Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Pemprov DKI Jakarta menjelaskan soal data laporan kematian yang lebih rendah dari data layanan pemakaman pada Maret-April, awal-awal kasus COVID-19 pertama kali diketahui di Indonesia. Dukcapil menyebut fenomena itu terjadi karena pembatasan sosial berskala besar atau PSBB.
"Mengenai menurunnya jumlah pelaporan kematian penduduk di bulan Maret dan April, ini berkaitan dengan diberlakukannya PSBB dan imbauan untuk menunda pengurusan dokumen kependudukan kecuali untuk hal-hal yang mendesak dan selama pandemik COVID-19," ucap Kepala Dinas Dukcapil DKI Jakarta, Dhany Sukma, saat dihubungi, Minggu (17/5/2020).
Dhany menyebut surat pelaporan kematian tak menjadi syarat pengurusan pemakaman.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini, Surat Keterangan Pelaporan Kematian tidak menjadi persyaratan pengurusan izin pemakaman, sehingga memang tidak semua warga melaporkan peristiwa kematian keluarganya kepada Disdukcapil/kelurahan," ujar Dhany.
Ada perbedaan lembaga yang mengelola laporan kematian dengan layanan pemakaman. Laporan kematian dikelola oleh Dukcapil, sementara untuk pelayanan pemakaman dikelola Dinas Pertamanan dan Hutan Kota.
"Data pelaporan kematian bersumber dari pelaporan kematian penduduk DKI Jakarta, baik yang meninggal di wilayah DKI Jakarta maupun Luar DKI Jakarta, yang dilaporkan oleh keluarga almarhum kepada Disdukcapil untuk mendapatkan Surat Keterangan Pelaporan Kematian, Akta Kematian dan KK baru," ucap Dhany.
Data di antara keduanya, menurut Dhany, tidak bisa dibandingkan. Angka laporan kematian, lanjutnya, tidak harus sama dengan layanan pemakaman.
"Jumlah pelaporan kematian di bulan tertentu, contoh Januari 2020, tidak identik dengan jumlah kematian di bulan itu, karena terdapat pula data kematian penduduk di bulan atau tahun sebelumnya namun baru dilaporkan di bulan itu. Dengan demikian data pelaporan kematian tidak bisa disandingkan dengan data pemakaman," ucapnya.