Pasangan suami istri Ridwan (31) dan Rokhis Amaliyah (28) warga Desa Sowan Lor Kecamatan Kedung, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah masih melestarikan tradisi mudun lemah (turun ke tanah) di bulan Syawal. Tradisi ini dilakukan bagi bayi yang baru bisa berjalan, dengan tujuan agar si bayi memiliki sifat mandiri ketika dewasa nanti.
Acara tradisi mudun lemah digelar dengan sederhana di kediamannya di RT 09/RW 2 Desa Sowan Lor, Kecamatan Kedung, Jepara, Minggu (31/5/2020). Tradisi ini bagi anak keduanya bernama Izzah Nailal Inayah yang baru berusia 1,5 tahun.
Dari pantauan detikcom, puluhan warga juga terlihat datang memeriahkan acara tradisi itu. Acara dibuka dengan menyalakan petasan di halaman rumah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah itu, disiapkan tangga yang terbuat dari batang tebu dan sangkar terbuat dari bambu di depan rumah. Tradisi dimulai dengan si bayi menaiki tangga dari bambu dengan digendong ayahnya.
![]() |
Setelah menaiki tangga, si bayi kemudian bermain di dalam sangkar yang telah disediakan. Tampak si bayi ketika di dalam sangkar menangis.
Ketika proses itu selesai kemudian dilanjutkan dengan membagi-bagi uang recehan kepada para anak-anak hingga orang dewasa yang datang.
Terakhir, tradisi ditutup dengan doa. Doa dipanjatkan oleh tokoh masyarakat setempat dengan tujuan agar si bayi diberikan keselamatan, kesehatan, dan kemudahan rezeki saat dewasa nanti.
Ayah si bayi, Ridwan (31) mengatakan, acara ini sebagai tradisi turun-menurun. Acara mudun lemah biasanya dilakukan di bulan Syawal atau sepekan setelah hari raya Idul Fitri.
"Mengikuti tradisi adat Jawa setiap lebaran hari ketujuh hari raya kupatan. Saya sebagai orang tua melaksanakan kewajiban mengikuti tradisi leluhur, nguri-nguri budaya leluhur dan melestarikan budaya leluhur, yakni dengan acara upacara mudun lemah anak yang kedua ini," jelas Ridwan saat ditemui di rumahnya, Minggu (31/5/2020).
Ridwan mengatakan, tradisi mudun lemah ada berapa tujuan ataupun filosofi. Melalui tradisi ini ia berharap anak keduanya dapat diberikan kesehatan, keselamatan, dan kemudahan rezeki saat dewasa nanti.
"Supaya dalam mengarungi hidup di bumi ini diberikan kemudahan diberikan kesehatan, keselamatan, dijauhkan mara bahaya mala petaka dan dijauhkan dari penyakit virus dan lainnya," harapnya.
Tokoh masyarakat desa setempat, Amin Dimiyati Al Hafid menjelaskan tradisi mudun lemah bukan sebagai kewajiban bagi masyarakat. Dilaksanakan bisa, tidak pun tidak masalah.
Tradisi ini dilakukan bagi bayi yang baru bisa berjalan. Biasanya bagi bayi yang baru turun dari ayunan.
"Dilakukan tidak ada apa apa. Tidak dilakukan juga tidak masalah. Tradisi ini dilakukan bagi anak lepas dari ayunan. Karena diizinkan dari Allah berjalan di atas bumi. Ini orang dulu itu menirukan agar selamat dari fitnah dan diberkahi oleh Allah," terang Amin saat ditemui usai acara mudun lemah.
Amin menjelaskan, tradisi yang dilakukan yakni mudun lemah dan membagikan uang recehan kepada warga. Hal ini pun ada maksud tertentu. Untuk mudun lemah diharapkan agar si bayi diberikan keselamatan oleh Allah. Sedangkan membagi-bagi uang receh dengan tujuan agar si bayi ketika dewasa akan dimudahkan rezekinya.
"Tradisi ini supaya rezekinya lancar. Itu ibarat sekarang mudah-mudahan rezekinya seperti hujan. Kalau mudun tanah anak dari ayunan dari supaya mudah berjalan di atas tanah dan dimudahkan dan diberikan keselamatan oleh Allah," jelasnya.
Tradisi ini menurutnya masih dilakukan warga di Desa Sowan Lor, Kecamatan Kedung. Biasanya warga memilih melaksanakan mudun lemah di bulan Syawal, namun juga ada yang memilih di bulan lainnya, seperti bulan besar (dalam hitungan orang Jawa).