Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan untuk melawan pandemi COVID-19 harus menggunakan paradigma perang. Tujuannya, agar lebih berpikir antisipatif dan tidak meremehkan segala sesuatu, khususnya dalam melaksanakan protokol kesehatan.
"Dalam krisis ini kita sudah harus menggunakan paradigma perang dan itu bukan sesuatu yang alergi, paradigma ini sudah digunakan banyak Trump sudah menggunakan fight, ada yang menggunakan battle," ujar Tito dalam acara Talkshow yang disiarkan di Channel YouTube Heartline Network, Senin (1/6/2020).
Tito menjelaskan, dengan menerapkan paradigma perang dalam melawan pandemi COVID-19, diharapkan mampu menghadapi segala kemungkinan terburuk. Sehingga, semua elemen baik pemerintah dan masyarakat dapat saling bersinergi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Paradigma perang karena supaya kita menjadi antisipatif, lebih baik kita dari pada berpikir underestimate, mudah-mudahan tidak ada kemungkinan terburuk, tapi kalau kita berpikir 'ah itu kan masih jauh', itu kalau Eropa pikir ah masih jauh di Wuhan, tapi mereka lupa transportasi Wuhan ke Amerika itu belasan jam, Wuhan-Prancis itu belasan jam," ucapnya.
Tonton juga video 'Pandemi Corona, Jokowi Ajak Pejabat Pusat-Daerah Berpihak untuk Rakyat':
Karena berpikir dengan paradigma perang, kata Tito, Pemerintah Indonesia sudah menyiapkan segala kemungkinan terburuk seperti menyiapkan rumah sakit rujukan, tempat isolasi dan fasilitas lain. Selain itu, dalam perang juga harus diketahui kekuatan dan kelemahan virus.
Menurut Tito, kekuatan COVID-19 berada pada penularan. Sementara, kelemahannya yakni berada pada manusia yang selalu menerapkan protokol, misalnya rajin mencuci tangan dengan sabun, menggunakan masker saat beraktivitas di luar rumah.
"Dengan kita (menggunakan) paradigma perang, kita berusaha mengetahui apa kekuatan dan kelemahan lawan. kenali musuhmu, kenali dirimu," katanya.
Lebih lanjut, Tito mengatakan wabah COVID-19 saat ini menjadi pandemi yang paling besar di dunia. Sebab, dalam sejarahnya pandemi biasanya dialami oleh beberapa negara saja.
Namun untuk pandemi COVID-19, sudah ada 216 negara yang mengalami pandemi virus Corona dalam waktu 5-6 bulan saja. Akibatnya, tak sedikit negara yang tidak siap mengantisipasi wabah COVID-19 ini.
"Dalam waktu 5 bulan Desember di mulai di Wuhan ada 216 negara, PBB hanya mengakui 193 negara yang lainnnya teritori yang tidak diakui seperti Taiwan, nah jadi 216 negara-negara di dunia terkena semua, ini pertama kali dalam sejarah umat. Maka semua negara mohon maaf hampir tidak siap," katanya.