Kehadiran Islam di Inggris dapat ditelusuri sejak era Ratu Elizabeth I pada abad ke-16. Sejak menyandang mahkota ratu pada 1558, dia menjalin kerja sama diplomatik, baik secara militer maupun komersial dengan Sultan Murad III dari Ottoman, Turki, serta negara-negara Islam, lainnya seperti Iran dan Maroko.
Kisah tersebut tertuang dalam buku The Sultan and The Queen: The Untold Story of Elizabeth and Islam karya Jerry Brotton, profesor dalam studi tentang Renaisans di Queen Mary University of London. Kala itu Inggris sedang berselisih dengan Spanyol, dan perlu menjalin aliansi dengan Kesultanan Ottoman yang telah menguasai Afrika Utara, Eropa Timur, sampai Samudra Hindia.
"Otomatis dari kerja sama itu terjadi pertukaran diplomasi yang pada akhirnya terjadi penyebaran Islam di Inggris," kata Sekretaris PCNU di Inggris Munawir Aziz kepada tim Blak-blakan detik.com, Selasa (12/5/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Munawir yang sejak 2018 melakukan riset untuk studi doktoral sains politik di salah satu universitas di London itu, perkembangan Islam di Inggris termasuk yang terbaik dibandingkan dengan di negara-negara Eropa lainnya. Saat ini, Islam di Inggris tak cuma menjadi agama kaum imigran dari India, Pakistan, Bangladesh, atau Yaman.
"Orang Inggris pribumi pun sudah banyak yang memeluk Islam karena terpikat oleh cara dakwah sebagian muslim di masjid-masjid yang menonjolkan charity untuk kemanusiaan lintas agama," katanya.
Selain itu, sudah ada beberapa tokoh muslim yang masuk ke parlemen dan birokrasi. Munawir mencontohkan Sadiq Aman Khan yang menjadi Walikota London dan Moazzam Malik, Dubes Inggris untuk Indonesia.
Sejauh ini suara komunitas muslim juga cukup diperhatikan pemerintah Inggris. Ketika ada wacana untuk mengkremasi semua korban meninggal akibat Covid-19, dengan alasan kesehatan dan keamanan, misalnya. Komunitas Muslim dan Yahudi memprotesnya melalui parlemen sehingga jenazah untuk dua komunitas ini boleh dikebumikan.
Toh begitu, menurut Munawir Aziz, ada dua tantangan besar Islam di Inggris dan negara Eropa lainnya dalam beberapa waktu terakhir. Pertama, arus imigran yang sangat besar dari negara-negara konflik di Timur Tengah dan Afrika. Mereka juga mewarnai arus baru berislam yang berbeda.
Di pihak lain, ada kebangkitan politik populisme atau menggunakan sentimen agama dalam politik seperti sempat diperlihatkan Boris Johonson saat berkampanye memperebutkan kursi perdana menteri pada 2018.
"Selain itu ada juga gejala takfirisme seperti di Indonesia. Cuma karena hak privat di Inggris lebih dihormati dengan ketat, dia tak berkembang menjadi tindakan radikal. Pemerintah tidak tinggal diam karena tak mau kaum takfiri menjadi bom waktu," papar Munawir.
Selengkapnya, saksikan Blak-blakan Munawir Aziz, "Jejak Ratu Elizabeth dan Islam di Inggris" di detik.com, Jumat (15/5/2020).