Zakat diwajibkan kepada orang muslim yang merdeka dan memiliki harta yang telah mencapai nisab dari segala jenis harta yang wajib dizakati. Harta dianggap telah mencapai nisab apabila memenuhi kriteria berikut:
1. Lebih dari kebutuhan pokok, seperti makan, sandang, tempat tinggal, kendaraan dan alat-alat kerja.
2. Telah mencapai haul (satu tahun menurut kalender) Hijriah. Permulaan haul dihitung dari pertama memiliki nisab. Harta yang telah mencapai nisab ini harus tetap utuh setahun penuh. Jika di tengah-tengah tahun, nisab berkurang, kemudian sempurna lagi, perhitungan haul dimulai dari waktu sempurna setelah berkurang tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dikutip dalam buku berjudul 'Fiqih Sunnah 2' oleh Sayyid Sabiq, Nawawi berkata "Mazhab kami, Malik, Ahmad, dan mayoritas ulama berpendapat bahwa harta yang wajib dizakati karena 'ain (barangnya) yang wajib dizakati seperti emas, perak, dan binatang ternak disyaratkan mencapai nisab selama setahun penuh. Jika nisab ini berkurang pada satu waktu di tengah-tengah tahun, perhitungan haul menjadi terputus. Jika setelah berkurang nisab terpenuhi lagi, perhitungan haul dimulai lagi dari waktu terpenuhinya nisab ini.
Sementara Abu Hanafiah mengatakan bahwa yang dijadikan patokan adalah terpenuhinya nisab pada awal tahun dan akhir tahun. Karena itu, berkurangnya nisab di tengah-tengah tahun tidak memutuskan perhitungan haul. Jika seseorang memiliki dua ratus dirham, kemudian di tengah-tengah tahun berkurang hingga hanya tersisa satu dirham, tapi pada akhir tahun jumlah dirham menjadi sempurna dua ratus maka harta ini wajib dizakati. Atau, jika seseorang memiliki empat puluh ekor kambing, kemudian di tengah-tengah tahun berkurang hingga hanya tersisa satu kambing, tapi akhir tahun jumlah kambing menjadi empat puluh ekor maka harta ini wajib dizakati.
Dijelaskan dalam buku "Panduan Lengkap Ibadah: Menurut Al-Qur'an, Al-Sunnah, dan Pendapat Para Ulama' oleh Muhammad Al-Baqir disebutkan An-Nawawi bahwa lebih afdal mengeluarkan zakat fitrah (https://www.detik.com/tag/zakat) sendiri agar menjadi suri tauladan bagi orang lain dan juga agar tidak timbul prasangka buruk bagi dirinya, seolah-olah dia tidak mengeluarkan zakat.
Al-qur'an mengajarkan kepada Nabi Saw agar mendoakan bagi para pembayar zakat: Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan menyucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu itu (menumbuhkan) ketentraman jiwa bagi mereka. Sesungguhnya doamu itu (menumbuhkan) ketentraman jiwa bagi mereka. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui (QS. Al-Taubah [9]: 103).
Sebaliknya seseorang yang mengeluarkan zakat, aw., "Agar tidak melupakan pahala zakat kamu, berdoalah ketika mengeluarkannya:
Allahummaj-'alha maghnaman wa la taj'alha maghraman
Artinya: "Ya Allah, jadikanlah [zakatku] ini sebagai keberuntungan bagiku [untuk dunia dan akhirat] dan janganlah engkau menjadikannya sebagai denda [yang menimbulkan kegundahan di hatiku])."
Adapun si penerima zakat , hendaklah jangan lupa pula mendoakan bagi si pemberi zakat. Sebagaimana disabdakan oleh Nabi Saw., "Siapa saja yang tidak berterimakasi kepada manusia, sesungguhnya tidak berterimakasih kepada Allah". (HR. Ahmad).
Karena itu pula beliau mengajarkan kepada siapa yang menerima kebaikan dari seseorang, agar berkata kepadanya:
Jazakallahu khairan katsiran
Artinya: "Semoga Allah memberimu balasan kebaikan yang banyak."
Atau seperti dianjurkan oleh Imam Syafi'i (rahimahullah):
Ajarakallahu fi ma a'thait. Wa ja'alahu laka thahuran. Wa baraka laka fi ma abqait.
Artinya: "Semoga Allah memberimu ganjaran atas pemberianmu. Dan menjadikannya sarana penyucian bagimu. Serta memberimu keberkahan dalam harta yang masih ada padamu."
Tonton video 'Aplikasi yang Bisa Membantumu Bayar Zakat dari Rumah':