mengabulkan gugatan para penggugat
2. Menyatakan tindakan-tindakan pemerintahan yang dilakukan Tergugat I dan Tergugat II berupa:
-. tindakan pemerintahan perlambatan akses bandwidth di beberapa wilayah Provinsi Papua Barat dan Provinsi Papua pada 19 Agustus 2019 pukul 13.00 WIT sampai dengan pukul 20.30 WIT
-. tindakan pemerintahan yaitu pemblokiran layanan dan/atau pemutusan akses internet secara menyeluruh di Provinsi Papua (29 kota/kabupaten) dan Provinsi Papua Barat (13 kota/kabupaten) tertanggal 21 Agustus 2019 sampai dengan setidak-tidaknya pada 4 September 2019 pukul 23.00 WIT
-. tindakan pemerintah yaitu memperpanjang pemblokiran layanan data dan/atau pemutusan akses secara di 4 kota/kabupaten di Provinsi Papua yaitu Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Mimika, dan Kabupaten Jayawijaya dan 2 kota/kabupaten di Provinsi Papua Barat yaitu Kota Manokwari dan Kota Sorong sejak 4 September 2019 pukul 23.00 WIT sampai dengan 9 September 2019 pukul 18.00 WIB atau 20.00 WIT
adalah perbuatan melanggar hukum oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan
3. Menghukum Tergugat I dan Tergugat II untuk membayar biaya sebesar Rp 457.000
Sementara itu, sebelumnya gugatan pemutusan akses internet di Papua saat kerusuhan Agustus-September 2019 itu dilayangkan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, South East Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), LBH Pers, YLBHI, KontraS, Elsam. Mereka menggugat langkah pemerintah Presiden Joko Widodo yang memutus atau melambatkan akses internet.
Tindakan pemerintah yang digugat, yaitu pada 19-20 Agustus 2019, dilanjutkan pemutusan akses internet sejak 21 Agustus sampai 4 September 2019, dan perpanjangan pemutusan akses internet sejak 4 sampai 11 September 2019.
AJI dan SAFEnet mengajukan tuntutan bahwa Jokowi dan Menkominfo bersalah karena tidak mematuhi hukum dan melanggar asas pemerintahan yang baik. Tindakan pelambatan dan pemutusan akses internet merupakan tindakan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini