Nama Muhammadiyah dicatut dalam aksi teror kepada orang-orang yang terlibat diskusi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) berjudul 'Meluruskan Persoalan Pemberhentian Presiden Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan'. PP Muhammadiyah menduga orang yang mengirim pesan teror itu merupakan oknum yang bertujuan mengadu domba.
"Saya menduga, orang tersebut oknum yang hanya menebar teror dan mengadu domba Muhammadiyah dengan pihak lain. Terbukti, nomor HP yang dipakai berbeda," kata Sekretaris Umum (Sekum) PP Muhammadiyah, Abdul Mu'ti melalui pesan singkat kepada detikcom, Sabtu (30/5/2020).
Sebab, kata Abdul Mu'ti, sebagai organisasi yang bergerak dalam pendidikan, Muhammadiyah sejak awal sangat mendukung nalar kritis dan kajian ilmiah sebagai bagian dari amar ma'ruf nahi munkar. Muhammadiyah juga menolak dan menentang cara-cara kekerasan dalam bentuk apapun dalam menyampaikan gagasan dan dakwah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena itu cara-cara kekerasan, termasuk teror seperti yang dilakukan oleh oknum yang mengatasnamakan Muhammadiyah, jelas bukan merupakan karakter dan kepribadian kader dan warga Muhammadiyah," ujarnya.
Abdul menambahkan, saat ini PP Muhammadiyah sedang menelusuri pihak yang mengatasnamakan Muhammadiyah Klaten tersebut. Mengingat pihak PP Muhammadiyah tidak tahu menahu terkait adanya diskusi tersebut.
"Muhammadiyah tidak tahu, dan tidak tahu menahu soal seminar (diskusi) mahasiswa di UGM. Kalau ada oknum yang mengatasnamakan Muhammadiyah jelas bukan atas persetujuan dan sepengetahuan Muhammadiyah, termasuk Muhammadiyah Klaten," ucapnya.
"Saat ini PP Muhammadiyah sedang mengumpulkan informasi terkait orang yang mengancam dengan mengatasnamakan Muhammadiyah Klaten," lanjut Abdul.
Bahkan, guna memastikan siapa pengirim pesan itu, Muhammadiyah melaporkannya kepolisian.
"Muhammadiyah meminta kepada kepolisian untuk dapat melacak pemilik nomor HP tersebut. Termasuk klarifikasi kepada pihak UGM," katanya.
Diberitakan sebelumnya, Dekan FH UGM, Prof Sigit Riyanto, mengungkap sejumlah teror yang ditujukan ke orang-orang yang terkait dengan diskusi. Mulai dari narasumber, panitia hingga moderator mendapat teror dan intimidasi dengan berbagai bentuk. Mulai dari pemesanan bodong ojek online, teks ancaman pembunuhan, hingga beberapa orang tak dikenal mendatangi rumah mereka.
Dari data yang ia peroleh, ancaman tersebut seperti: "Halo pak. Bilangin tuh ke anaknya ******* Kena pasal atas tindakan makar. Kalo ngomong yg beneran dikit lahhh. Bisa didik anaknya ga pak!!! Saya dari ormas Muhammadiyah klaten. Jangan main main pakk. Bilangin ke anaknya. Suruh datang ke polres sleman. Kalo gak apa mau dijemput aja? Atau gimana? Saya akan bunuh keluarga bapak semuanya kalo gabisa bilangin anaknya." Teks ini dikirimkan oleh nomor +6283849304820 pada tanggal 29 Mei 2020 pukul 13.17-13.19 WIB.
Selain itu, ada pula seseorang yang mengirimkan pesan sebagai berikut, "Bisa bilangin anaknya ga ya Bu? Atau didik anaknya Bu biar jadi orang yg bener. Kuliah tinggi tinggi sok Sokan ngurus negara bu. Kuliah mahal mahal Bu ilmu anaknya masih cetek. Bisa didik ga Bu? Saya dari ormas Muhammadiyah Klaten. Jangan macam macam. Saya akan cari *****. ***** kena pasal atas tindakan makar. Tolong serahin diri aja. Saya akan bunuh satu keluarga *****." Teks ini dikirimkan oleh nomor +6282155356472 pada Tanggal 29 Mei 2020 pukul 13.24-13.27 WIB.
Selain mendapat teror, nomor telepon serta akun media-sosial perorangan dan kelompok CLS diretas pada tanggal 29 Mei 2020. Peretas juga menyalahgunakan akun media-sosial yang diretas untuk menyatakan pembatalan kegiatan diskusi, sekaligus mengeluarkan (kick out) semua peserta diskusi yang telah masuk ke dalam grup diskusi.
"Selain itu, akun Instagram Constitutional Law Society (CLS) sudah tidak dapat diakses lagi," ucapnya.
Karena mendapatkan berbagai tekanan tersebut, maka diskusi yang sedianya dilaksanakan pada tanggal 29 Mei 2020 pukul 14.00 WIB hingga pukul 16.00 WIB batal terselenggara.
"Demi alasan keamanan, pada siang hari tanggal 29 Mei 2020 siang, mahasiswa penyelenggara kegiatan memutuskan untuk membatalkan kegiatan diskusi tersebut," kata Sigit.