Komnas HAM angkat bicara terkait teror dan ancaman yang terjadi pada pihak yang terlibat dalam rencana diskusi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM). Polisi diminta mengusut tuntas orang di balik teror ini.
"Komnas HAM RI kembali menegaskan, mengecam seluruh bentuk tindakan teror, intimidasi, ancaman kekerasan dimanapun dan kapanpun serta bersolidaritas untuk semua korban yang ada," ujar Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Sabtu (30/5/2020).
Beka mengungkap kejadian ini mengingatkan dan menegaskan kembali soal komitmen demokrasi negara bangsa yang tercantum dalam konstitusi serta berbagai instrumen hak asasi manusia yang ada. Komnas HAM RI sebagai lembaga negara mandiri yang memiliki mandat untuk mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan HAM serta meningkatkan perlindungan dan penegakan HAM, kata Beka, memberikan perhatian atas beberapa kasus yang terjadi beberapa waktu belakangan ini yang berpotensi mengancam kebebasan sipil warga negara.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"(salah satunya) Tentang teror dan ancaman kekerasan kepada panitia dan narasumber diskusi tentang pemecatan presiden di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada," lanjutnya.
Beka menjelaskan, bentuk-bentuk teror dan pembungkaman tersebut berlawanan dengan prinsip-prinsip kebebasan berekspresi dan mengeluarkan pendapat yang dijamin oleh UUD 1945 Pasal 28E Ayat 3, bahwa "setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat".
"Khusus untuk peristiwa di Fakultas Hukum UGM, teror tersebut menciderai kebebasan akademik yang menjadi dasar bagi terbentuknya sistem pendidikan yang mencerdaskan kehidupan bangsa seperti amanat pembukaan UUD 1945," tuturnya.
"Dari sisi instrumen hak asasi manusia, Indonesia sejak tahun 2005 melalui Undang-undang No 12 Tahun 2005 sudah meratifikasi Kovenan Internasional Hak Sipil Politik," lanjut Beka.
Beka menjelaskan, dalam Kovenan tersebut khususnya pasal 19 menyebutkan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berpendapat, termasuk kebebasan untuk mencari, menerima dan memberi informasi. Dalam instrumen hak asasi manusia itu juga menyebutkan soal tanggung jawab negara dalam menghormati dan menjamin hakhak yang ada dalam kovenan termasuk di dalamnya pemulihan jika ada hak-hak yang dilanggar.
Dia melanjutkan, atas jaminan kebebasan sipil sebagai prasyarat mutlak dalam penyelenggaraan negara yang menjunjung tinggi demokrasi serta membangun suasana yang kondusif bagi pemenuhan hak asasi manusia, Komnas HAM menyatakan lima poin sikapnya.
Poin pertama, Komnas HAM menyatakan kecaman atas intimidasi dan ancaman kekerasan terhadap panitia dan narasumber diskusi mahasiswa FH UGM.
"Menyerukan kepada seluruh elemen bangsa untuk menggunakan cara-cara yang menghormati harkat dan martabat manusia dalam berekspresi dan menyatakan pendapat," lanjutnya.
"Meminta kepada Kapolri memerintahkan Kapolda DIY untuk mengusut dan menangkap pelaku teror dan pengancaman terhadap panitia diskusi di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. Penting dilakukan supaya tindak pidana serius seperti itu tidak terulang kembali," kata Beka.