Efek Gentar Dinilai Perlu agar Warga Disipilin Menuju New Normal

Efek Gentar Dinilai Perlu agar Warga Disipilin Menuju New Normal

Tim detikcom - detikNews
Senin, 01 Jun 2020 09:28 WIB
Kebijakan new normal yang diambil pemerintah akan dikawal ketat satuan TNI-Polri untuk mencegah kerumunan.
Foto Ilustrasi (Rifkianto Nugroho/detikcom)
Jakarta -

Pemerintah tengah menyiapkan fase skenario kenormalan baru (new normal) di tengah pandemi COVID-19. Aktivitas sehari-hari tetap berjalan namun ditambahkan penerapan protokol kesehatan guna mencegah penularan penyakit yang disebabkan virus Corona.

Salah satu kebijakan yang ditempuh pemerintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam masa persiapan ini dengan menggelar personel TNI dan Polri untuk melakukan upaya pendisiplinan masyarakat agar mematuhi protokol kesehatan di berbagai sarana publik. Menurut Jokowi, upaya pendisiplinan masyarakat ini akan digelar di 1.800 titik di empat provinsi dan 25 kabupaten/kota.

"Kita mengharapkan kedisiplinan yang kuat dari masyarakat akan semakin terjaga," ujar Jokowi saat meninjau pemberlakuan protokol kesehatan di Stasiun MRT Bundaran HI, Jakarta, Selasa (26/5). "Dengan dimulainya TNI dan Polri secara masif mengingatkan masyarakat penyebaran COVID ini akan semakin menurun."

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pengamat militer dari Universitas Padjajaran, Bandung, Muradi menyatakan prinsipnya tak ada yang keliru terkait kebijakan pemerintah melibatkan militer mengawasi masyarakat dalam menjalankan protokol kesehatan. Dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, tentara dalam operasi militer selain perang diperkenankan membantu tugas pemerintah daerah.

"Selama ini dalam masa PSBB tentara memang sudah membantu Satpol PP dan Polri. Kalau kita lihat di jalanan ada check point yang maju hanya Satpol PP dan Polisi. TNI hanya jaga-jaga di sana, ujar guru besar bidang keamanan Unpad itu pada detikcom, Sabtu (30/5).

ADVERTISEMENT

Kepala Pusat Studi Politik dan Keamanan Unpad itu menilai pengerahan tentara berseragam itu merupakan upaya menimbulkan efek gentar. Sebab, menurut evaluasi Pusat Studi dan Keamanan Unpad, dalam pelaksanaan PSBB terdapat masalah soal kedisiplinan warga.

"Memang butuh efek gentar dan jera agar publik mematuhi protokol kesehatan," ujar Muradi. "Nah, tinggal awasi saja apakah ada perilaku yang menyimpang dari militer. Saya kira sampai saat ini pelibatannya masih on the track. Saya belum menangkap hal luar biasa yang membuat mereka offside."

Simak video '102 Daerah Diizinkan Terapkan New Normal, Apa Pertimbangannya?':

Sementara itu, peneliti pada Departemen Politik dan Perubahan Sosial, Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia, Nicky Farizal, memberi pandangan bahwa gejala pelibatan militer dalam penanganan wabah COVID-19 dimulai akhir Januari 2020. Saat itu Jokowi memberi perintah pada Panglima TNI untuk melakukan evakuasi WNI yang berada di Wuhan, China.

Baru kemudian pada 13 Maret 2020, pemerintah mengeluarkan payung hukum untuk kebijakan pengerahan TNI melalui Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2020. Dalam aturan itu Asisten Operasi Panglima TNI ditunjuk sebagai Wakil Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19. Selain itu dilibatkan pula satuan TNI dari unsur medis, logistik, dan teritorial.

"Jadi memang kebijakan hukum Presiden sedari awal sudah menyiagakan TNI," ujar Nicky kepada detikcom, Jumat (29/5/2020). Seminggu setelah ditetapkan Perpres Nomor 7/2020 ini kemudian disempurnakan lagi melalui Perpres Nomor 9/2020 dengan kedudukan Asops Panglima TNI yang tak berubah.

Idealnya pengerahan TNI dalam OMSP, menurut Nicky, muncul melalui konsensus antara pemerintah dan DPR sebagai kebijakan politik negara. Namun yang terjadi adalah Keppres tersebut dikeluarkan tanpa prosedur di atas. "Karena tanpa komunikasi dengan DPR, dapat disimpulkan terkait pelibatan TNI dalam Gugus Tugas adalah diskresi Presiden karena kondisi mendesak," katanya.

Selain itu, persoalan lain, menurut Nicky, adalah UU TNI tidak mencantumkan tugas penanggulangan bencana non-alam sebagai komponen dari OMSP. Hal ini berarti terdapat adanya kekosongan hukum. "Karena itu, presiden memakai hak prerogatif Kepala Negara sekaligus panglima tertinggi angkatan bersenjata untuk melengkapi komponen baru di dalam OMSP," ujarnya.

Melihat situasi ini tidak mengherankan ketika nanti masuk dalam fase kenormalan baru nantinya militer masih dilibatkan. Malah, menurut Nicky, tulang punggung dari penerapan fase ini justru operasi teritorial TNI. "Ke depan untuk menertibkan warga, sepertinya teritorial akan jadi ujung tombak," ujar lulusan bidang Strategic Studies dari University of Aberdeen, Skotlandia, itu.

Namun Nicky berpendapat perlu disusun aturan baru yang isinya berupa norma, standar, prosedur, dan kriteria pelibatan militer dalam operasi militer selain perang.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads