IDI-Pakar Epidemiologi Soroti Ide Pelonggaran Pembatasan Transportasi

Round-Up

IDI-Pakar Epidemiologi Soroti Ide Pelonggaran Pembatasan Transportasi

Tim detikcom - detikNews
Senin, 18 Mei 2020 04:49 WIB
Poster
Ilustrasi (Foto: Edi Wahyono)
Jakarta -

Gagasan yang disampaikan pemerintah terkait uji coba pengurangan pembatasan sosial di sektor transportasi menuai sorotan. Pemerintah diminta tidak terburu-buru melonggarkan pembatasan sosial sebab kurva kasus Corona di Indonesia belum melandai.

Ide itu awalnya disampaikan oleh Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy. Muhadjit menegaskan meskipun pembatasan sosial dikurangi, aturan protokol kesehatan harus tetap dijalankan, bahkan diperketat.

"Pengurangan pembatasan di bidang perjalanan, salah satu aspek yang diujicobakan. Ini jadi taruhan apakah nanti kita akan lakukan untuk di sektor-sektor yang lain," ujar Muhadjir dikutip dalam laman resmi kemenkopmk.go.id, Minggu (17/5/2020).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Muhadjir menilai pengurangan pembatasan sosial, terutama yang dilakukan di Bandara International Soekarno-Hatta hingga hari ini sudah cukup baik. Hanya, kata dia, ada beberapa aturan yang masih harus diperketat serta dilakukan sejumlah perbaikan.

Semisal, ketersediaan jumlah petugas KKP yang tidak hanya memastikan kesehatan para calon penumpang tetapi juga seluruh kelengkapan dokumen yang dipersyaratkan untuk dapat melakukan perjalanan lintas wilayah melalui jalur udara.

ADVERTISEMENT

"Hal-hal seperti ini yang harus kita evaluasi sebelum kita membuka lagi pembatasan sosial pada sektor-sektor yang lain. Protokolnya harus dipersiapkan sungguh-sungguh dan dihitung segala konsekuensinya sehingga tidak terjadi kasus seperti hari pertama dibukanya perjalanan di bandara," ucap Muhadjir.

Muhadjir menekankan bahwa skenario pengurangan pembatasan sosial disiapkan untuk mengantisipasi kembalinya kehidupan normal seperti sebelum terjadi COVID-19. Menurutnya, sebagai bentuk antisipasi skenario pengurangan pembatasan sosial juga harus disertai dengan pengawasan ketat, terutama dengan melibatkan TNI/Polri.

"Satu yang menurut saya harus diperhatikan yaitu penegakan aturan. Biarpun aturan protokolnya kita bikin bagus, tapi kalau di lapangan nggak ada yang tanggung jawab atau mendapatkan mandat sebagai penegak aturan itu juga tidak akan berjalan dengan baik," tuturnya.

Muhadjir mengusulkan tanggung jawab pelaksanaan pengurangan pembatasan sosial agar diserahkan kepada kementerian-kementerian terkait yang membidangi. Sementara itu, kata dia, Kementerian Kesehatan bertugas mengumpulkan atau mengkompilasi aturan yang telah dilaksanakan di lapangan.

"Saya kira ini bisa diatur secara serentak sehingga kalau itu semua nanti diberlakukan sudah dipersiapkan dengan baik protokol kesehatannya," pungkas Muhadjir.

Pakar epidemiologi dari Universitas Airlangga, Laura Navika Yamani, tak setuju dengan ide pemerintah terkait uji coba pengurangan pembatasan sosial di sektor transportasi. Laura mengatakan kurva kasus Corona di Indonesia masih meningkat.

"Kalau menurut saya gini ya, ketika itu kebijakannya diberlakukan sekarang, saat ini menurut saya itu nggak setuju, karena grafik Indonesia masih belum landai, artinya masih terus dengan kenaikan kasus," kata Laura saat dihubungi, Minggu (17/5).

Laura mengatakan uji coba pengurangan pembatasan sosial di sektor transportasi itu harus diperjelas. Dia tak ingin insiden penumpukan penumpang di Bandara Soetta beberapa waktu lalu terulang.

"Harus diperjelas kemudian pengetatan screening transportasi, entah itu di stasiun entah itu di bandara, itu juga harus diperjelas seperti apa. Contohnya kemarin di Bandara Soekarno-Hatta itu kan juga akhirnya jadi penumpukan calon penumpang," ujar Laura.

"Jadi memang betul-betul dari pihak pemerintah pun harus membuat skenario kebijakan itu diberlakukan seperti apa, jadi di lapangan itu seperti apa, jangan sampai kejadian Soekarno-Hatta itu terulang, jangan-jangan itu bisa memunculkan klaster yang baru karena itu kan dari mana-mana, nggak dari satu area," imbuh dia.

Laura juga menyoroti masih banyaknya masyarakat yang belum mematuhi aturan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Padahal, kata dia, tujuan PSBB semata-mata bukan untuk mengurangi kasus, tetapi menciptakan budaya masyarakat yang sehat.

"Saya mengira bahwa apa yang diberlakukan pemerintah kebijakan PSBB pada akhirnya membentuk suatu budaya masyarakat. Jadi kan bukan hanya sekadar membatasi gerakan dari masyarakat, tetapi juga jangka panjang, budaya Indonesia terbentuk karena memang dalam pemberlakuan PSBB itu ada pedoman-pedoman yang harus dilaksanakan pedomannya itu terkait protokol kesehatan. Jadi bagaimana orang itu harus memakai masker ketika keluar rumah, bagaimana jaga jarak aman ketika keluar rumah, jadinya itu kalau saya sih ujung-ujungnya membentuk budaya itu," beber Laura.

Sementara itu, IDI meminta pemerintah hati-hati dalam membuat aturan.

"Saya juga nggak setuju dilonggarkan, pesawat terbang semuanya diperbolehkan, tetapi pertimbangan pemerintah juga tidak mudah, artinya kalau diteruskan PSBB secara mutlak keadaannya ekonomi ambruk, ekonomi ambruk nanti bagaimana kalau dilonggarkan, nanti pada tertular meninggal jadi kaya buah simalakama. Intinya menurut saya, apa pun kebijakan itu PSBB yang masih berlaku harus ketat," ujar Ketua Dewan Pertimbangan IDI Zubairi Djoerban saat dihubungi, Minggu (17/5).

Menurut Zubairi, jikalau pemerintah ingin melakukan pelonggaran pembatasan sosial di transportasi harus mempersiapkan aturan yang ketat. Pemerintah juga harus memikirkan langkah ke depannya agar tidak ada lagi penyebaran COVID-19 saat aturan ini mulai berlaku.

"Sebetulnya kalau bikin peraturan, oke sekarang dibebaskan bus, pesawat, kereta api, maka yang penting peraturan pelaksanaannya, jadi begitu membuat peraturan yang bisa menyebabkan kerumunan harus diantisipasi," katanya.

Dia pun mencontohkan semisal Bandara Soekarno-Hatta (Soetta), agar tidak penularan ketika dilonggarkan pembatasan sosial transportasi, pemerintah harus menyiapkan sosialisasi bahaya penyebaran Corona dalam bandara. Dia juga mengusulkan agar ada rapid test bagi masyarakat yang sedang berkerumun di tempat transportasi.

"Misalnya Soetta harus diberi tahu, disiapkan, kemudian masyarakat juga disiapkan, dan rapid test justru suatu kesempatan karena masyarakat sudah terlanjur kumpul, ya sudah rapid test sekalian, jadi mestinya rapid test dikerjakan di semua bandara, atau terminal bus, stasiun kereta api," jelasnya.

Pendapat lain disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi V DPR RI Nurhayati. Dia tidak mempermasalahkan kebijakan tersebut diberlakukan, asal pemerintah bisa memastikan protokol kesehatannya berjalan sesuai dengan aturan.

"Selama aturan ini disadari oleh semua pihak dan dilaksanakan sesuai protokol COVID-19, tidak masalah. Hanya bagaimana pemerintah bisa memastikan aturan ini berjalan dengan baik dan benar. Kita serahkan kepada petugas di lapangan," kata Nurhayati kepada wartawan, Minggu (17/5).

Menurut Nurhayati, pengurangan pembatasan sosial di transportasi tertuang dalam Surat Edaran (SE) Kemenhub. Pimpinan Komisi V dari Fraksi PPP itu meminta pemerintah memastikan pemutusan rantai penyebaran virus Corona tidak terganggu karena kebijakan pengurangan pembatasan sosial tersebut.

"Sebenarnya kata-kata mengurangi pembatasan sosial di transportasi umum ini sudah diketahui publik pada SE Kemenhub dari sebelum tanggal 7 Mei 2020. Pemerintah memberlakukannya, tapi tetap dengan aturan yang ketat sesuai protokol COVID-19," tutur Nurhayati.

"Kami hanya ingin dipastikan bahwa kebijakan ini adalah untuk menekan penyebaran COVID-19 sekaligus juga meningkatkan ekonomi secara bersamaan," imbuhnya.

Halaman 2 dari 3
(knv/maa)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads